FCTC Dianggap Melarang Rokok secara Total, AMTI Tolak Ratifikasi

Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia menolak rencana pemerintah meratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau

oleh Gabriel Abdi Susanto diperbarui 27 Jul 2013, 15:17 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2013, 15:17 WIB
who-rokok-130531b.jpg
Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia menolak rencana pemerintah melalui Kementerian Kesehatan untuk meratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari organisasi kesehatan dunia (WHO).

Ketua Dewan Pembina AMTI, Muhaimin Moeftie, di Jakarta, Jumat 26 Juli , menegaskan ratifikasi FCTC akan sangat berdampak terhadap pada jutaan lapangan pekerjaan di sektor pertanian dan industri tembakau secara nasional.

"Kami telah sampaikan sikap ini dalam pertemuan dengan Menteri Kesehatan, bahwa kami menerima PP 109 Tahun 2012 untuk dijalankan, namuun kami menentang rencana aksesi FCTC yang saat ini didorong oleh Kemenkes," kata Moeftie seperti dikutip dari Antara, Sabtu (27/7/2013).
    
Menurut dia, tak ada bukti yang menunjukan bahwa dengan meratifikasi FCTC akan dapat meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia.
    
"Aksesi FCTC dapat mengancam lebih dari enam juta penduduk Indonesia yang mata pencahariannya tergantung oleh Industri Hasil Tembakau (IHT), yang terdiri dari dua juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 600 ribu pekerja pabrik rokok dan 2 juta pedagang di seluruh Indonesia," katanya.
    
AMTI mengapresiasi dan mendukung terwujudnya peraturan nasional tentang produk tembakau yang tidak hanya akan melindungi kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya permasalahan merokok di kalangan anak, tetapi juga melindungi kelangsungan industri tembakau nasional.
    
Di tempat yang sama, Wakil Sekjen AMTI, Agung Suryanto mengatakan bahwa isi dari FCTC tersebut sangat tidak berpihak pada pelaku industri hasil tembakau (HTI) karena FCTC itu sudah bergeser maknanya dari pengendalian menjadi pelarangan total.
    
Agung mengatakan bahwa dalam penolakan FCTC tersebut pihaknya telah melakukan perundingan sebelumnya dengan pihak Kementerian Kesehatan. Pada intinya, lanjut Agung, AMTI meminta adanya berimbangan regulasi antara mengatur  kesehatan masyrakat dan menjaga keberlangsungan industri produk tembakau.
    
"AMTI tidak anti regulasi, yang berimbang dan diatur sebaik-baiknya. FCTC sudah terlalu ke arah yang melakukan pelarangan-pelarangan yang berdampak negatif pada negara," ujar Agung.

Rugi Rp10 Triliun
Sementara itu, Bendahara Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) I Ketut Budiman, mengatakan, petani tembakau Indonesia dinilai akan menderita kerugian hingga Rp 10 triliun, bila pemerintah meratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau itu.
    
"Jika memang peraturan ini benar-benar diresmikan pemerintah maka akan ada 100.000 ton cengkeh atau tembakau yang bakal terlantar atau senilai hampir Rp 10 triliun yang akan terbuang," katanya.
    
Menurut dia, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ratifikasi FCTC bakal berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat. Sebaliknya, ratifikasi FCTC bakal membuat lapangan pekerjaan berkurang drastis.
    
FCTC awalnya bertujuan untuk mengamankan petani tembakau jika konsumsi rokok menurun. Seiring berjalannya waktu, FCTC berubah mendorong petani untuk mengkonversi tanaman tembakau, dinilai sebagai zat adiktif, dengan tanaman lain.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya