`Dosa-dosa` Dokter Ayu, Dokter Hendry & Dokter Hendy di Mata MA

Tiga dokter kini jadi sorotan publik karena kasus malpraktik dalam penangangan kelahiran cesar yang menyebabkan korban meninggal.

oleh Kusmiyati diperbarui 25 Nov 2013, 16:17 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2013, 16:17 WIB
tangkap-dokter-131118b.jpg

Tiga dokter kini jadi sorotan publik karena kasus malpraktik dalam penangangan kelahiran cesar yang menyebabkan korban meninggal. Ketiga dokter itu adalah dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr Hendry Simanjuntak, dr Hendy Siagian.

Ketiga dokter itu membantu proses operasi cesar persalinan korban bernama Julia Siska Makatey (25 tahun) pada Sabtu 10 April 2010 pukul 22.00 WITA di Ruangan Operasi Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandouw Malalayang Kota Manado.

Usai operasi korban meninggal dunia karena terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

Kasus dengan korban meninggal Julia Siska Makatey itu akhirnya bergulir ke pengadilan. Namun Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/ PN.MDO tanggal 22 September 2011 memutuskan ketiga dokter tersebut tidak terbukti. bersalah

Pengadilan memutuskan ketiga dokter itu tidak terbukti bersalah dan membebaskan Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa III oleh karena itu dari semua dakwaan. Serta memulihkan hak Para Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.

Namun jaksa melakukan banding ke Mahkamah Agung. Dan berdasarkan putusan Nomor 365 K/Pid/ 2012 pada 18 September 2012, MA mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Manado.

MA juga membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/PN.MDO tanggal 22 September 2011. MA juga Menyatakan Para Terdakwa: dr Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr Hendy Siagian (Terdakwa III) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain".

MA juga menjatuhkan pidana terhadap Para Terdakwa : dr Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr Hendy Siagian (Terdakwa III) dengan pidana penjara masing-masing selama 10 bulan.

Ketiga dokter tersebut sempat menjadi buron dan baru 2 dokter yang ditangkap yaitu dr Dewa Ayu Sasiary Prawani ditangkap dr Hendry Simanjuntak (Terdakwa II).

dr Dewa Ayu Sasiary Prawani ditangkap tempat praktiknya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan Kalimantan Timur pada 8 Nopember 2013. Sedangkan dr Hendry Simanjuntak ditangkap pada Sabtu 23 Nopember 2013 di rumah kakeknya di Siborong-borong Sumatra Utara.

Kesalahan si 3 dokter

Berikut `dosa-dosa` ketiga dokter tersebut yang dilansir dalam putusan MA seperti dikutip Senin (25/11/2013):

Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum karena seharusnya Majelis Hakim dapat mempertimbangkan unsur subyektif maupun unsur obyektif berdasarkan alat-alat bukti yang sah daIam perkara ini yaitu keterangan saksi-saksi, bukti surat, petunjuk serta keterangan Terdakwa, diperoleh fakta bahwa :

1. Berdasarkan keterangan dari saksi dr. HERMANUS JAKOBUS LALENOH, Sp. An. bahwa jawaban konsul terhadap surat konsul yang dikirim oleh bagian kebidanan kepada bagian anestesi tersebut yang menyatakan: pada prinsipnya kami setuju untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko tinggi, oleh karena ini adalah operasi darurat maka mohon dijelaskan kepada keluarga risiko yang bisa terjadi "darut"/ sebelum operasi atau "post"/ usai operasi.

Bahwa penyebab udara masuk dari setiap pembuluh darah balik yang terbuka yaitu dari infus atau dari suntikan obat tetapi dalam kepustakaan dikatakan udara yang masuk dari pembuluh darah balik ini hanya bisa menyebabkan kecelakaan penting yang kalau dia di atas 25 mg dan kalau di bawah tidak akan menyebabkan apa-apa.

Kemudian dalam kenyataan pemberian obat dari infus tidak pernah masuk udara karena dari suntik disposible untuk masuk udara, selanjutnya dari kepustakaan yang saksi baca dan saksi dapat dalam pendidikan saksi yaitu kemungkinan yang bisa juga adalah terutama dalam operasi persalinan bahkan di dalam aturan dikatakan bahwa udara bisa masuk sering terjadi pada operasi bedah saraf dengan posisi pasien setengah duduk bisa terjadi pada saat dia terkemuka itu udara bisa masuk.

Pada bagian kebidanan yang bisa sering terjadi bukan saja pada SECTIO CESARIA tetapi juga pada kuretase bahkan dalam laporan kasus yaitu untuk hubungan intim dimana suami memakai oral itu bisa terjadi masuk udara, kasus ini memang jarang tetapi bisa saja terjadi.

Jadi pada waktu bayi lahir plasenta terangkat pembuluh darah itu terbuka yaitu pembuluh darah arteri/ pembuluh darah yang pergi yang warna merah dan pembuluh darah balik/ arteri yang warna hitam. Jadi kemungkinan udara yang masuk berdasarkan hasil visum bisa saja terjadi dari beberapa hal tadi, selanjutnya tugas anestesi dalam hal ini telah selesai karena pasien/ korban sudah membuka mata dan bernapas spontan kecuali jika saat pasien sebelum dirapihkan semua kemudian meninggal maka masih merupakan tugas dan tanggung jawab dari anestesi dan kebidanan.

2. Berdasarkan keterangan dari saksi Prof. Dr. NAJOAN NAN WAROUW, Sp.OG. bahwa Terdakwa I (satu) mengatakan : operasi terhadap pasien/ korban telah selesai dilaksanakan dan pada saat operasi dilakukan yaitu sejak sayatan dinding perut pertama sudah mengeluarkan darah hitam, selama operasi dilaksanakan kecepatan nadi tinggi yaitu 160 (seratus enam puluh) x per menit , saturasi oksigen hanya berkisar 85 % (delapan puluh lima persen) sampai dengan 87% (delapan puluh tujuh persen).

Setelah operasi selesai dilakukan kecepatan nadi pasien/ korban adalah 180 (seratus delapan puluh) x per menit dan setelah selesai operasi baru dilakukan pemeriksaan EKG/ periksa jantung yang dilakukan oleh bagian penyakit dalam dan saksi menanyakan apakah sudah dilakukan pemeriksaan jantung karena saksi berpikir keadaan ini penyebabnya dari jantung.

Serta dijawab oleh Terdakwa I (satu) sementara dilakukan pemeriksaan dan hasilnya sudah ada yaitu bahwa pada penderita terjadi "Ventrikel Tachy Kardi" (denyut nadi yang cepat) tetapi saksi mengatakan bahwa itu bukan "Ventrikel Tachy Kardi" (denyut nadi yang cepat). Jika denyut nadi sudah di atas 160 x per menit tetapi "Fibrilasi" yaitu pertanda bahwa pada jantung terjadi kegagalan yang akut dan pasti pasien akan meninggal karena biasanya kegagalan akut itu karena "emboli" (penyumbatan pembuluh darah oleh suatu bahan seperti darah, air ketuban, udara, lemak, trombus dan komponen-komponen lain).

Serta pasien/ korban pasti meninggal, selanjutnya dikabarkan bahwa pada waktu kurang lebih pukul 22.20 WITA, pasien/ korban dinyatakan meninggal dunia oleh bagian penyakit dalam.

3. Berdasarkan keterangan dari Ahli dr. ROBBY WILLAR, Sp.A. bahwa pada saat plasenta keluar, pembuluh darah yang berhubungan dengan plasenta terbuka dan udara bisa masuk dari plasenta tetapi tidak berpengaruh terhadap bayi karena sebelum plasenta dikeluarkan bayi sudah dipotong/ bayi lebih dulu keluar kemudian tali pusat/ plasenta dipotong.

4. Berdasarkan keterangan dari Ahli JOHANNIS F. MALLO, SH. Sp.F. DFM. bahwa infus dapat menyebabkan emboli udara tetapi kecil kemungkinan dan hal tersebut dapat terjadi karena efek venturi, kemudian kapan efek venturi terjadi yaitu korban meninggal dunia pukul 22.20 WITA, infus 20 tetes = 100 cc/ menit, operasi dilakukan pukul 20.55 WITA, anak lahir pukul 21.00 WITA dalam hal ini udara sudah masuk terlebih dulu kemudian dilaksanakan operasi, maka 30 menit sebelum pelaksanaan operasi sudah terdapat 35 cc udara.

Para Terdakwa telah melakukan tindakan kedokteran dan telah menimbulkan kerugian terhadap korban yaitu korban meninggal dunia, sehingga dengan demikian maka unsur-unsur sebagaimana yang telah didakwakan oleh kami Jaksa/ Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan tersebut telah terpenuhi menurut hukum.

Bahwa unsur "kelalaian" yaitu : Bahwa keterangan dari saksi Prof. Dr. NAJOAN NAN WAROUW, Sp.OG., Terdakwa I (satu) melaporkan ketuban pasien/ korban sudah dipecahkan di Puskesmas dan jika ketuban sudah pecah berarti air ketuban sudah keluar semua.

Selanjutnya sejak Terdakwa I (satu) mengawasi korban pada pukul 09.00 WITA sampai dengan pukul 18.00 WITA tindakan yang dilakukan oleh Terdakwa I (satu) hanya pemeriksaan tambahan dengan "USG (Ultrasonografi)" dan sebagian tindakan medis yang telah dilakukan tidak dimasukkan ke dalam rekam medis.

Dan Terdakwa I (satu) sebagai ketua residen yang bertanggung jawab saat itu tidak mengikuti seluruh tindakan medis beserta rekam medis termasuk Terdakwa I (satu) tidak mengetahui tentang pemasangan infus yang telah dilakukan terhadap korban.

Bahwa ternyata pada pukul 18.30 WITA tidak terdapat kemajuan persalinan pada korban, Terdakwa I (satu) melakukan konsul dengan konsulen jaga dan setelah mendapat anjuran, Terdakwa I (satu) mengambil tindakan untuk dilakukan CITO SECSIO SESARIA, kemudian Terdakwa I (satu) menginstruksikan kepada saksi dr. HELMI untuk membuat surat konsul ke bagian anestesi dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap dan setelah mendapat jawaban konsul dari saksi dr. HERMANUS JAKOBUS LALENOH, Sp.An. yang menyatakan bahwa pada prinsipnya setuju untuk dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko tinggi, oleh karena ini adalah operasi darurat maka mohon dijelaskan kepada keluarga resiko yang bisa terjadi sebelum operasi atau usai operasi.

Terdakwa I (satu) menugaskan kepada dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa Ill) untuk memberitahukan kepada keluarga pasien/ korban tetapi ternyata hal tersebut tidak dilakukan oleh Terdakwa III (tiga) melainkan Terdakwa III (tiga) menyerahkan "informed consent"/ lembar persetujuan tindakan kedokteran tersebut kepada korban yang sedang dalam posisi tidur miring ke kiri dan dalam keadaan kesakitan dengan dilihat oleh dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) dari jarak kurang lebih 7 (tujuh) meter, dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dari jarak kurang lebih 3 (tiga) meter sampai dengan 4 (empat) meter juga turut diketahui dan dilihat oleh saksi dr. HELMI.

Tetapi ternyata tanda tangan yang tertera di dalam lembar persetujuan tersebut adalah tanda tangan karangan sesuai dengan hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik pada tanggal 09 Juni 2010 NO.LAB. : 509/DTF/2011, yang dilakukan oleh masing-masing lelaki Drs. SAMIR, S.St. Mk., lelaki ARDANI ADHIS, S. A.Md. dan lelaki MARENDRA YUDI L. SE., menyatakan bahwa tanda tangan atas nama SISKA MAKATEY alias JULIA FRANSISKA MAKATEY pada dokumen bukti adalah tanda tangan karangan/ "Spurious Signature".

Selanjutnya korban dibawa ke kamar operasi pada waktu kurang lebih pukul 20.15 WITA dalam keadaan sudah terpasang infus dan pada pukul 20.55 WITA dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I) sebagai operator mulai melaksanakan operasi terhadap korban dengan dibantu oleh dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) sebagai asisten operator I (satu) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) sebagai asisten operator II (dua).

Bahwa selama pelaksanaan operasi kondisi nadi korban 160 (seratus enam puluh) x per menit dan saat sayatan pertama mengeluarkan darah hitam sampai dengan selesai pelaksanaan operasi, kemudian pada pukul 22.00 WITA setelah operasi selesai dilaksanakan kondisi nadi korban 180 (seratus delapan puluh) x per menit dan setelah selesai operasi baru dilakukan pemeriksaan EKG/ periksa jantung oleh bagian penyakit dalam.

Selanjutnya berdasarkan keterangan Ahli JOHANNIS F. MALLO, SH. Sp.F. DFM. bahwa 30 menit sebelum pelaksanaan operasi sudah terdapat 35 cc udara di dalam tubuh korban.

Bahwa pada saat pelaksanaan operasi, Terdakwa I (satu) melakukan sayatan sejak dari kulit, otot, uterus serta rahim dan pada bagian-bagian tersebut terdapat pembuluh darah yang sudah pasti ikut terpotong dan saat bayi lahir, plasenta keluar/ terangkat sehingga pembuluh darah yang berhubungan dengan plasenta yaitu pembuluh darah arteri dan pembuluh darah balik terbuka dan udara bisa masuk dari plasenta.

Kemudian berdasarkan hasil Visum et Repertum disebutkan bahwa udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup. Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari persalinan itu sendiri.

Sebab kematian si korban adalah akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

Tindakan salah yang dilakukan


Dengan demikian Para Terdakwa lalai untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi yang tertentu.

Para Terdakwa telah melakukan penyimpangan kewajiban.

Para Terdakwa telah menimbulkan kerugian dengan tindakan kedokteran yang telah dilakukan oleh Para Terdakwa terhadap korban

Para Terdakwa telah menimbulkan suatu hubungan sebab akibat yang nyata yaitu terdapatnya tindakan kedokteran dari Para Terdakwa dengan suatu keadaan korban yang dikatakan darurat sejak tidak terdapat kemajuan persalinan pada pukul 18.30 WITA.

Tetapi yang seharusnya sejak korban datang dengan surat rujukan dari Puskesmas dan masuk ke ruang Instalasi Rawat Darurat Obstetrik keadaan korban sudah dapat dikatakan darurat. Kemudian sejak diketahuinya ketuban dari korban yang telah pecah sejak di Puskesmas, rekam medis yang tidak dibuat sepenuhnya dalam setiap tindakan medis yang dilakukan, pemasangan infus dengan jenis obat yang tidak diketahui oleh Para Terdakwa sampai dengan dikeluarkannya resep obat secara berulang kali hingga ditolak oleh pihak apotik.

Tidak terdapatnya koordinasi yang baik di dalam tim melakukan tindakan medis, terdapatnya "25 informed consent"/ lembar persetujuan tindakan kedokteran. Sedangkan Para Terdakwa berpendapat bahwa tindakan kedokteran yang dilakukan adalah tindakan CITO/ darurat. Tidak adanya tindakan persiapan jika korban secara tiba-tiba mengalami keadaan darurat seperti EKG/ pemeriksaan jantung baru dilakukan setelah korban selesai dioperasi dengan kondisi gawat, yang seharusnya seluruh tindakan medis dan tindakan kedokteran yang dilakukan oleh Para Terdakwa tersebut sebelumnya telah dapat dibayangkan dengan cara berpikir, pengetahuan atau kebijaksanaan sesuai pengetahuan, keahlian dan moral yang dimiliki oleh Para Terdakwa berdasarkan Standar Operasional

Prosedur (SOP) sehingga seluruh tindakan kedokteran yang dilakukan oleh Para Terdakwa tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap korban yaitu korban meninggal dunia.

Bahwa dengan didasarkan hal-hal tersebut di atas, sehingga kami Jaksa/ Penuntut dalam perkara ini berpendapat bahwa Para Terdakwa turut terbukti sebagaimana dimaksud dalam dakwaan dari kami Jaksa Penuntut Umum, dan karena itu, Para Terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan.

Keputusan MA

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat dengan pertimbangan sebagai berikut :

1 Judex Facti salah menerapkan hukum, karena tidak mempertimbangkan dengan Bahwa alasan-alasan kasasi Jaksa/ Penuntut Umum dapat dibenarkan karena

2 Para Terdakwa sebelum melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap korban

3 Perbuatan Para Terdakwa melakukan operasi terhadap korban Siska Makatey benar hal-hal yang relevan secara yuridis, yaitu berdasarkan hasil rekam medis No. No. 041969 yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. ERWIN GIDION KRISTANTO, SH. Sp.F. bahwa pada saat korban masuk RSU (Rumah Sakit Umum) Prof. R. D. Kandou Manado, keadaan umum korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat; dilakukan, Para Terdakwa tanpa menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang kemungkinan yang dapat terjadi terhadap diri korban; yang kemudian terjadi emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru kemudian terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung;

4 Perbuatan Para Terdakwa mempunyai hubungan kausal dengan meninggalnya korban Siska Makatey sesuai Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandou Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan ;

Hal-hal yang memberatkan:

1 Sifat dari perbuatan Para Terdakwa itu sendiri yang mengakibatkan korban meninggal dunia;

Hal-hal yang meringankan :
1 Para Terdakwa sedang menempuh pendidikan pada Program Pendidikan Dokter
2 Para Terdakwa belum pernah dihukum;

• Menyatakan Para Terdakwa : dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I), dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain”;

• Menjatuhkan pidana terhadap Para Terdakwa : dr. DEWA AYU SASIARY PRAWANI (Terdakwa I), dr. HENDRY SIMANJUNTAK (Terdakwa II) dan dr. HENDY SIAGIAN (Terdakwa III) dengan pidana penjara masing-masing selama 10 (sepuluh) bulan.

(Igw)

Baca Juga:

Kronologi Penangkapan dr. Hendry Simanjuntak


Setelah dr Ayu, Kini dr Hendry Juga Dijebloskan ke Penjara

Inilah Kronologi Kasus Penangkapan Dokter Ayu

Kejanggalan dalam Kasus Dr. Ayu Menurut YPKKI, Apa Saja?

Pakar : Dokter Ayu Tak Pantas Ditahan

Dokter Kandungan Mau Mogok, IDI Minta Doa Saja

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya