Liputan6.com, Jakarta Skeptis adalah sikap yang tidak mudah percaya atau meragukan sesuatu. Orang yang memiliki sikap skeptis biasanya tidak akan mudah menerima begitu saja informasi, asumsi, dan keyakinan tanpa bukti. Orang yang memiliki sikap skeptis biasanya akan lebih waspada terhadap sebaran informasi agar terjebak berita palsu atau hoax.
Baca Juga
Advertisement
Skeptis adalah sikap mempertanyakan atau mencurigai segala sesuatu. Sikap skeptis ini didasari oleh keyakinan bahwa segala sesuatu bersifat tidak pasti. Oleh karena itu, sikap skeptis diperlukan untuk memastikan segala sesuatu dengan dengan bukti-bukti dan logika yang masuk akal.
Sikap yang meragukan dan tidak mudah mempercayai sesuatu mungkin terdengar memiliki konotasi yang negatif. Namun, skeptis adalah sikap yang perlu dimiliki bagi seseorang yang menginginkan kebenaran yang valid.
Bisa dibilang, skeptis adalah salah satu bentuk dari sikap kritis, karena pada pelaksanaannya, skeptis akan mendorong seseorang untuk mempertanyakan sesuatu dengan melibatkan argumen terstruktur untuk menimbulkan keraguan agar mendapatkan penjelasan yang akurat dan memadai.
Di era persebaran informasi yang begitu pesat, skeptis adalah sikap yang diperlukan terutama untuk menyaring informasi. Namun sebelum lebih jauh mengenai mengenai sikap skeptis, penting untuk mengulas jenis sikap ini lebih dalam lagi agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
Dalam artikel ini selanjutnya akan diulas secara mendalam mengenai pengertian skeptis beserta manfaatnya, seperti yang sudah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (28/7/2022).
Pengertian Skeptis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) skeptis adalah sikap kurang percaya, ragu-ragu terhadap keberhasilan ajaran dan sebagainya. Dari makna yang terdapat dalam KBBI, dapat dipahami bahwa skeptis adalah sikap yang tidak mudah percaya dan ragu-ragu. Skeptis memang terdengar negatif jika hanya berdasarkan makna tersebut.
Namun kita juga harus bersikap skeptis terhadap makna yang tersedia dalam KBBI. Dengan kata lain, penting untuk tidak percaya pada satu sumber informasi saja.
Dilansir dari Online Etymology Dictionary, kata skeptis berasal dari kata dalam bahasa Latin scepticus, yang berarti sekte Skeptis. Lalu dari dalam bahasa Yunani skeptikos yang merupakan bentuk jamak dari Skeptikoi, yang berarti orang-orang skeptis, pengikut Pyrrho.
Skeptis merupakan kata beda dari kata sifat yang berarti menanyakan dan reflektif. Dari sumber yang sama, skeptis adalah seorang filsuf kuno atau modern yang menyangkal kemungkinan pengetahuan, atau bahkan kepercayaan rasional, dalam beberapa bidang.
Selain itu skeptis juga dimaknai secara berbeda dari berbagai sudut pandang. Dalam Essays and Soliloquies (1924), Miguel de Unamunos menyebut, Skeptis bukan berarti dia yang meragukan, tetapi dia yang menyelidiki atau meneliti sebagai lawan dari dia yang menegaskan dan berpikir bahwa dia telah menemukan.
Sementara itu menurut Tom Friedman dari New York Times, skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu. dari pemaparan Friedman, skeptis justru memiliki makna yang lebih positif karena seorang yang skeptis adalah orang yang selalu memeriksa betul kebenaran dari sebuah informasi yang diterimanya.
Dari sejumlah pengertian tersebut bisa dikatakan bahwa skeptis adalah sikap keraguan atau kecenderungan untuk tidak percaya, baik secara umum maupun terhadap objek tertentu. Skeptisisme juga dapat disebut sebagai doktrin bahwa pengetahuan bukan hal yang pasti, sebuah metode penilaian yang ditangguhkan, keraguan yang terstruktur, atau karakteristik dari kritik skeptis.
Advertisement
Skeptisisme
Skeptis adalah hal yang terkait dengan suatu paham yang disebut skeptisisme. Dalam filsafat, skeptisisme dapat merujuk pada metode penyelidikan yang menekankan pengawasan kritis, kehati-hatian, dan ketelitian intelektual. Skeptisisme adalah metode untuk mendapatkan pengetahuan melalui keraguan terstruktur dan pengujian terus-menerus. Selain itu, skeptisisme juga dipahami sebagai seperangkat tuntutan mengenai keterbatasan pengetahuan manusia dan tanggapan yang tepat untuk keterbatasan tersebut.
Skeptisisme dapat digolongkan berdasarkan tingkat keraguannya. Dalam filsafat, setidaknya ada tiga pemetaan skeptisisme.
Pertama, skeptisisme yang diperkenalkan oleh Aristoteles, yaitu sikap menunda putusan penilaian dan mempertanyakan semua dugaan dan simpulan, sehingga orang terpaksa menjustifikasi dirinya dengan analisis yang kritis.
Kedua, skeptisisme yang diperkenalkan dalam fenomenalisme Immanuel Kant, bahwa pengetahuan hanya terkait dengan pengalaman atau fenomena, dan pikiran manusia tidak mampu mengetahui sumber atau landasan dari pengalaman.
Ketiga, skeptisisme yang dipelopori oleh Gorgias dari kelompok sofis Yunani, yaitu mustahil mencapai pengetahuan, dan pencarian kebenaran merupakan hal yang sia-sia.
Dari pemaparan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa skeptisisme adalah sebuah pendirian di dalam epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menyangsikan kenyataan yang diketahui, baik ciri-cirinya maupun eksistensinya. Penganut skeptisisme sudah ada sejak zaman Yunani kuno, tetapi di dalam filsafat modern, Rene Descartes adalah perintis sikap ini dalam metode ilmiah. Kesangsian descartes dalam metode kesangsiannya adalah sebuah sikap skeptis, tetapi skeptisisme macam itu bersifat metodis, karena tujuan akhirnya adalah untuk mendapatkan kepastian yang tak tergoyahkan, yaitu: cogito atau subjectum sebagai instansi akhir pengetahuan manusia.
Secara informal skeptisisme dapat diterapkan pada topik apa pun, seperti politik, agama, atau pseudosains. Ini sering diterapkan dalam ranah yang terbatas, seperti moralitas (skeptisisme moral), teisme (skeptisisme tentang keberadaan Tuhan), atau supernatural.
Jenis Skeptisisme
Skeptisisme pun bergerak dalam beberapa bidang yang membuatnya terbagi menjadi sejumlah kategori. Dilansir Liputan6.com dari Merdeka.com, berikut jenis-jenis skeptisisme yang perlu kamu ketahui:
a. Dogmatic skepticism. Dogmatic skepticism menganggap bahwa segala sesuatunya tak ada yang dapat diketahui. Tidak ada kebenaran yang pasti dan sejati menyangkut semua hal, sebab pandangan manusia selama ini merupakan sebuah kekeliruan besar.
b. Pyrrhonian skepticism. Jenis skeptisisme ini menganggap bahwa hal yang pasti itu tidak akan mungkin. Individu yang bijaksana hendaknya menjauhi untuk segera memberikan penilaian terhadap suatu hal teoritis.
c. Empiricist foundationalism. Pada jenis skeptisisme ini, tidak ada pengetahuan yang pasti. Hanya indra manusia yang mampu memberikan bukti nyata dan kepastian.
d. Rationalist foundationalism. Dalam jenis skeptisisme ini, pancaindra manusia bukan sesuatu yang mampu memberikan bukti nyata dan objektif. Hanya akal yang dapat menentukan kebenaran.
e. Authoritarianism. Jenis skeptisisme ini beranggapan bahwa hanya sejumlah orang yang mampu mengetahui secara pasti mengenai suatu pengetahuan dan informasi. Orang lain di luar kelompok dianggap tak memiliki kemampuan sama.
Advertisement
Skeptis dari Sudut Pandang Keilmuan
Ilmu Psikologi
Dalam ilmu psikologi, skeptis adalah suatu sikap kecenderungan untuk meragukan pendapat orang lain. Orang lain yang berinteraksi langsung dengannya akan dipandang sebelah mata dan tak memiliki kemampuan kognitif yang sama. Akibatnya, pertentangan pun seringkali terjadi. Tak jarang, sikap skeptis akan berubah dari pertentangan menjadi konflik jika tak kunjung menemukan persamaan sudut pandang dan resolusi yang tepat.
Ilmu Sosiologi
Dalam sosiologi, skeptis adalah hasil pemahaman kognitif seorang individu yang berbeda dari orang lain. Hal ini dapat terjadi lantaran pengaruh dari banyak faktor seperti intensitas komunikasi dengan orang lain, lingkungan keluarga, dan lain sebagainya. Sikap ragu terhadap pandangan orang lain ini pun juga akan berpengaruh terhadap bentuk interaksi yang hendak dilakukan individu.
Ilmu Filsafat
Dalam ilmu filsafat, skeptis adalah suatu sikap meragukan sesuatu informasi ataupun pengetahuan yang telah diwariskan kepada umat manusia selama ini. Berbagai ilmu yang tertulis di masa lampau dianggap bukan sesuatu hal yang pasti. Maka dari itu, dibutuhkan diskursus untuk menyempurnakan pengetahuan yang telah diwariskan dari generasi umat manusia di masa lalu. Pemikiran ini bermula dari adanya beberapa tokoh filsafat klasik seperti Socrates hingga Plato yang merenungkan pengetahuan dan informasi.
Manfaat Skeptis untuk Tangkal Hoax
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, skeptis adalah sikap yang meragukan, tidak mudah percaya terhadap segala sesuatu, baik itu informasi, keyakinan, doktrin, maupun dogma. Oleh karena itu, orang yang memiliki sikap skeptis akan mempertanyakan segala sesuatu untuk menguji kebenaran dari suatu informasi,keyakinan, doktrin, dogma, maupun sesuatu yang lain. Dengan kata lain, skeptis adalah sikap yang diperlukan untuk mencari kebenaran yang valid, terverifikasi, dan terbukti kebenarannya.
Di era persebaran informasi yang semakin pesat seperti sekarang ini, memiliki sikap skeptis adalah hal yang penting. Terlebih lagi jika mengingat bahwa ada banyak informasi yang tersebar dengan cepat dari berbagai sumber yang tidak jelas. Sikap skeptis akan mendorong seseorang untuk tidak percaya dengan informasi yang tersebar itu, lalu kemudian melakukan upaya untuk menguji kebenaran dari informasi tersebut. Upaya menguji kebenaran dari informasi yang tersebar ini bisa dilakukan dengan melakukan klarifikasi langsung ke sumber informasi, mencari sumber lain yang lebih kredibel dan sebagainya.
Kesimpulannya, meragukan atau mempertanyakan sesuatu bukan sesuatu hal yang buruk. Justru hal itu bisa menjadi sikap dasar yang baik agar tidak mudah terjebak pada kekacauan informasi yang semakin lama semakin rumit.
Advertisement