Liputan6.com, Jakarta - Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi ancaman bagi kesehatan anak-anak di Indonesia, terutama yang berada di usia sekolah.
Menurut Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2004 s.d 2024, Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi, ada beberapa langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mencegah DBD pada anak, baik yang berusia di bawah maupun di atas 5 tahun.
Advertisement
Baca Juga
Bagaimana Cara Mencegah DBD pada Anak?
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah gigitan nyamuk pada anak antara lain dengan membeli raket nyamuk dan menggunakannya untuk mengusir nyamuk di sekitar anak.
Advertisement
Selain itu, penting untuk membersihkan sarang nyamuk, menggunakan kelambu, serta mengoleskan lotion anti-nyamuk pada kulit. Sebaiknya juga mengenakan pakaian lengan panjang dan memastikan tidak ada nyamuk di sekitar rumah.
"Jika ada nyamuk, ketuk satu-satu nyamuknya," kata Prof. Soedjatmiko. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengurangi risiko gigitan nyamuk yang menjadi penyebab utama DBD, terutama pada balita dan bayi di bawah lima tahun.
DBD Menyerang Anak Usia Berapa?
Demam berdarah dengue (DBD) dapat menyerang semua usia. Namun, data menunjukkan bahwa separuh kematian akibat DBD terjadi pada anak-anak berumur 5 hingga 14 tahun.
Meskipun angka kejadian penyakit ini hampir sama antara anak-anak dan dewasa, anak-anak usia sekolah menjadi kelompok yang paling rentan, dengan sekitar 400 dari 800 kematian akibat DBD berasal dari kelompok ini.
Mengapa pada usia tersebut DBD bisa lebih fatal? Menurut Soedjatmiko, ada dua alasan utama. Pertama, anak-anak pada usia ini belum memiliki kekebalan tubuh yang cukup untuk melawan infeksi DBD.
Kedua, anak-anak sering terpapar gigitan nyamuk di sekolah, yang biasanya terjadi pada siang hari, saat mereka bermain atau berkumpul.
Menurut Soedjatmiko, gigitan nyamuk pada siang hari lebih berisiko, terutama karena anak-anak di usia ini sering kali terpapar gigitan nyamuk berulang kali.
Vaksin DBD untuk Anak Usia Berapa?
Selain melakukan langkah pencegahan fisik, vaksinasi juga menjadi cara yang efektif untuk melindungi anak-anak dari DBD. Vaksinasi ini terbukti dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit hingga 84 persen.
Soedjatmiko menekankan bahwa vaksin apapun tidak memberikan perlindungan 100 persen. "Anak tetap bisa kena (DBD) tapi jauh lebih ringan daripada yang belum divaksin. Yang belum divaksin bisa sakit berat dan meninggal, yang divaksin paling demam-demam tapi sembuh lebih cepat," ujarnya.
Vaksin DBD diberikan kepada anak-anak usia 5 tahun ke atas dalam dua dosis, dengan jarak tiga bulan antara dosis pertama dan kedua. "Vaksin ini mulai memberikan kekebalan dalam waktu dua minggu setelah suntikan pertama," katanya kepada Health Liputan6.com di Jakarta.
Meskipun vaksin ini memberikan perlindungan yang baik selama lima tahun, penelitian mengenai apakah perlu vaksinasi ulang (booster) setelah lima tahun masih perlu dilanjutkan.
Advertisement
Apakah Fogging Efektif Dalam Mengatasi DBD?
Fogging, atau penyemprotan insektisida, adalah salah satu metode yang sering digunakan untuk mengendalikan populasi nyamuk penyebab DBD. Namun, menurut Soedjatmiko, SpA(K), MSi, fogging memiliki keterbatasan dalam pencegahan jangka panjang demam berdarah dengue.
Dia menjelaskan bahwa fogging hanya efektif untuk membunuh nyamuk dewasa yang terbang di udara. "Fogging mematikan nyamuk dewasa, tapi tidak dapat membasmi larva atau jentik-jentik yang ada di dalam air," katanya kepada Health Liputan6.com.
Jentik-jentik ini biasanya tersembunyi di dalam tempat-tempat yang terendam air, seperti bak mandi, tempat penampungan air, atau ban bekas. Oleh karena itu, meskipun fogging dapat membantu mengurangi jumlah nyamuk dewasa sementara, hal ini tidak akan menyelesaikan masalah jangka panjang.
Untuk mencegah DBD secara efektif dalam jangka panjang, Soedjatmiko menekankan pentingnya pemberantasan larva atau jentik-jentik nyamuk. "Yang lebih efektif adalah membunuh larva nyamuk agar tidak berkembang menjadi nyamuk dewasa yang bisa menularkan penyakit," katanya.
Selain itu, dia menekankan pentingnya membersihkan lingkungan secara kolektif. Sebab, nyamuk dari rumah yang tidak terjaga kebersihannya bisa berpindah dan tetap menjadi ancaman.
Bagaimana Ciri-Ciri Anak Kena DBD?
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang seringkali sulit dibedakan dengan infeksi lainnya, terutama pada fase awal. Soedjatmiko menjelaskan bahwa gejala awal DBD sering kali mirip dengan penyakit lain seperti tifus atau influenza.
Menurutnya, ciri utama yang bisa dikenali adalah demam tinggi, tubuh lemas, dan rasa nyeri pada tubuh. Gejala-gejala ini bisa juga ditemukan pada infeksi lain, sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan DBD dengan penyakit lain, bahkan bagi tenaga medis sekalipun.
"Kadang-kadang pada hari pertama hingga ketiga, dokter pun masih kesulitan membedakan DBD dengan penyakit lainnya," kata Soedjatmiko kepada Health Liputan6.com.
Guna memastikan apakah anak terkena DBD, pemeriksaan laboratorium menjadi sangat penting. Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi hati dan aliran darah untuk memastikan diagnosisnya.
Soedjatmiko mengingatkan agar orang tua tidak hanya mengandalkan penilaian awal saja. Memeriksa anak secara menyeluruh dan melakukan tes laboratorium merupakan langkah yang tepat untuk mendapatkan diagnosis yang lebih pasti.
"Jika hanya mengandalkan pengamatan visual saja, kadang bisa keliru," tambahnya.
Selain itu, dia juga menegaskan pentingnya deteksi dini untuk mencegah terlambat dalam penanganan. "Jangan tunggu sampai terlambat, karena penanganan yang terlambat bisa sangat berbahaya," kata Soedjatmiko.
Â
Advertisement
Capai Nol Kematian Akibat Dengue pada 2030
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht, menghargai upaya Indonesia dalam melawan demam berdarah dengue dan menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.
Takeda berkomitmen mendukung kampanye #Ayo3MPlusVaksinDBD untuk meningkatkan kesadaran tentang pencegahan dengue. Dengan tidak adanya pengobatan spesifik, pencegahan melalui pengendalian nyamuk dan vaksinasi menjadi kunci.
Andreas mengungkapkan bahwa meskipun perjalanan kampanye pencegahan dengue tahun ini sudah menunjukkan kemajuan, pencapaian target Nol Kematian Dengue pada 2030 masih memerlukan usaha lebih.
Edukasi masyarakat tentang bahaya dengue dan cara pencegahannya sudah berkembang pesat, tetapi vaksinasi masih perlu diperluas.
Meskipun demikian, ada alasan optimis, seperti meningkatnya kesadaran keluarga dan perusahaan yang mulai mengadakan program vaksinasi.
"Indonesia juga telah memulai tiga program vaksinasi publik di Balikpapan, Samarinda, dan Probolinggo, memberikan momentum yang baik untuk mencapai tujuan tersebut," ujarnya.