Halal Bihalal Selepas Ramadhan, Cara Menyempurnakan Peleburan Dosa Antar Manusia

Halal bihalal adalah tradisi bermaaf-maafan yang diyakini dapat menyempurnakan peleburan doa.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 16 Apr 2024, 15:00 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2024, 15:00 WIB
Halal Bihalal Selepas Ramadhan, Cara Menyempurnakan Peleburan Dosa Antar Manusia
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggelar Halal bihalal di hari pertama aparatur sipil negara (ASN) masuk kerja pascalibur Lebaran Idul Fitri 1445 H, Senin (16/4/2024). (Liputan6.com/Winda Nelfira).

Liputan6.com, Jakarta Halal bihalal dikenal dengan salam-salaman dan saling bermaafan di hari lebaran. Bahkan, meski Idul Fitri sudah berlalu, halal bihalal biasanya tetap dilakukan di hari pertama masuk kantor.

Dalam pandangan Islam, halal bihalal dinilai sebagai kegiatan yang positif. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mansuriyah Kalijaring, Tembelang, Jombang, KH Ahmad Roziqi juga menganjurkan masyarakat Muslim untuk melakukan halal bihalal.

Pasalnya, tradisi bermaaf-maafan yang hanya ada di Indonesia itu diyakini dapat menyempurnakan peleburan doa.

"Halal bihalal itu penyempurna pelebur dosa, maka lakukanlah maaf-maafan dengan sesama manusia," kata Ahmad Roziqi mengutip NU Online, Selasa (16/4/2024).

Kiai Roziqi menjelaskan, penyempurna peleburan dosa berkaitan dengan puasa Ramadhan dan segala ritualnya. Berbagai literatur menyebut, Allah menjanjikan peleburan dosa bagi yang mau menjalankan puasa, qiyamul lail, dan ritual-ritual lainnya.

Hal ini termuat dalam hadits tentang fadhilah puasa yang terdapat di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, hadits tersebut yaitu:

 مَن صامَ رَمَضانَ إيمانًا واحْتِسابًا غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ

Artinya:

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan didasari oleh keimanan dan mengharapkan pahala maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Hal senada juga dijelaskan Sulthon Al-Ulama Syaikh 'Izz Al-Din bin Abd As-Salam ketika menafsirkan penutup ayat wajibnya puasa yang ada di dalam kitab Maqashid As-Shaum karya Syeikh Izz Al-Din Abd Al-Aziz bin Abd As-Salam, yaitu:

معناه لعلكم تتقون النار بصومه فإن الصوم سبب لغفران الذنوب الموجبة للنار  

Artinya:

“Maknanya adalah puasa yang dijalani bisa dijadikan sebagai pelindung dari siksa neraka. Hal ini dikarenakan puasa adalah sebab diampuninya dosa-dosa yang bisa menggelincirkan pelakunya ke dalam neraka.”

Solusi Pelebur Dosa Sesama Manusia

Ilustrasi jabat tangan, bersalaman, perpisahan
Ilustrasi halal bihalal, jabat tangan, bersalaman, perpisahan. (Image by ijeab on Freepik).

Demikian pula qiyamul lail (ibadah pada malam hari). Amalan ini juga bisa meleburkan dosa-dosa pengamalnya. Sesuai hadits dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim:

 عن أَبي هريرة - رضي الله عنه - أنَّ رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ». متفقٌ عَلَيْهِ.

Artinya:

“Barangsiapa yang menjalankan qiyamul lail (shalat sunnah di malam hari) di bulan Ramadhan dengan didasari oleh keimanan dan mengharapkan pahala maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”

Meski begitu, dosa-dosa yang diampuni adalah dosa kecil yang berhubungan dengan hak Allah, bukan dosa antar manusia.

“Dalil Al-Falihin sebagai salah satu syarah kitab Riyadhus Shalihin menjelaskan bahwa dosa-dosa yang diampuni hanyalah dosa-dosa kecil yang berhubungan dengan hak Allah," imbuh Kiai Roziqi. 

Sementara dosa dengan sesama manusia, solusi yang diberikan Nabi adalah meminta halal atau maaf kepada orang yang pernah dizalimi.

Cara Minta Halal pada Orang yang Dizalimi

Ilustrasi Idulfitri, Idul Fitri, Lebaran, bersalaman, sungkem
Ilustrasi Idulfitri, Idul Fitri, Lebaran, bersalaman, sungkem. (Image by freepik).

Cara meminta halal atas kezaliman yang pernah dilakukan kepada orang lain ini bisa diatasi dalam tradisi umat Muslim di negeri ini, yaitu halal bihalal.

"Selanjutnya adalah tulus dalam halal bihalal, tulus dalam meminta halal serta tulus dalam menghalalkan kesalahan orang lain, agar dosa yang berkaitan dengan hak sesama manusia diampuni," ujar alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini.

Menurutnya, semakin lapang dada dalam memberikan kebaikan tanpa pandang bulu, apakah seseorang itu berbuat baik atau tidak, maka semakin nyata seseorang itu sebagai al-washil, yaitu orang yang menyambung tali persaudaraan.

Sesuai hadits Nabi:

 عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ليس الواصل بالمكافئ ولكن الواصل الذي إذا قطعت رحمُه وصلها⁵

Artinya:

“Penyambung tali persaudaraan itu bukanlah al-mukafi' (yang berlaku baik hanya kepada yang baik saja), tetapi dialah yang tetap menyambung ketika persaudaraan sudah diputus (tetap memperlakukan dengan baik sekalipun kebaikannya tidak dihargai dan dibalas dengan kebaikan)."

Menyempurnakan Penyucian Diri dari Dosa

Kiari Roziki berharap, semoga halal bihalal yang dilakukan dapat melebur dosa-dosa sesama manusia dan menyempurnakan penyucian diri dari segala dosa.

Ia menegaskan bahwa meminta maaf adalah ajaran Nabi Muhammad. Dalam sebuah hadits, Rasulullah pernah berpesan jika seseorang menzalimi saudaranya, baik mencederai harga dirinya maupun kezaliman yang lain, maka hendaknya meminta halal kepada saudaranya yang telah dizalimi sebelum datang suatu hari ketika dinar dan dirham tidak lagi berlaku.

"Jika di dunia belum terselesaikan, maka amal baiknya -seberat kezaliman yang dilakukan- akan diberikan kepada orang yang dizaliminya dan jika kebaikannya sudah habis maka dosa-dosa orang yang dizaliminya akan dibebankan kepadanya," pungkas Kiai Roziqi.

Infografis Rekayasa Lalu Lintas di Tol Saat Arus Mudik Lebaran 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Rekayasa Lalu Lintas di Tol Saat Arus Mudik Lebaran 2024. (Liputan6.com/Abdillah).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya