Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini publik dihebohkan dengan penarikan obat Ranitidin oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Ranitidin adalah obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi gejala atau masalah yang terjadi akibat adanya produksi asam yang berlebihan di dalam lambung.Â
Baca Juga
Kabar ini disampaikan melalui akun instagram dan situs resmi lembaga pemerintah tersebut pada Sabtu (5/10/2019). Sebelumnya, pada 13 September 2019 di Amerika Serikat juga terjadi pencemaran NDMA pada obat lambung ini. NDMA sendiri diketahui bersifat karsinogenik, zat yang dapat memicu terjadinya kanker pada manusia.Â
Advertisement
"Berdasarkan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan, Badan POM memerintahkan kepada industri farmasi pemegang izin edar produk tersebut untuk melakukan penghentian produksi dan distribusi serta melakukan penarikan kembali (recall) seluruh bets produk dari peredaran (terlampir),"tulis BPOM dalam akun instagram @bpom_ri pada Sabtu (5/10/2019)
Ranitidin sendiri merupakan obat yang sebelumnya telah mendapat persetujuan untuk diedarkan di Indonesia sejak tahun 1989. Obat ini biasa digunakan untuk mengatasi gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus.
Untuk selengkapnya, berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, 5 fakta mengenai Ranitidin, Selasa (8/10/2019)
1. Sudah beredar 30 tahun di Indonesia
Ranitidin adalah obat yang biasa digunakan untuk mengatasi gejala penyakit tukak lambung dan tukak usus.
Obat Ranitidin juga telah mendapat persetujuan untuk diedarkan di Indonesia sejak tahun 1989. Artinya Ranitidin sudah beredar di Indonesia selama 30 tahun lamanya. Namun, kini BPOM menarik obat lambung ini karena ditemukan senyawa NDMA dalam obat lambung tersebut.Â
Â
Â
Â
Advertisement
2. Mengandung senyawa NDMA
BPOM menarik Ranitidin karena dalam obat tersebut ditemukan zat pengotor nitrosamine yang disebut N-nitrosodimethylamine (NDMA) dalam jumlah kecil. NDMA sendiri diketahui bersifat karsinogenik. Zat ini dapat memicu terjadinya kanker pada manusia.
Penarikan sejumlah produk ranitidin diketahui karena berada di atas nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan yaitu 96 ng/hari (acceptable daily intake). Konsumsi ranitidin di atas ambang batas secara terus-menerus dalam jangka lama bisa membuat bahan ini memicu kanker.
Â
Â
3. NDMA dapat menyebabkan gangguan kesehatan
Tidak sekadar itu, NDMA juga dapat menyebabkan beberapa gangguan kesehatan lain. Paparan NDMA pada manusia dapat menyebabkan gejala mual, muntah, sakit kepala, dan badan lemas. Gejala-gejala tersebut terjadi secara akut atau dalam waktu segera.
Bila terpapar dalam jangka waktu lama (kronik), NDMA juga dapat menimbulkan kerusakan hati. Tanda dan gejala gangguan hati adalah kulit dan bagian putih pada mata tampak kuning (jaundice), kaki bengkak, perut membesar, dan kelainan darah seperti penurunan keping darah (trombosit) yang menyebabkan gangguan perdarahan.
Advertisement
4. Obat untuk Persiapan Operasi
Selain untuk mengobati penyakit lambung, Ranitidin ternyata juga biasa digunakan dalam persiapan operasi. Dilansir dari Klikdokter, obat ini dapat menghambat produksi asam lambung selama berjalannya operasi.
Biasanya, Ranitidin dikonsumsi melalui oral atau mulut dan bisa juga melalui intravena atau disuntik.Â
5. FDA belum menyarankan untuk menghentikan produksi obat
Meskipun telah ditemukan adanya sedikit kandungan NDMA pada ranitidin dan BPOM melarang peredarannya, namun sampai saat ini FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat belum menyarankan untuk menghentikan produksi ataupun penggunaan obat ini, termasuk di Indonesia.
Secara umum, ranitidin memang cukup aman dan sedikit ditemukan efek samping pada penggunanya. Kalaupun ada, efek samping yang biasanya muncul meliputi rasa lemas, sakit kepala, dan risiko terkena pneumonia. Kamu yang sudah terbiasa dan merasa cocok dengan ranitidin pun harus memilih alternatif obat untuk mengatasi masalah asam lambung.
Advertisement