Bercermin pada kasus yang melibatkan dokter Ayu cs di Manado membuat Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (MKEK PB-IDI) dan Majelis Kehormatan Etika Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) mengadakan simposium dan rapat di Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Kemuliaan, Jakarta Pusat, Minggu (15/12/2013).
Tidak hanya kedua lembaga tersebut ada juga pihak dari industri farmasi International Pharmaceutical Manufacture Group (IPMG). Rapat tersebut membahas dua isu besar dan menyepakati menegakkan aturan dan kode etik di wilayah dan kewenangan kerja terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dan profesional.
"Rapat ini benar diadakan karena banyaknya dokter yang merasa takut untuk melakukan tindakan setelah kasus yang ramai kemarin itu di Manado," kata Ketua MKEK, dr. Prijo Sidipratomo, Sp. Rad, Minggu (15/12/2013).
Advertisement
Tidak hanya Prijo, Ketua MAKERSI dr. Umar Wahid mengatakan rapat ini diadakan untuk menghindari para dokter dan rumah sakit melakukan pendekatan defensive medicine.
"Kami sangat berharap para dokter tidak takut untuk melakukan tindakan penyelamatan pasien, tetap lakukan secara profesional sesuai sumpah dokter," katanya.
Defensive Medicine adalah pendekatan medis yang mengutamakan keselamatan tenaga kesehatan dari ancaman hukum.
Hal ini menjadikan tenaga kesehatan melakukan aktivitas dan tindakan yang sesungguhnya tidak perlu demi keselamatannya dari ancaman tuntutan hukum.
"Dokter tidak perlu takut bukan berarti dokter kebal hukum tapi kalau dokter melakukannya sudah sesuai dengan prosedur yang ada ya tidak perlu takut. Tangani pasien sesuai sumpah profesional dokter," kata Prijo saat diwawancarai Liputan6.com usah rapat digelar.
Menurutnya saat ini defensive medicine menjadi wacana serius di tenaga kesehatan di rumah sakit Indonesia pasca kasus pemidanaan dokter Ayu cs di Manado.
"Demi masyarakat untuk menghindari penerapan defensive medicine ini sekali lagi MKEK IDI dan MAKERSI membuat imbauan bersama kepada seluruh dokter dan rumah sakit agar pendekatan ini dihindarkan," kata dr. Prijo menegaskan.
Selain itu Rumah Sakit juga diharapkan memberi kewenangan yang leluasa sekaligus perlindungan bagi dokter yang melakukan tugasnya.
"Kalau memang dokter tersebut sudah melakukan sesuai prosedur namun ada hal yang tidak diinginkan terjadi atau risiko medis terjadi maka rumah sakit atau IDI akan melindungi," kata Prijo.
Isu kedua yang dibahas saat rapat yaitu menertibkan kerjasama antara dokter, rumah sakit, dan industri farmasi.
"Perlu ada pertemuan seperti ini agar tidak ada lagi kesewenangan industri farmasi melambungkan harga produk. Kerjasama ini untuk menghindari hal yang tidak diinginkan," pungkas Prijo. (Mia/Igw)