Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan kesepakatan Sidang World Health Assembly (WHA) ke-77 diputuskan bahwa negosiasi tentang Pandemic Treaty atau Perjanjian Pandemi diperpanjang. Lalu, penetapan target penyelesaian Pandemic Treaty diundur hingga Sidang WHA 2025.
Dalam negosiasi Pandemic Treaty, Indonesia berkomitmen dalam mengedepankan kepentingan nasional pada isu-isu strategis seperti sistem surveilans, transfer teknologi, dan kesetaraan akses dalam menghadapi pandemi.
Baca Juga
“Prinsip kesetaraan antara negara maju dan negara berkembang akan terus kami dorong dalam proses negosiasi ini,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril.
Advertisement
Lebih lanjut, Syahril mengatakan ada empat poin yang menjadi perhatian Pemerintah Indonesia dalam komponen Pandemic Treaty, di mana keempat poin itu terkait dengan kesenjangan antara negara maju dan berkembang.
Keempat poin itu yakni:
1. Pathogen Access and Benefit-Sharing (PABS)
Mengenai PABS, yang menunjukkan kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi, Pemerintah Indonesia mendorong agar setiap data sharing, khususnya yang melibatkan patogen dan informasi sekuens genetik (genetic sequence information), disertai pembagian manfaat (benefit-sharing) yang setimpal.
Pemerintah juga mendorong adanya upaya untuk memastikan adanya pengaturan internasional mengenai standar data dan interoperabilitas, di mana Indonesia telah menginisiasi Material Transfer Agreement (MTA) untuk spesimen virus avian influenza (flu burung).
2. Instrumen One Health
Pemerintah Indonesia mendorong pembentukan instrumen One Health untuk mengatur kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara komprehensif. Hal ini dapat dilaksanakan negara berkembang dengan dukungan negara maju.
3. Transfer Teknologi
Pemerintah Indonesia mendorong transfer teknologi yang berkeadilan untuk kebutuhan kesehatan masyarakat. Transfer teknologi ini dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Indonesia dan negara berkembang untuk menjadi hub dalam membangun kapasitas manufaktur lokal guna menciptakan kemandirian dalam produksi vaksin, terapi, dan diagnostik (VTD).
Mengenai perizinan, Indonesia mendorong perizinan yang bersifat transparan dan non-eksklusif, khususnya saat pandemi. Selain itu, Indonesia mendorong upaya untuk memastikan agar teknologi dan inovasi dapat diakses oleh negara yang membutuhkan, termasuk negara berkembang.
Lalu tentang pendanaan, Pemerintah Indonesia mendukung pentingnya pendanaan yang setara dan dapat diakses oleh seluruh negara yang membutuhkan, termasuk negara berkembang, untuk implementasi Pandemic Treaty.
Pendanaan ini dapat dilakukan melalui mekanisme pembiayaan yang telah ada seperti Pandemic Fund dengan sedikit penyesuaian sesuai dengan konteks Pandemic Treaty.
Advertisement
4. Kesetaraan Akses Menghadapi Pandemi
Indonesia juga akan terus memperjuangkan kesetaraan akses untuk mendorong transfer pengetahuan dan teknologi antar negara sehingga dapat membangun kapasitas industri farmasi dengan prinsip dasar yang menjamin kesetaraan (equity) antara negara maju dan berkembang.
“Pada saat bersamaan, Pemerintah RI akan terus memperkuat legislasi di tingkat nasional agar siap menghadapi ancaman pandemi lainnya,” kata Syahril.
Bersamaan dengan perpanjangan negosiasi Perjanjian Pandemi, disepakati pula amendemen International Health Regulations (IHR). Dengan amendemen ini, seluruh negara anggota WHO diharapkan lebih mampu mempersiapkan diri untuk deteksi dan respons terhadap berbagai kedaruratan kesehatan yang memiliki dampak internasional.
Prinsip kesetaraan dan solidaritas yang menjadi dasar amandemen IHR diharapkan dapat mendorong penanganan pandemi dan situasi kegawatdaruratan lainnya secara kolektif dan merata.