Pengantin Baru Sering Gagal `ML`, Mungkin karena Vaginismus

Jika pasangan pengantin baru itu terus menerus kesulitan bercinta bisa jadi karena vaginismus sehingga suami tak kunjung penetrasi.

oleh Melly Febrida diperbarui 07 Jul 2013, 19:00 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2013, 19:00 WIB
sex30402b.jpg
Pasangan pengantin baru yang masih perawan berharap bisa berhubungan intim (making love/ML) dengan suaminya di malam pertama. Namun, jika pasangan pengantin baru itu terus menerus kesulitan bercinta bisa jadi karena vaginismus sehingga suami tak kunjung penetrasi.

Vaginismus di dunia kedokteran termasuk masalah pada organ reproduksi wanita karena masalah psikoseksual yang membuat penis, jari atau objek lain sulit masuk ke dalam liang vagina, walaupun wanita tersebut menginginkannya. Vaginismus merupakan salah satu jenis disfungsi seksual wanita paling sering ditemui.

Masalah seksual ini memang jarang dibicarakan. Terapis Seks Matty Silver mengatakan, ini karena banyak wanita dari latar belakang budaya atau agama melihat seks sebelum menikah tidak diperbolehkan.

Wanita yang menderita vaginismus menemukan hubungan seksual yang tidak berhasil atau sangat menyakitkan.

"Kondisi ini disebabkan oleh kontraksi involunter di otot-otot sekitar pintu masuk vagina. Kejang menyempitkan mulut vagina, sehingga hampir tidak mungkin untuk melakukan hubungan intim. Pria jadi tidak bisa menembus, rasanya seperti ia telah menabrak dinding batu bata," kata terapis dari Australia seperti dikutip Stuff, Minggu (7/7/2013).

Vaginismus sering dialami pada, atau setelah, malam pernikahan. Jika pasangan tak mengerti, lanjut Silver, kondisinya akan menyedihkan.

"Wanita dengan vaginismus mungkin merasa canggung secara seksual dan bisa merasa malu yang intens dan gagal," katanya lagi.

Tak hanya itu, Silver mengatakan, pasangan pria juga bisa kehilangan hasrat seksual dan mengalami masalah ereksi.

Kombinasi kesulitan ereksi dan vaginismus ini bisa menyakiti keduanya. Suami bisa kehilangan ereksi setiap kali mencoba menembus. Atau ia mengalami ejakulasi sebelum bisa menembus.

"Ini tabu sehingga pasangan sering sangat malu untuk membicarakannya dengan keluarga atau teman dan diam dalam penderitaan," ujarnya.

Istri yang mengalami vaginismus sering menghindari pertanyan dari keluarga tentang mengapa keduanya belum memiliki anak. Belum lagi perasaan sedih ketika teman-temannya bercerita tentang kehidupan seksualnya yang hebat.

"Beberapa pasangan membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum akhirnya mencari bantuan dan kemudian mereka sering salah didiagnosa," jelasnya.

Menurutnya, banyak dokter dan terkadang ginekolog tak tahu tentang kondisi vaginismus.

"Klien saya sering mengatakan `tak ada yang salah dengan Anda, itu semua di kepala Anda`. `Terus mencoba, Anda akan terbiasa dengannya`, `gunakan krim anastesi atau minum alkohol bisa membuat Anda lebih santai`," ujarnya.

Bahkan, Silver mengatakan, beberapa wanita ada yang diberitahu vaginanya terlalu sempit dan perlu operasi untuk memperluasnya atau perlu menjalani hymenectomy (prosedur untuk menghilangkan semua atau bagian dari selaput dara).

Silver menceritakan, sebagian besar wanita di Australia yang mengalami vaginismus merupakan profesional berpendidikan universitas di usia pertengahan dan akhir 20-an tahun.

Selain terlalu religius, pasangan tersebut bisa saja menghormati keluarga dan budayanya sehingga memutuskan tak melakukan hubungan seks sebelum menikah.

"Salah satu klien saya baru-baru ini mengatakan kepada saya ia hanya ingin menjadi anak baik, tapi marah karena dia menunggu lama dan sekarang berakhir dengan masalah ini," kata Silver.

(Mel)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya