Liputan6.com, Jakarta Mendekati akhir tahun, sejumlah pakar berpendapat bahwa gelombang ketiga Covid-19 bisa saja terjadi mengingat ada momen libur Natal dan tahun baru. Prediksi ini berkaca pada tahun lalu di mana kasus Covid-19 di Indonesia mengalami peningkatan akibat masifnya mobilitas masyarakat, serta puncak Covid-19 pernah terjadi pada Juli lalu saat libura lebaran.
Baca Juga
Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menyiapkan setidaknya enam strategi utama untuk mengantisispasi hal tersebut agar tren penurunan kasus yang saat ini berlangsung, dapat tetap terjaga.
Advertisement
Strategi tersebut telah diumumkan via akun resmi @kemenkominfo pada 27 Oktober 2021 yang berisi mulai dari pengendalian lapangan yang ketat, hingga meningkatkan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan.
Berikut ini ulasan mengenai 6 strategi pemerintah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya gelombang ketiga Covid-19 beserta pendapat dari beberapa pakar di Indonesia, yang telah dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (27/10/2021).
Strategi Pemerintah Antisipasi Kemungkinan Gelombang Ketiga Covid-19
Berikut keenam strategi pemerintah mengantisipasi gelombang ketiga COVID-19 yang diprediksi akan terjadi akhir tahun 2021, diantaranya:
- Dengan memastikan pelonggaran aktivitas diikuti pengendalian lapangan yang ketat agar masyarakat tidak menyikapi penurunan level PPKM dengan euforia yang berlebihan.
- Meningkatkan laju vaksinasi untuk kelompok lanjut usia, terutama di wilayah aglomerasi dan pusat pertumbuhan ekonomi.
- Mendorong percepatan vaksinasi anak agar imunitas anak sudah terbentuk ketika musim libur tiba.
- Menertibkan mobilitas pelaku perjalanan internasional dengan aturan protokol kesehatan yang ketat, terutama ke Bali.
- Diikuti dengan memperkuat peran pemerintah daerah dalam mengawasi kegiatan dan mengedukasi warga, terutama tentang perincian protokol kesehatan yang harus dijalankan.
- Dengan kampanye protokol kesehatan untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat.
Advertisement
Pendapat dari Pakar Epidemiologi UGM tentang Gelombang Ketiga Covid-19
Pakar epidemiologi UGM, Riris Andono Ahmad menyatakan prediksi gelombang ketiga Covid-19 Indonesia pada Desember 2021 hingga Januari 2022 menjadi sebuah keniscayaan. Gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia menjadi pertanyaan semua orang dari prediksi beberapa pakar.
“Kemungkinan adanya gelombang Covid-19 berikutnya adalah sebuah keniscayaan. Tinggal pertanyaanya itu kapan terjadi dan seberapa tinggi ini sangat tergantung dengan situasi yang berkembang di masyarakat,” paparnya Jumat 22 Oktober 2021.
Namun menurut Riris, gelombang Covid-19 ketiga ini dapat muncul tergantung pada kondisi di masyarakat. Situasi yang bisa memicu gelombang Covid-19 ketiga adalah mobilitas, interaksi sosial, dan kepatuhan dalam implementasi 3 M yakni menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker di masyarakat. Riris mengatakan virus Covid-19 masih terus ada dan tidak sedikit orang yang tidak memiliki kekebalan. Sementara, orang yang telah divaksin Covid-19 kekebalan akan menurun seiring berjalannya waktu.
Pendapat dari Kementerian Kesehatan tentang Gelombang Ketiga Covid-19
Sedangkan menurut Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengatakan gelombang ketiga Covid-19 merupakan sebuah keniscayaan. Menurut Nadia, ada empat hal yang bisa memicu gelombang ketiga Covid-19. Pertama, pola penyebaran Covid-19 yang bersifat fluktuatif tergantung pergerakan masyarakat.
"Salah satu publikasi ilmiah mengatakan pola penyakit Covid-19 ini akan menimbulkan beberapa gelombang. Jadi dia tidak akan cukup dengan satu puncak gelombang, kemudian turun," kata Nadia dalam dialog vaksin untuk semua umur disiarkan melalui YouTube pada Kamis, 21 Oktober 2021.
Hal kedua yang bisa menimbulkan gelombang ketiga Covid-19 adalah vaksinasi. Penyebab ketiga ialah varian Delta yang masih mendominasi di Indonesia. Data Badan Litbangkes Kementerian Kesehaan 16 Oktober 2021, total kasus Delta di Indonesia mencapai 4.025, kasus Alpha 68, dan kasus Beta 22.
Pemicu keempat adalah mobilitas penduduk menjelang akhir tahun 2020 hingga awal tahun 2021. Nadia mencatat, ada banyak perayaan keagamaan menjelang akhir tahun 2020 yang bisa meningkatkan mobilitas masyarakat, ditambah perayaan tahun baru 2021.
"Nah potensi empat hal ini yang menyebabkan keniscayaan akan gelombang ketiga itu pasti terjadi," kata dia.
Advertisement
Pendapat dari Guru Besar FKUI tentang Gelombang Ketiga Covid-19
Sementara itu, menurut Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama pun memiliki pandangan tersendiri terkait hal tersebut. Menurutnya, perkiraan gelombang ketiga COVID-19 ini dibuat berdasarkan pertimbangan tertentu.
"Satu, pengalaman selama ini, kalau ada peningkatan mobilitas karena libur panjang maka kasus akan naik. Kedua, sekarang pun relatif aktivitas masyarakat terus meningkat sementara tidak semua menjaga jarak dan atau memakai masker dengan benar. Dan ketiga, masih sekitar 68% penduduk kita belum mendapat perlindungan memadai akibat vaksin, belum dapat vaksin 2 kali. Bahkan, masih lebih 3/4 lansia belum dapat vaksin memadai," katanya, melalui pesan singkat pada Liputan6.com, Sabtu (23/10/2021).
Menurut prof Tjandra menilai kenaikan kasus sebenarnya akan tergantung juga dari 7 hal berikut:
- Seberapa patuh kita semua pada 3 atau 5 M.
- Seberapa ketat kebijakan PPKM oleh pemerintah sesuai derajat yang ada.
- Sebaik apa kita memantau data perkembangan kasus dari waktu ke waktu, dan kalau ada kenaikan maka seberapa ketat pembatasan sosial diberlakukan.
- Seberapa cepat vaksinasi ditingkatkan. India yg penduduknya 4 kali kita sudah menyuntik 8 juta orang sehari, maka target kita 2 juta sehari rasanya cukup tepat dan semoa dapat dicapai. India juga sudah memvaksin 1 milyar penduduknya.
- Seberapa aktif tes dan telusur dilakukan. India kasusnya juga sudah landai, peringkat di Nikkei lebih baik dari kita, dan India sekarang ini 1,5 juta sehari, jadi kalau kita seperempatnya maka baiknya sekitar 400 ribu, dan telusur dilakukan pada 15 kontak dari kasus yang ada.
- Bagaimana kita mengendalikan pintu masuk negara dalam antisipasi kemungkinan peningkatan kasus dari mereka yang datang dari luar negeri.
- Ada tidaknya varian baru yang muncul, dan kalau ada apakah akan lebih menular atau tidak.
"Jadi yang paling penting sekarang adalah berupaya maksimal agar kasus dapat tetap terjaga rendah," pungkasnya.