Liputan6.com, Jakarta - Transplantasi rahim memiliki prosedur sama dengan transplantasi organ lainnya seperti ginjal, jantung, dan hati. Prosedur transplantasi rahim melibatkan rahim dan serviks sehat dari manusia hidup atau manusia yang baru meninggal.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Prosedur transplantasi rahim dilakukan dengan menghubungkan pembuluh darah yang didukung dengan konsumsi obat imunosupresan sampai rahim kembali diangkat dari penerima donor. Tujuan konsumsi obat ini dilakukan untuk mencegah reaksi penolakan pasca transplantasi rahim.
Lembaga penelitian terkemuka yang berhasil melakukan transplantasi rahim dan mencetak kelahiran adalah Cleveland Clinic. Dalam keterangan resminya, uji coba transplantasi rahim ini berhasil melahirkan 3 bayi hidup dengan 10 wanita yang terlibat.
Lalu apakah transplantasi rahim ini bisa dilakukan untuk pria dengan keberhasilan sama?
Ahli dalam bidang ini Carolyn Kay, M.D., melansir dari Medical News Today menjelaskan seseorang yang terlahir sebagai seorang pria atau Assigned Male At Birth (AMAB), secara teori bisa melakukan transplantasi rahim, tetapi tidak untuk keberhasilannya. Ditegaskan, tidak ada penelitian yang cukup untuk mengonfirmasi apakah orang AMAB dapat hamil dan melahirkan bayi sampai cukup bulan.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang prosedur transplantasi rahim pada wanita dan pria, serta tingkat keberhasilannya, Rabu (20/7/2022).
Prosedur Transplantasi Rahim
Transplantasi rahim adalah proses pemindahan atau penanaman rahim sehat dari seseorang yang masih hidup atau telah meninggal, ke dalam tubuh manusia sehat agar bisa menghasilkan keturunan.
Nama lain dari transplantasi rahim adalah cangkok rahim. Dalam dunia medis, transplantasi rahim adalah umumnya dilakukan oleh wanita yang memiliki masalah dengan rahimnya.
Liputan6.com lansir dari berbagai sumber, wanita yang berhak melakukan transplantasi rahim adalah mereka yang memiliki masalah infertilitas atau Uterine Factor Infertility (UFI). Ini kelainan rahim langka yang menyebabkan wanita mandul.
Wanita yang berhak melakukan transplantasi rahim adalah mereka dengan UFI, artinya mereka tidak memiliki rahim sejak lahir, telah melakukan pengangkatan rahim dengan operasi, dan memiliki rahim yang tidak berfungsi baik.
Lalu bagaimana prosedur transplantasi rahim itu?
Prosedur transplantasi rahim adalah bukan hal yang mudah dilakukan dan hingga kini hanya boleh dilakukan untuk tujuan penelitian. Lembaga penelitian terkemuka yang berhasil melakukan transplantasi rahim dan mencetak kelahiran adalah Cleveland Clinic.
Operasi yang dilakukan untuk prosedur transplantasi rahim dilakukan selama 6 sampai 8 jam. Uji coba penelitian transplantasi rahim, dalam keterangan tertulisnya melibatkan 10 wanita berusia 30-an dengan masalah UFI.
Rahim yang ditanam sesuai prosedur transplantasi rahim diambil dari para wanita yang baru saja meninggal. Pilihan prosedur transplantasi rahim ini dilakukan untuk meminimalkan risiko bahaya bagi peserta yang akan ditanami rahim dan melakukan operasi perut besar.
“Transplantasi rahim ke seorang wanita adalah prosedur kompleks yang membutuhkan pengendalian penuh pada respons sistem kekebalan tubuh peserta,” kata ahli bedah transplantasi Andreas Tzakis, MD.
Advertisement
Prosedur Transplantasi Rahim Selanjutnya
Mengapa pengendalian sistem imun penting dalam prosedur transplantasi rahim ini? Liputan6.com lansir dari berbagai literatur kesehatan, inti dari prosedur transplantasi rahim adalah sebagai berikut:
1. Mengonsumsi Obat Imunosupresan
Prosedur transplantasi rahim adalah dimulai dengan calon peserta yang mengonsumsi obat imunosupresan. Ini obat yang umumnya digunakan untuk menekan kerja sistem kekebalan tubuh, guna mencegah reaksi penolakan pasca transplantasi organ atau transplantasi rahim.
2. Menghubungkan Pembuluh Darah Rahim dan Serviks
Prosedur transplantasi rahim adalah kedua, dilakukan dengan mengangkat rahim dan serviks yang akan didonorkan. Kemudian setelah diangkat, prosedur transplantasi rahim adalah akan mulai menghubungkan pembuluh darah rahim dan serviks milik pendonor ke penerima donor.
3. Menunggu Pemulihan dan Memasukkan Embrio
Prosedur transplantasi rahim adalah ketiga, dilakukan pemulihan lalu akan terlihat apakah tubuh peserta bisa menerima atau menolak transplantasi organ tersebut. Setelah pulih, prosedur selanjutnya mulai memasukkan embrio (hasil pembuahan sperma dan ovum yang beku dari bayi tabung) ke dalam rahim minimal 1 bulan setelah transplantasi rahim, tetapi umumnya rahim tanam benar-benar siap setelah 6 bulan.
4. Menunggu Implantasi
Prosedur transplantasi rahim adalah keempat, apabila transplantasi rahim berhasil, tinggal menunggu sampai penerima donor mengalami implantasi. Ini tanda embrio yang menjadi cikal bakal janin berhasil tertanam di dalam rahim.
Apabila implantasi benar-benar terjadi dan muncul bercak darah sebagai tandanya, maka embrio akan terus membelah dan berkembang. Itu tanda bahwa transplantasi rahim berhasil dan peserta berhasil mendapat kehamilan.
5. Pemantauan Kehamilan
Prosedur transplantasi rahim adalah terakhir, menunggu sampai janin lahir. Selama masa kehamilan ini, penerima donor rahim harus selalu dipantau oleh ahli. Persalinan hasil transplantasi rahim harus dilakukan dengan operasi caesar.
Lalu rahim yang ditanam dalam tubuh harus segera diangkat kembali setelah 1 sampai 2 kali kehamilan. Prosedur transplantasi rahim ini dilakukan agar penerima donor atau peserta bisa menghentikan konsumsi obat imunosupresan.
Obat imunosupresan harus dikonsumsi selalu selama transplantasi rahim dilakukan dan boleh berhenti setelah rahim cangkok tersebut diangkat. Bahaya dari konsumsi obat imunosupresan secara terus-menerus adalah infeksi jamur, infeksi saluran pernapasan, hingga sepsis.
Kemudian muncul jerawat, rambut rontok, peningkatan tekanan darah, mengalami osteoporosis, dan meningkatkan risiko penyakit diabetes.
Keberhasilan Transplantasi Rahim, Bisa untuk Pria?
Lembaga penelitian terkemuka yang berhasil melakukan transplantasi rahim dan mencetak kelahiran adalah Cleveland Clinic. Diungkap, pada uji coba transplantasi rahim tersebut tim berhasil menghasilkan 3 kelahiran bayi hidup.
Atas keberhasilan transplantasi rahim pada ketiga wanita dalam uji coba ini, apakah memungkinkan pula dilakukan untuk pria yang berstatus sebagai transgender?
Ahli dalam bidang ini Carolyn Kay, M.D., melansir dari Medical News Today menjelaskan seseorang yang terlahir sebagai seorang pria atau Assigned Male At Birth (AMAB), secara teori bisa melakukan transplantasi rahim, tetapi tidak untuk jaminan keberhasilannya.
Ditegaskan oleh Dr. Carolyn, tidak ada penelitian yang cukup untuk mengonfirmasi apakah orang AMAB atau yang terlahir sebagai laki-laki dapat hamil dan melahirkan bayi sampai cukup bulan.
Apabila transplantasi rahim dilakukan oleh pria, maka penerima donor selain harus mengonsumsi obat imunosupresan, juga harus mengonsumsi berbagai pil pembentuk hormon.
“Seringkali, ini akan melibatkan terapi penggantian hormon (HRT), yang biasanya menyediakan estrogen dan progestogen,” dijelaskan.
Penerima donor rahim termasuk pria maupun wanita sesuai prosedur transplantasi rahim harus menggunakan agen imunosupresif selama kehamilan. Tujuannya agar tubuh tidak menolak transplantasi. Meski begitu, ini berisiko membuat janin terpapar bahan kimia berbahaya.
Inilah mengapa prosedur transplantasi rahim harus dilakukan oleh seorang dokter kandungan dengan pelatihan khusus. Terutama khusus pada persalinan paling berisiko tinggi untuk memberikan dukungan selama kehamilan.
Advertisement