Penyebab PMK dan Faktor Risiko Penularan, Kenali Gejalanya pada Ternak

Waspadai PMK pada ternak.

oleh Anugerah Ayu Sendari diperbarui 13 Jun 2022, 18:40 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2022, 18:40 WIB
PMK makin merebak di Tuban. (Adirin/Liputan6.com).
PMK makin merebak di Tuban. (Adirin/Liputan6.com).

Liputan6.com, Jakarta Penyebab PMK atau Penyakit Mulut dan Kuku menjadi penyakit yang mewabah di Indonesia belakangan ini. Kurang lebih 40 ribu ternak di 18 povinsi mati karena PMK. Wabah ini menimbulkan kerugian besar bagi peternak di seluruh Indonesia. 

Penyakit Mulut dan Kuku sebenarnya sudah ada sejak lama. Indonesia bahkan sudah dinyatakan bebas PMK pada 1990 silam oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Namun, PMK kembali menjangkit pada 2022 ini.

Sebenarnya apa penyebab PMK, bagaimana gejalannya, dan seperti apa risikonya? Berikut penjelasan tentang penyebab PMK dan faktor risikonya, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin(13/6/2022).


Mengenal PMK

Ratusan Ekor Ternak Sapi di Kota Malang dan Batu Terjangkit PMK
Ratusan ternak sapi di Kota Malang dan Kota Batu terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK). Para peternak diimbau menjaga kesehatan hewan ternaknya dan kebersihan kandang agar wabah tak meluas (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Melansir Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), penyakit mulut dan kuku (PMK) atau Foot and Mouth Disease (FMD) adalah penyakit virus ternak yang parah dan sangat menular yang memiliki dampak ekonomi yang signifikan. PMK menyerang hewan berkuku belah seperti sapi, babi, domba, kambing dan lainnya.

PMK umumnya tidak mematikan bagi hewan dewasa, tetapi dapat membunuh hewan muda dan menyebabkan kerugian produksi yang serius. PMK adalah penyakit hewan lintas batas yang sangat mempengaruhi produksi ternak dan mengganggu perdagangan hewan dan produk hewan regional dan internasional.


Penyebab PMK

FOTO: Harga Kambing Tinggi Akibat Wabah PMK
Pedagang merawat kambing di kios hewan ternak kawasan Buaran, Jakarta Timur, Jumat, (10/6/2022). Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) hewan menyebabkan tutupnya sejumlah pasar hewan sehingga pedagang sulit mendapatkan kambing di pasar. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menurut artikel dalam Jurnal Wartazoa 2020 berjudul Penyakit Mulut dan Kuku: Penyakit Hewan Eksotik yang Harus Diwaspadai Masuknya ke Indonesia, penyebab PMK adalah Virus Foot and Mouth Disease(FMDV) yang masuk dalam famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus.

Virus FMD memiliki 7 serotipe, yaitu serotipe A, O, C, Asia 1, SAT1, SAT2, dan SAT3. Untuk serotipe A, O, dan C disebut serotipe Euroasiatic, sementara Asia1 adalah serotipe untuk wilayah Asia1 dan serotipe SAT adalah untuk wilayah Afrika Selatan.

Virus FMD tahan hidup dalam lingkungan/alam tergantung pada situasi dan kondisi suhu dan tingkat kemasaman. Virus FMD lebih stabil dan infektif jika virus masih berada di dalam lapisan kulit, cairan lendir dan terhindar dari paparan sinar matahari atau pada suhu relatif rendah di lingkungan.

Virus FMD dalam aerosol kurang stabil, tetapi pada kondisi kelembaban tinggi virus dapat bertahan hidup dalam waktu lama.


Cara penularan PMK

FOTO: Harga Kambing Tinggi Akibat Wabah PMK
Pedagang merawat kambing di kios hewan ternak kawasan Buaran, Jakarta Timur, Jumat, (10/6/2022). Mewabahnya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) hewan berdampak pada pedagang kambing. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Masih dari Jurnal yang sama, virus PMK masuk dalam tubuh hewan melalui mulut dan hidung. Virus kemudian akan memperbanyak diri di sel-sel epitel di daerah nasofaring. virus PMK kemudian masuk ke dalam darah dan memperbanyak diri pada kelenjar limfoglandula dan sel-sel epitel di daerah mulut dan kaki (teracak kaki) mengakibatkan lesi-lesi.

Penularan PMK dari hewan sakit ke hewan lain yang peka terutama terjadi karena adanya kontak langsung dengan hewan sakit, kontak dengan sekresi dan bahan-bahan yang terkontaminasi virus PMK, serta hewan karier.

Melansir Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), PMK ditemukan di semua ekskresi dan sekresi dari hewan yang terinfeksi. Khususnya, hewan-hewan ini mengeluarkan sejumlah besar virus aerosol, yang dapat menginfeksi hewan lain melalui jalur pernapasan atau mulut. Virus mungkin ada dalam susu dan air mani hingga 4 hari sebelum hewan menunjukkan tanda-tanda klinis penyakit.


Faktor risiko penularan PMK

Terus Bertambah, Ratusan Sapi Perah di Kuningan Terinfeksi PMK
Sapi perah di Blok Cigeureung Kabupaten Kuningan yang terinfeksi wabah PMK. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Menurut artikel dalam Jurnal Wartazoa 2020, berikut risiko penularan PMK:

Kontak dengan kontaminan

Penularan PMK dapat terjadi karena kontak dengan bahan/alat yang terkontaminasi virus PMK, seperti petugas, kendaraan, pakan ternak, produk ternak berupa susu, daging, jerohan, tulang, darah, semen, embrio, dan feses dari hewan sakit.

Antar peternakan

Penyebaran PMK antar peternakan ataupun antar wilayah/negara umumnya terjadi melalui perpindahan atau transportasi ternak yang terinfeksi, produk asal ternak tertular dan hewan karier.

Hewan karier

Hewan karier atau hewan pembawa virus infektif dalam tubuh (dalam sel-sel epitel di daerah esofagus, faring) untuk waktu lebih dari 28 hari setelah terinfeksi sangat penting dalam penyebaran PMK. Babi dapat dipastikan tidak menjadi karier PMK karena tidak ada bukti kuat keberadaan virus setelah hewan sembuh dari penyakit.

Pada kelompok sapi tertentu, keberadaan virus PMK dapat tetap bertahan paling tidak untuk selama 3 tahun. Domba dan kambing dapat menyimpan virus PMK untuk selama 9 bulan. Sementara kerbau Afrika (Syncerus caffer) pada pemeliharaan sistim individu dapat membawa virus PMK paling tidak untuk selama 5 tahun, namun pada pemeliharaan hewan sistim kelompok maka virus PMK dapat bertahan dalam populasi paling tidak untuk selama 24 tahun.


Gejala PMK

Kurban batam
Sejumlah sapi yang siap dijadikan hewan kurban di Batam, dipastikan bebas PMK. Foto: liputan6.com/ajang nurdin

Masih dari Jurnal yang sama, secara umum, gejala klinis PMK adalah demam mencapai 39°C selama beberapa hari, tidak nafsu makan dan lesi-lesi pada daerah mulut dan keempat kakinya. Lesi-lesi dalam bentuk lepuh-lepuh pada permukaan selaput lendir mulut, termasuk lidah, gusi, pipi bagian dalam dan bibir.

Pada kaki lesi akan terlihatjelas pada tumit, celah kuku dan sepanjang coronary bands kuku. Lesi juga bisa terjadi pada liang hidung, moncong, dan puting susu. Menurut OIE, lepuh yang pecah dapat menyebabkan kepincangan yang ekstrem dan keengganan untuk bergerak atau makan. Biasanya, lepuh sembuh dalam 7 hari (terkadang lebih lama), tetapi komplikasi, seperti infeksi bakteri sekunder pada lepuh terbuka, juga dapat terjadi.

Hewan yang terkena penyakit kronis dilaporkan mengalami penurunan produksi susu secara keseluruhan sebesar 80%. Kesehatan anak sapi muda, domba, dan anak babi dapat terganggu oleh kekurangan susu jika bendungan terinfeksi. Kematian dapat terjadi sebelum timbulnya lepuh akibat miokarditis multifokal. Myositis juga dapat terjadi di tempat lain.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya