Menkes Budi: Indonesia Masih Kekurangan Dokter Bidang Onkologi

Menkes Budi mengatakan bahwa Indonesia masih kekurangan dokter bidang onkologi atau yang menangani kanker.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 24 Nov 2024, 13:00 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2024, 13:00 WIB
Jabar Duduki Prevalensi Diabetes Tertinggi Kedua di Indonesia, Menkes Imbau Warga Bandung Cek Kesehatan Rutin
Menkes Budi Gunadi Sadikin. Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa Indonesia masih kekurangan dokter bidang onkologi atau yang menangani kanker.

“Persoalan terbesar dalam penanganan kanker di Indonesia adalah dokternya, kita tidak punya dokter onkologi yang cukup,” kata kata Menkes Budi.

Kekurangan dokter onkologi menyebabkan penanganan kanker pada dewasa maupun anak jadi tidak optimal. Kondisi ini membuat alat kesehatan sudah didistribusikan ke rumah sakit tidak dioperasikan dengan optimal lantaran dokter onkologi yang kurang.

Untuk mengatasi kekurangan dokter onkologi, dalam keterangan resmi Kemenkes disebutkan bahwa pemerintah mengambil langkah berani dengan meluncurkan program fellowship dan mengembalikan kolegium kepada Kementerian Kesehatan.

“Karena kita mau mempercepat program fellowship, sehingga dokter spesialis penyakit dalam bisa melakukan kemoterapi,” kata Budi.

Lebih lanjut, Budi mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah menjalin kerja sama dengan pemerintah Tiongkok, India, Jepang, dan Korea. Keempat negara itu jadi tempat belajar 100 dokter setiap tahunnya.

Selain kanker, seratus dokter ini akan mengikuti program fellowship dalam bidang seperti kardiologi intervensional. Durasi pelatihan berkisar antara 6 hingga 24 bulan.

Kenapa harus ke luar negeri? Kebijakan ini diambil lantaran terbatasnya kapasitas pendidikan di dalam negeri untuk program fellowship.

Menkes Budi Minta Dukungan Kolegium

Budi pun berharap program tersebut bisa didukung berbagai pihak termasuk kolegium. Tanpa dukungan kolegium, program peningkatan jumlah dokter spesialis yang berkualitas untuk kemoterapi dan intervensi medis akan sulit diwujudkan.

“Bagi sebagian kelompok, upaya ini tidak populer, tapi kita harus ingat 234 ribu orang meninggal setiap tahunnya,” kata Budi.

Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah dokter yang mampu menangani kanker, sehingga lebih banyak pasien dapat diselamatkan dari bahaya kanker karena penyakitnya ditangani lebih cepat.

Kasus Kanker di Indonesia

Ilustrasi
Ilustrasi kanker payudara. (dok. pexels/Ave Calvar Martinez)

Di Indonesia ada total 396.914 kasus kanker berdasarkan laporan Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari World Health Organization (WHO) pada 2020.

Dari angka tersebut, kanker payudara menempati urutan tertinggi dalam kasus kanker, yakni sebesar 16,6 persen dengan total sebanyak 65.858 kasus.

Setelah kanker payudara, peringkat kedua adalah kanker serviks dengan persentase 9,2 persen dari total kasus kanker di Indonesia atau 36.633 kasus. Pada peringkat ketiga adalah kanker paru-paru dengan persentase 8,8 persen atau sebanyak 34.189 kasus.

Kemudian kanker kolorektal 8,6 persen atau sebanyak 34.189 kasus, serta kanker hati sebanyak 21.392 kasus atau 5,4 persen dari total kasus kanker di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sisanya terdapat kanker lainnya sebanyak 204.059 kasus atau sebanyak 51,4 persen dari total kasus kanker di Indonesia.

Fakta Kanker

Guru Besar FKUI Jabarkan Pentingnya Pusat Kanker Komprehensif dan Multidisiplin Onkologi
Kanker Foto: Freepik.

Kanker adalah salah satu penyakit serius yang melibatkan pertumbuhan sel-sel abnormal secara cepat dan tidak terkendali. Penyakit ini dapat menyerang hampir seluruh bagian tubuh dan memiliki berbagai jenis serta subjenis yang mempengaruhi banyak orang.

Faktor penyebab kanker sering kali bervariasi dan tidak selalu dapat diidentifikasi secara pasti. Namun, beberapa di antaranya melibatkan gaya hidup yang kurang sehat dan paparan faktor risiko tertentu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya