Strategi Puskesmas Sosialisasi Pencegahan COVID-19 di Masyarakat

Stigma dan hoax yang beredar menjadi kesulitan utama puskesmas dalam penyampaian informasi terkait virus Corona.

oleh Septika Shidqiyyah diperbarui 05 Nov 2020, 22:48 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2020, 22:40 WIB
Mural Bertemakan Covid 19
Petugas PPSU Kelurahan Bukit Duri menyelesaikan mural bertema Covid-19 di Jakarta, Selasa (11/8/2020). Mural tersebut untuk mengingatkan warga agar selalu waspada dengan Covid-19 dan mencegahnya dengan 3M (Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci Tangan). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Salah satu cara menghadapi pandemi COVID-19 adalah dengan meningkatkanpemahaman masyarakat terkait pencegahan dan penanganan COVID-19 baik ditingkat individu maupun komunitas. Peran ini lah yang ditanggung (pusat kesehatan masyarakat) puskesmas dalam membantu penanganan dan pengendalian pandemi COVID-19 di Indonesia.

Pada 18 Mei 2020 lalu, Presiden Joko Widodo pun menekankan pentingnya peran puskesmas untuk memberantas COVID-19. 

Upaya promosi kesehatan gencar dilakukan oleh tenaga promosi kesehatan (promkes) puskesmas. Di masa pandemi ini program kerja tenaga promkes terpusat pada sosialisasi dan edukasi pencegahan COVID-19.

Menurut penemuan hasil survei Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) yang dilakukan pada 14 Agustus hingga 7 September 2020 ada 3 program kerja utama tenaga promkes selama pandemi. Yakni, 92% melakukan sosialisasi dan edukasi pencegahan COVID-19 (menggunakan masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun) ke tempat yang tinggi penularannya.

Tugas lainnya, membuat materi edukasi terkait pencegahan dan penanganan COVID-19 untuk dipasang di tempat umum. Serta turut aktif bekerja sama dengan kecamatan/RT/RW/relawan masyarakat melakukan sosialisasi pencegahan dan penanganan COVID-19.

Meski promosi kesehatan didaulat sebagai kunci keberhasilan penanganan pandemi, sayangnya jumlah tenaga promkes di puskesmas terbatas.

Menurut hasil survei, sebanyak 54% puskemas hanya memiliki 1 tenaga promosi kesehatan. Sementara hanya 4% yang jumlahnya lebih dari 5.

"Saat ini peningkatan kapasitas berfokus di RS, padahal puskesmas adalah fondasi sistem kesehatan di Indonesia," ungkap Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda, dalam konferensi pers virtual, pada Kamis 5 November 2020.

Tak cuma itu, mereka juga masih menghadapi beberapa kendala atau kesulitan. Salah satunya adalah hoax atau misinformasi. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 72% mengaku stigma dan misinformasi yang beredar di masyarakat merupakan kesulitan utama puskesmas dalam menyampaikan informasi terkait pencegahan COVID-19.

Survei yang dilakukan CISDI ini dilakukan secara daring dan melibatkan 765 responden dari 647 puskesmas di 34 provinsi seluruh Indonesia.

CISDI Minta Pemerintah Dorong Peran Puskesmas untuk Tangani Pandemi

Olivia Herlinda menegaskan jika pemerintah harus memaksimalkan peran puskesmas dalam penanganan COVID-19. Sebagaimana diketahui, puskesmas lebih mudah dijangkau masyarakat daripada rumah sakit (RS).

Olivia yakin peningkatan peran puskesmas untuk penanganan COVID-19 bakal meringankan beban RS. Dengan begitu, upaya memerangi COVID-19 bisa maksimal dan makin cepat.

“Percepatan penanganan covid-19 dapat dicapai bila puskesmas berperan optimal,” ujarnya.

CISDI meminta pemerintah perlu memperhatikan dan melengkapi fasilitas di puskesmas. Selain itu jumlah tenaga medis harus mencukupi serta mendapatkan alat pelindung diri (APD) yang sesuai standar. Kapasitas tes virus Corona di puskesmas pun harus memadai.

“45,4 persen puskesmas belum mendapatkan pelatihan tentang pengendalian dan pencegahan infeksi untuk layanan di masa pandemi,” imbuh Olivia.

Olivia menyebut kemampuan puskesmas dalam memastikan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi covid-19 sangat krusial.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya