Liputan6.com, Jakarta - Ramadhan adalah momen tepat untuk membangun gerakan ramah anak.
Hal ini disampaikan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Bidang Pendidikan, Waktu Luang, Budaya dan Agama, Aris Adi Leksono.
Advertisement
Menurutnya, aktivitas selama Ramadhan tidak sama dengan biasanya. Jam kerja lebih pendek, banyak aktivitas yang bisa dilakukan di lingkungan rumah, semangat menghidupkan nilai spiritual cukup tinggi, dan kepedulian sosial meningkat.
Advertisement
“Sehingga sangat memungkinkan untuk memberikan perhatian khusus pada anak, khususnya di lingkungan keluarga,” kata Aris kepada Health Liputan6.com lewat keterangan tertulis dikutip Senin (3/3/2025).
Menghidupkan Ramadhan dengan semangat ramah anak merupakan bagian dari ikhtiar mewujudkan solusi atas situasi perlindungan anak saat ini. Data Susenas (2022-2023) terkait situasi pengasuhan anak di Indonesia menunjukkan, 2,85 persen balita mendapat pengasuhan tidak layak. Ada 3,59 persen anak yang tidak tinggal bersama kedua orangtua, selain itu 12,25 persen anak yang makan/belajar makan tidak bersama orangtua/wali (Profil Anak, 2022).
Situasi pengasuhan yang demikian menunjukkan kurangnya afeksi dan kelekatan antar anggota keluarga. Hal ini akan berakibat pada banyaknya angka perceraian dan ancaman krisis moral dan karakter. Ini berdampak negatif terhadap tumbuh kembang anak.
Situasi kesehatan mental anak juga tidak sedang baik-baik saja. Data Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), 2023 menunjukkan, 1 dari 3 anak usia 10-17 tahun memiliki masalah Kesehatan mental. Serta 1 dari 20 remaja Indonesia memiliki gangguan mental dalam 12 bulan terakhir.
Situasi kesehatan mental yang demikian berimplikasi kerentanan anak pada lingkungan kekerasan atau mendorong perilaku menyimpang lainnya.
Beragam Permasalahan Anak Indonesia
Sementara, data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 menunjukkan 30 dari 100 anak laki-laki dan perempuan usia 13 - 17 tahun pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan emosional atau lebih dalam 12 bulan terakhir.
Selain itu hasil penelitian menunjukkan, semakin maraknya teknologi dalam seluruh aspek kehidupan memengaruhi pola interaksi keluarga, pengasuhan, serta risiko terjadinya perilaku menyimpang dan kekerasan.
Data survei tersebut terkonfirmasi dengan jumlah pengaduan pelanggaran perlindungan anak yang diterima KPAI.
Advertisement
Kasus Pelanggaran Perlindungan Anak yang Diterima KPAI
Rentang tahun 2020 hingga 2024, KPAI menerima 23.089 aduan kasus pelanggaran perlindungan anak. Kasus tertinggi terjadi di lingkungan keluarga (51,1 persen), disusul terjadi di lingkungan pendidikan (15,9 persen), serta kasus kekerasan kepada anak mencapai (33 persen), termasuk di dalamnya kekerasan yang terjadi secara daring.
Data tersebut, semakin menunjukkan kerentanan anak di lingkungan keluarga, sehingga berimplikasi pada menurunnya kesehatan mental anak, mudah menjadi korban/pelaku kekerasan, serta berdampak menurunnya karakter dan perilaku menyimpang anak.
Dampak fatal situasi ini juga ditunjukkan banyaknya anak mengakhiri hidup, data KPAI menunjukkan terdapat 46 anak mengakhiri hidup di tahun 2024. Situasi ini harus disikapi serius, karena akan mengancam generasi masa depan Indonesia.
Tumbuh kembang anak dengan situasi kerentanan tersebut dipastikan akan menjadi ancaman bonus demografi, dan pada akhirnya generasi emas yang dicita-citakan hanyalah ilusi belaka.
Mewujudkan Ramadhan Ramah Anak
Salah satu langkah tepat untuk menjawab situasi anak tersebut adalah menjadikan Ramadhan sebagai momentum membangun gerakan ramah anak, terutama dalam upaya pemenuhan hak anak. Karena dengan terpenuhinya hak anak, maka anak akan tumbuh kembang dengan mental yang sehat, terhindar dari perilaku menyimpang dan lingkungan kekerasan.
Gerakan Ramadhan ramah anak bisa diwujudkan dalam optimalisasi pemenuhan hak pengasuhan, pendidikan, dan kesejahteraan.
Ramadhan bisa menjadi momentum yang baik untuk optimalisasi hak pengasuhan anak dalam berbagai aspek, antara lain:
Peningkatan Kualitas Waktu Bersama
Selama bulan Ramadhan, keluarga seringkali memiliki lebih banyak waktu untuk berkumpul, terutama saat sahur dan berbuka puasa.
Ini adalah kesempatan untuk memperkuat ikatan emosional antara orangtua dan anak.
Pendidikan dan Pembentukan Karakter
Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk mendidik anak tentang nilai-nilai keagamaan, seperti sabar, empati, dan berbagi.
Orangtua dapat mengajarkan anak-anak tentang makna puasa dan pentingnya berbuat baik.
Kegiatan Sosial dan Pengasuhan
Mengajak anak untuk terlibat dalam kegiatan sosial seperti berbagi makanan kepada yang membutuhkan bisa mengajarkan mereka tentang kepedulian dan tanggung jawab sosial.
Dukungan Emosional
Ramadhan juga bisa menjadi waktu untuk memberikan dukungan emosional kepada anak-anak, terutama dalam memahami pentingnya toleransi dan saling menghormati antar sesama.
Membangun Rutinitas Sehat
Kebiasaan baik, seperti tidur yang cukup, pola makan sehat, dan aktivitas fisik, dapat ditanamkan selama bulan Ramadhan dan berlanjut setelahnya. Ini penting untuk perkembangan fisik dan mental anak.
Membangun Kemandirian
Selama Ramadhan, anak-anak dapat diajarkan untuk membuat pilihan sendiri, seperti kapan mereka ingin belajar tentang nilai-nilai puasa dan berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan.
“Dengan mayoritas penduduk muslim berikhtiar memenuhi hak-hak tersebut selama momen Ramadhan, diharapkan tumbuh self control dan mental yang sehat pada diri anak, sehingga akan terwujud pribadi anak yang berkarakter, berakhlak mulia, terhindar dari pengaruh pergaulan negatif, serta mampu membatasi aktivitas dirinya dengan dunia digital secara proporsional,” pungkas Aris.
Advertisement
