Liputan6.com, Jakarta - Rumah Sakit Medistra melayangkan permohonan maaf usai viral di media sosial soal pertanyaan kesediaan lepas hijab pada calon pegawai. Pihak rumah sakit juga menyampaikan tengah menangani hal tersebut.
“Kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat isu diskriminasi yang dialami oleh salah seorang kandidat tenaga kesehatan dalam proses rekrutmen. Hal tersebut kini tengah dalam penanganan manajemen,” bunyi surat yang ditandatangani Direktur RS Medistra, Dr. Agung Budisatria, Senin (2/9/2024).
Baca Juga
Dalam surat itu dijelaskan bahwa RS Medistra adalah rumah sakit yang inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang mau bekerja sama untuk menghadirkan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat.
Advertisement
“Ke depan, kami akan terus melakukan proses kontrol ketat terhadap proses rekrutmen ataupun komunikasi, sehingga pesan yang kami sampaikan dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak,” tutup surat itu.
Kasus ini mulai viral di media sosial setelah dokter spesialis bedah subspesialis onkologi Diani Kartini melayangkan surat yang mempertanyakan soal persyaratan kerja. Di mana salah satu pertanyaan itu menyinggung soal kesediaan melepas hijab jika diterima di RS tersebut.
“Selamat Siang Para Direksi yang terhormat. Saya ingin menanyakan terkait persyaratan berpakaian di RS Medistra. Beberapa waktu lalu, asisten saya dan juga kemarin kerabat saya mendaftar sebagai dokter umum di RS Medistra,” kata Diani dalam surat yang ditulis pada Kamis, 29 Agustus 2024.
“Kebetulan keduanya menggunakan hijab. Ada pertanyaan terakhir di sesi wawancara, menanyakan terkait performance dan RS Medistra merupakan RS internasional, sehingga timbul pertanyaan apakah bersedia membuka hijab jika diterima," lanjutnya.
Dinilai Rasis
Diani pun mengungkapkan rasa kecewanya karena masih terdapat pertanyaan rasis di lingkungan rumah sakit ternama yang ada di bilangan Jakarta Selatan itu.
"Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan rasis. Dikatakan RS Medistra berstandar internasional tetapi mengapa masih rasis seperti itu?"
"Salah satu RS di Jakarta Selatan, jauh lebih ramai dari RS Medistra, memperbolehkan semua pegawai baik perawat, dokter umum, spesialis, dan subspesialis menggunakan hijab," jelas Diani.
Advertisement
Rumah Sakit untuk Golongan Tertentu?
Diani menyarankan, jika RS Medistra memang untuk golongan tertentu, maka sebaiknya dituliskan dengan jelas agar dapat diketahui sejak awal siapa yang boleh bekerja dan siapa yang boleh menjadi pasien di sana.
"Jika RS Medistra memang RS untuk golongan tertentu, sebaiknya jelas dituliskan saja kalau RS Medistra untuk golongan tertentu sehingga jelas siapa yang bekerja dan datang sebagai pasien."
"Sangat disayangkan sekali dalam wawancara timbul pertanyaan yang menurut pendapat saya ada rasis. Apakah ada standar ganda cara berpakaian untuk perawat, dokter umum, dokter spesialis, dan sub spesialis di RS Medistra? Terimakasih atas perhatiannya,” kata Diani.
MUI Angkat Bicara
Surat ini pun mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Tak sedikit yang menyayangkan dugaan rasisme yang ada di lingkungan RS tersebut.
Salah satu yang angkat bicara adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukuwah KH Muhammad Cholil Nafis. Lewata cuitan di Twitter pribadinya, pria yang akrab disapa Kiai Cholil Nafis mengatakan bahwa RS tersebut phobia hijab.
“Rumah Sakit yang masih phobia hijab begini baiknya tak usah buka di Indonesia karena kita sudah merdeka dan dijamin kebebasan untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing. Tolong pihak berwenang agar kasus di RS itu diusut ya agar tak menjadi preseden buruk,” tulisnya.
Bahkan, Kiai Cholil mengatakan bahwa perilaku seperti ini cenderung melanggar kebebasan beragama.
“Tidak boleh terjadi di negeri kita yang sudah merdeka dan dijamin untuk kebebasan menjalankan ajaran agamanya. Yang begini harus diusut karena sudah melanggar kebebasan beragama,” tambahnya.
Advertisement