Kisah Inspiratif Hermi Maya, Pendiri Forum Peduli Autisme Pertama di Yogyakarta

Berangkat dari pengalaman pribadi lalu berusaha berbagi ilmu kepada masyarakat.

oleh Yunisda Dwi Saputri diperbarui 09 Okt 2019, 09:35 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2019, 09:35 WIB
Forum Kompak
Suhermi Kumaiyah atau Hermi Maya pendiri Forum Kompak Yogyakarta. (Sumber: Instagram/peduliautisjogja)

Liputan6.com, Jakarta Pagi itu, di Kantor Kecamatan Depok, Yogyakarta, senyum mengembang tampak terukir di kedua sudut bibir sesosok wanita paruh baya. Derap langkah kaki penuh semangat terdengar semakin jelas menghampiri. Sosok ibu penuh kesabaran dan kasih sayang berjalan mendekat seraya menyambut saya dengan ramah. 

Ialah Suhermi Kumaiyah, pendiri forum peduli autisme pertama di Yogyakarta. Hermi Maya, sapaan akrabnya, bersama beberapa orangtua yang bernasib sama, sejak tahun 2015 telah berkecimpung memperjuangkan hak anak-anak penyandang autisme agar diperlakukan setara, layaknya anak-anak pada umumnya.

Lewat Forum Kompak (Komunikasi Orangtua dan Masyarakat Peduli Autis Yogyakarta), wanita kelahiran tahun 1974 itu mengerahkan seluruh tenaganya mengajak publik untuk bahu membahu menciptakan masyarakat yang ramah autisme.

Berkat kerja kerasnya, Hermi Maya dinobatkan menjadi satu dari 21 wanita inspiratif Yogyakarta yang berjasa di bidang sosial. Dalam acara bertema “Wanita Sleman Berkarya untuk Indonesia” yang digelar pada 21 April 2018 silam, Hermi Maya mendapat penghargaan dari Pemkab Sleman atas dedikasinya menggaungkan masyarakat peduli autisme.

“Sejak tahun 2015 itu, saya tergugah untuk mendirikan Forum Kompak karena melihat anak saya yang punya banyak potensi. Ternyata anak-anak penyandang autisme kalau kita arahkan, kita dampingi, mereka tidak akan kalah dengan anak-anak yang lain,” tutur Hermi Maya ketika ditemui Liputan6.com pada awal September lalu.

Berangkat dari pengalaman pribadi merawat putra sulungnya, Osa, yang menyandang autisme, sosok Hermi Maya pun semakin gencar untuk mengedukasi masyarakat melalui Forum Kompak yang telah didirikannya. Hermi Maya berharap, masyarakat khususnya para orangtua dapat bersatu menuntun anak-anak penyandang autisme agar bisa memperoleh kesempatan yang sama seperti anak-anak lain.

Autisme sering disalahartikan

Forum Kompak
Kampanye Forum Kompak untuk mengedukasi masyarakat akan kesadaran terhadap autisme (Sumber: Instagram/peduliautisjogja)

“Autisme bukanlah penyakit, jadi tidak bisa disembuhkan. Autisme itu gangguan perkembangan yang sangat kompleks. Anak-anak ini banyak memiliki hambatan di bidang komunikasi, perilaku sosial, sosialisasi dan emosional,” ungkap Hermi Maya.

Autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan otak yang memengaruhi cara berkomunikasi dan interaksi penyandangnya dengan tingkatan yang bervariasi. ASD dibagi menjadi empat macam yakni sindrom Asperger, gangguan perkembangan pervasif, gangguan autistik dan childhood disintegrative disorder.

Dilansir Liputan6.com dari laman World Health Organization, Sabtu (5/9/2019), penelitian tahun 2018 mengungkapkan bahwa diperkirakan ada 1 di antara 106 anak di seluruh dunia yang menyandang autisme. Sementara itu, autisme 4 kali lipat lebih banyak disandang oleh anak laki-laki daripada perempuan, tak peduli kelompok ras, etnis, maupun tingkat sosial ekonominya.

Di samping itu, autisme acapkali disalahartikan sama dengan Down Syndrome, padahal, keduanya berbeda. Autisme adalah gangguan perkembangan saraf, sedangkan down syndrome merupakan kelainan kromosom yang sering terjadi pada anak.

Selain penyebabnya yang berbeda, autisme dan down syndrome juga bisa dibedakan melalui ciri fisik. Penyandang down syndrome cenderung memiliki ciri wajah yang khas yakni dagu kecil, celah mata melengkung tepatnya di sudut bagian dalam mata.

Tergugah karena pengalaman pribadi

Forum Kompak
Forum Kompak memperingati Hari Peduli Autis Sedunia di Tugu Yogyakarta (Sumber: Instagram/peduliautisjogja)

Lebih lanjut, Hermi Maya mengimbuhkan bahwa Forum Kompak yang ia dirikan bersama para pengurus diciptakan sebagai wadah anak-anak penyandang autisme untuk mengeksplor bakat mereka agar siap terjun di masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan kesadaran masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang nyaman untuk ditinggali anak penyandang autisme.

Kendati demikian, bukan berarti anak-anak penyandang autisme harus diperlakukan spesial. Sebaliknya, Hermi Maya memiliki harapan besar terhadap masyarakat agar mereka mulai membuka jalan untuk para penyandang autisme agar bisa membaur, berpartisipasi dalam masyarakat sama seperti anak normal pada umumnya.

“Kenapa ada masyarakat? Karena pada akhirnya mereka akan hidup berdampingan dengan masyarakat ketika sudah dewasa. Mau enggak mau kita harus melibatkan hidup bermasyarakat, diberi kesempatan layaknya anak-anak lain,” Imbuh Hermi Maya.

Memiliki anak atau anggota keluarga yang menyandang autisme bukan berarti akhir dari segalanya. Anak dengan austisme sama berharganya dengan anak-anak dengan kondisi normal. Berdasarkan pengalaman pribadi Hermi Maya, terapi dari dokter dibantu dengan usaha orangtua mengajak anak berbicara sejak usia dini nyatanya bisa membantu perkembangan kecerdasan mereka.

“Pada saat Osa tidur, saya pakaikan headset. Saya setelkan lagu-lagu klasik, dari Mozart sampai Bethoven. Dan sekarang bisa saya petik hasilnya. Sekarang Osa jadi peka sama lagu dan nada. Kita kenalkan apapun yang jadi minat dia. Karena minat anak ini nantinya bisa menjadi bakat. Apa yang mereka sukai nanti bisa diarahkan.” Ujarnya.

Putra sulung Hermi, Osa, saat kecil begitu menyukai lampu. Setiap sorenya, Hermi dan Osa akan berkeliling komplek mencari lampu dalam berbagai bentuk. Osa akan memandanginya, kemudian ia gambar menjadi kumpulan sketsa lampu. Berkat pengalamannya saat kecil, kini Osa bisa dibilang mampu menguasai instalasi listrik.

Berbagi pengalaman dan ilmu kepada masyarakat lewat Forum Kompak

Forum Kompak
Pendampingan minat dan bakat anak penyandang autisme Forum Kompak di Kantor Kecamatan Depok (Sumber: Dok. Pribadi Hermi Maya)

Tak hanya itu, Osa juga punya ketertarikan khusus terhadap speaker. Karena rasa ingin tahuannya yang begitu besar, Osa bahkan sempat membongkar mainan demi untuk mengambil komponen speakernya. Tak disangka, Osa kini bisa recone speaker, memperbaiki speaker, membuat speaker aktif, bahkan mendesain speaker sesuai keinginannya.

“Orangtua jangan melarang. Asalkan itu tidak membahayakan dirinya ataupun orang lain. Sebaiknya yang jadi minatnya kita dampingi terus, karena itu nanti bisa jadi keahliannya,” Terangnya.

Selain tertarik mengotak-atik mesin, Osa juga punya bakat lain di bidang seni, khususnya seni musik. Bakat dalam memainkan musik mulai terlihat sejak Osa duduk di bangku kelas 6 SD. Ia bisa memainkan keyboard secara otodidak. Akhirnya, bu Hermi mendaftarkan sang anak ikut kursus musik untuk mengembangkan minatnya. Kini, Osa tengah menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Musik atau yang lebih dikenal dengan SMK Negeri 2 Kasihan, Yogyakarta. Di sekolahnya, Osa dipercaya untuk memegang kendali contra bass.

Karena pengalaman pribadinya, timbul keinginan di hati Hermi untuk memberikan pemahaman kepada orangtua yang dianugerahi anak penyandang autisme. Ia ingin mengedukasi masyarakat perihal pentingnya membiasakan diri menghadapi anak penyandang autisme. Pasalnya, menurut Hermi, tidak ada satupun orang di dunia ini yang memilih untuk dilahirkan menjadi penyandang autisme.

“Janganlah kita down, janganlah kita putus asa. Karena anak-anak ini sangat spesial, bisa kita kembangkan minatnya dan diarahkan. Kita tidak boleh tidur atau terus mempertanyakan kepada Tuhan kenapa anak saya autis. Karena akan timbul kegelisahan di mana psikologis orangtua dapat mempengaruhi perkembangan anak.”

Hermi menegaskan, apabila orangtua dapat mendeteksi autisme pada anak sejak dini, hambatannya menjadi semakin kecil. Semakin dini gejala autisme terdeteksi, maka semakin mudah orangtua untuk dapat mengarahkan sang anak.

Forum Kompak bantu anak penyandang autisme magang di perusahaan

Forum Kompak
Salah satu karya anak didik Forum Kompak (Sumber: Dok. Pribadi Hermi Maya)

Kegiatan Forum Kompak yang didirikan Hermi Maya beserta para pengurus meliputi edukasi dan sosialisasi tentang autisme kepada masyarakat. Edukasi dan sosialisasi biasanya Ia lakukan dalam bentuk seminar maupun dengan cara door to door. Salah satu tujuan utamanya yakni untuk menghilangkan pandangan buruk terhadap autisme yang tertanam dalam masyarakat.

Di samping itu, Forum Kompak juga berfokus pada minat bakat anak, yang kemudian dilanjutkan bertahap berupa pencarian peluang bekerja sama dengan perusahaan untuk menyediakan pelatihan ataupun kesempatan magang bagi penyandang autisme. Dengan kata lain, Forum Kompak memfasilitasi para penyandang autisme untuk mengeksplor minat dan bakat mereka.

Contohnya, salah seorang penyandang autisme Forum Kompak berkesempatan untuk magang di bidang desain grafis di sebuah perusahaan percetakan di Yogyakarta. Karena cakupannya yang luas, tidak ada batasan usia untuk tergabung di bawah naungan Forum Kompak yang didirikan Hermi Maya. Sejauh ini, Forum Kompak sudah menaungi banyak penyandang autisme dari berbagai kalangan usia dan latar belakang ekonomi.

Salah satunya Dyo, 22 tahun, yang punya kemampuan membatik. Terlepas dari statusnya sebagai penyandang autisme, Dyo membuktikan bahwa dirinya layak saing dengan anak-anak lain yang sebaya dengannya. Lewat tangannya yang tekun, kain batik buatan Dyo kini tak terhitung jumlahnya. Bahkan, beberapa karyanya telah dijahit menjadi pakaian batik layak pakai yang dijual dengan harga tidak murah. Salah satu baju batik karya Dyo dijual seharga Rp 500 ribu.

Selain Dyo, ada pula Cindy dan Fadel yang tak kalah terampilnya. Cindy bisa menggambar ilustrasi kartun wajah seseorang yang kemudian dicetak pada kaos. Sementara itu, Fadel punya hobi menggambar binatang. Jika Cindy memilih medium kaos, Fedel dan ibunya memilih totebag. Sama seperti Dyo, Cindy dan Fadel pun mampu menghasilkan uang dari kedua tangan terampilnya.

Belum lama ini, beberapa anggota Forum Kompak mewakili anak penyandang autisme Jogja berangkat menghadiri acara Special Kids Expo yang digelar di Jakarta Convention Center pada 24 hingga 25 Agustus lalu. Dalam acara tersebut, Forum Kompak mengirimkan Dyo dan Fadel beserta karya mereka untuk dipamerkan dalam pameran Spekix 2019.

Anak-anak berpartisipasi dalam Special Kids Expo di Jakarta

Forum Kompak
Anak-anak Forum Kompak berpartisipasi dalam acara Special Kids Expo di Jakarta Convention Center (Sumber: Dok. Pribadi Hermi Maya)

 

Menariknya, kedua adik Osa yang awalnya sulit menerima kondisinya sebagai penyandang autisme, kini perlahan paham bahwa sang kakak justru adalah anak yang spesial. Hermi juga menceritakan bahwa dua anak bungsunya malah iri dengan prestasi sang kakak terlepas dari statusnya yang berkebutuhan khusus. Bahkan kini, Osa mendapat tawaran untuk mengajar di SMP – SLB Autis Bina Anggita usai lulus kuliah nanti.

Ketika ditanya suka duka selama menjalankan perannya sebagai ketua Forum Kompak, Hermi mengaku Ia selalu bahagia melakukannya. Tak pernah terlintas rasa lelah, sedih, maupun kesal ketika menghadapi anak-anak. Sebaliknya, Hermi mengungkapkan bahwa sedari kecil Ia memang menyukai anak-anak. Maka tak heran jika ia pun bisa menerima kondisi anak-anak penyandang autisme dengan baik.

Begitu banyak ilmu yang telah disalurkan Hermi selama berproses merintis Forum Kompak. Selain mengadakan pelatihan untuk anak-anak, Hermi Maya juga beberapa kali diundang menjadi pembicara dalam banyak seminar yang dihadiri audiens dari berbagai kalangan, mulai dari orangtua hingga pelajar. Sementara itu, Hermi Maya sendiri pernah dikirim menjadi perwakilan DIY dalam Forum Puspa (Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak) di Surabaya pada tahun 2017 silam.

Forum Kompak sudah berkiprah selama 4 tahun

Forum Kompak
Memperingati Hari Kartini di Kabupaten Sleman (Sumber: Dok. Pribadi Hermi Maya)

Sejauh ini, Forum Kompak telah menjalankan tugas mulianya selama 4 tahun sejak mendapat pengakuan notaris pada tahun 2016 silam. Hermi Maya dan beberapa pengurus Forum Kompak juga telah melanglang buana melakukan sosialisasi mengenalkan autisme kepada masyarakat. Di balik kesuksesan Forum Kompak, Hermi harus merelakan pendidikannya.

Pasalnya, gelar Master Ilmu Politik yang tersemat pada namanya harus Ia tinggalkan demi fokus mengurus putra sulungnya yang menyandang autisme. Hermi harus mengambil keputusan besar tak terjun di dunia kerja sejak putra sulungnya didiagnosa menyandang autis oleh dokter. Keputusan Hermi untuk fokus merawat putranya semakin bulat saat dokter mengungkapkan bahwa putranya mungkin tak akan bisa bicara jika sering ditinggal kerja.

Namun, berkat tekadnya yang besar, kini Hermi bisa memetik hasilnya. Hermi dapat memantau tumbuh kembang putra sulungnya meski harus merelakan pendidikannya. Dengan kerja kerasnya, Osa kini telah tumbuh layaknya remaja pada umumnya. Hermi mengaku bangga putranya kini sering diundang tampil memainkan musik untuk mengiringi berbagai acara. Misalnya seperti seminar di universitas, acara kantor, hingga hajatan kerabat atau tetangga dekat rumah.

Kini, Hermi terus berupaya untuk mengedukasi masyarakat agar sadar akan masa depan penyandang autisme. Tak tanggung-tanggung, Forum Kompak pun telah mendapat pengakuan dan perhatian pemerintah. Forum Kompak bekerja sama dengan Kantor Kecamatan Depok menyediakan lokasi pendampingan minat dan bakat untuk anak-anak penyandang autis di bawah didikan Forum Kompak. Selengkapnya, Forum Kompak dapat dihubungi melalui akun Instagram @peduliautisjogja.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya