Liputan6.com, Jakarta Pihak kepolisian mengamankan 689 konten video dan gambar pornografi berkaitan dengan anak-anak.Terkait hal ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengapresiasi upaya Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus penjualan konten pornografi anak secara daring.
“Kami mengapresiasi Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus ini. Langkah ini berdampak signifikan dalam melindungi anak-anak Indonesia dari ancaman kejahatan siber. Pengungkapan 689 konten porno ini berhasil mencegah berlipatgandanya kasus serupa dan menekan ancaman terhadap anak-anak kita,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
Nahar juga menekankan pentingnya peran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam penanganan kasus ini. Dia mengingatkan bahwa penyebaran konten pornografi anak dapat berdampak buruk bagi perkembangan anak, baik secara fisik maupun psikologis.
Advertisement
“Kita perlu waspada terhadap bahaya adiksi game online, pornografi, dan penyalahgunaan teknologi informasi lainnya yang dapat merusak otak anak-anak kita.”
“Oleh karena itu, orangtua harus lebih perhatian kepada anak-anak mereka, memberikan pengawasan yang ketat terhadap aktivitas online dan memberikan pujian kepada anak mereka. Daripada pujian diberikan predator di media sosial, lebih baik orangtua hadir memberikan perhatian langsung. Kita harus memastikan anak-anak aman dari bahaya ini karena dampaknya jangka panjang,” imbau Nahar.
Gunakan Aplikasi Telegram untuk Jajakan Konten Porno
Dalam kesempatan yang sama, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan pelaku berinisial RYS (29) menjual konten-konten negatif tersebut lewat aplikasi Telegram.
Dalam aksinya, tersangka menawarkan paket langganan murah kepada konsumennya, yakni mulai dari Rp 10.000 hingga Rp 15.000 untuk tiga bulan.
“Tersangka menjual konten asusila, termasuk video yang melibatkan anak di bawah umur. Beberapa video yang ditemukan menunjukkan anak-anak di bawah 18 tahun dan penyidik masih mendalami kasus ini lebih lanjut,” ujar Kombes Polisi Ade Ary Syam Indradi
“Tersangka menjual akses ke grup Telegram dengan biaya rendah, yakni Rp10 ribu hingga Rp15 ribu untuk tiga bulan, atau sekitar Rp3.300 hingga Rp5.000 per bulan. Ini sangat memprihatinkan, terutama jika anak-anak menjadi anggota grup tersebut,” tambahnya.
Advertisement
Ancaman bagi Tersangka
Nahar menyampaikan, tersangka dapat dijerat dengan Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (ll dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Pasal 27 ayat (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.
Pasal Lainnya
Tersangka menurut Nahar juga dapat dikenakan dengan Pasal 4 ayat (1) jo Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 4 ayat (1), yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.”
“Pasal 29 Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)”.
Lebih lanjut, Nahar menyampaikan bahwa Kemen PPPA berupaya meningkatkan program pencegahan melalui pelatihan pengasuhan, edukasi masyarakat, dan mendorong masyarakat untuk segera melapor jika menemukan konten pornografi atau mengetahui kasus eksploitasi anak.
“Jika menemukan konten pornografi atau anak yang menjadi korban pornografi, kami minta masyarakat segera melapor polisi terdekat atau bisa juga melapor ke layanan pengaduan SAPA 129. Dengan kerjasama semua pihak, kita bisa menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak kita,” pungkasnya.
Advertisement