Liputan6.com, Jakarta Tujuan politik etis adalah sebuah bentuk balas budi. Setelah lama menduduki dan menjajah nusantara, pemerintah Belanda dituntut untuk membalas budi atas apa yang telah mereka lakukan pada para penduduk tanah jajahan mereka di Hindia Belanda.
Baca Juga
Tujuan politk etis adalah untuk membayar semua eksploitasi yang telah dilakukan oleh Kerajaan Belanda di Hindia Belanda. Berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan Kolonial, khususnya kebijakan tanam paksa, yang hanya menguntungkan pemerintah Kolonial dan para elit lokal tertentu saja. Sementara itu, rakyat semakin tercekik dan hidup dalam penderitaan.
Advertisement
Tujuan politik etis sebenarnya mulia. Mereka ingin memperbaiki kehidupan masyarakat lokal di tanah koloni mereka yang selama ini mereka eksploitasi. Mereka menerapkan berbagai kebijakan untuk menyejahterakan kehidupan penduduk lokan tanah koloni mereka. Akan tetapi, politik selalu terkait dengan kepentingan. Di balik tujuan politik etis yang baik, terdapat kepentingan berbagai elit tertentu. Politik etis tidak sepenuhnya menghilangkan diskriminasi ataupun eksploitasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonal terhadap rakyat tanah koloni.
Lalu apakah tujuan dari politik etis? Berikut ini adalah tujuan politik etis beserta sejarah dan dampaknya bagi masyarakat yang dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (3/8/2022)
Sejarah Singkat Politik Etis
Buku dan media cetak adalah jendela pengetahuan sekaligus alat propaganda yang efektif. Semenjak diciptakannya mesin cetak, media-media cetak seperti buku, pamflet, hingga surat kabar digunakan oleh berbagai kelompok untuk menyebarkan ide-ide mereka. Sepanjang sejarah, ide-ide yang disebarkan melalui media cetak telah berhasil memicu berbagai gerakan dan perubahan di dunia.
Kemunculan kebijakan politik etis di Hindia Belanda tidak terlepas dari peranan media cetak. Pada tahun 1860, terbitlah sebuah novel yang berjudul Max Havelaar. Novel yang ditulis oleh Edward Douwes Dekker dengan nama pena Multatuli ini mengungkapkan kekejaman dan penindasan yang yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda di Hindia Belanda.
Novel Max Havelaar berhasil membuka mata masyarakat negeri Belanda mengenai kondisi masyarakat asli tanah koloni yang sesungguhnya. Sebelumnya, masyarakat Belanda mengira bahwa apa yang dilakukan oleh kerajaan Belanda di Hindia Belanda adalah untuk menolong para penduduk lokal. Novel ini menyadarkan mereka bahwa kebijakan yang diterapkan pemerintah Kolonial Hindia Belanda telah menyengsarakan dan menindas masyarakat lokal, bukan membantu mereka.
Pengetahuan yang baru mengenai kondisi di tanah jajahan ini menimbulkan gerakan baru di Belanda. Mereka mulai menyuarakan desakan terhadap pemerintah Belanda untuk mengurangi kebijakan-kebijakan yang menindas masyarakat Hindia Belanda.
Pada tahun 1899 seorang ahli hukum Belanda, C.Th. van Deventer menerbitkan sebuah artikel yang berjudul "Een eereschuld" atau "suatu hutang kehormatan". Mengutip dari buku karya sejarawan M.C. Ricklefs yang berjudul "Sejarah Indonesia Modern 1200-2004" (2007: 320), di dalam artikel tersebut van Deventer menyebutkan bahwa bangsa Belanda memiliki hutang yang besar pada bangsa Indonesia karena telah memeras kekayaan alam ngerinya. Oleh sebab itu, bangsa Belanda harus membayar hutang tersebut dengan memberikan prioritas utama kepada kepentingan rakyat Indonesia di dalam kebijakan kolonial.
Politik etis secara resmi dimulai pada tahun 1901. Ini ditandai oleh pidato Ratu Wilhemina pada tanggal 17 September yang menyebutkan bahwa Belanda memiliki hutang moral yang harus dipenuhi terhadap penduduk lokal di tanah koloni. Di samping itu, iya juga mengatakan bahwa rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Jawa menarik perhatiannya.
Advertisement
Tujuan Politik Etis
Secara umum tujuan politik etis adalah untuk membalas budi dan membayar hutang moral yang dimiliki oleh Bangsa Belanda kepada Bangsa Indonesia setelah melakukan berbagai penindasan dan ekspoitasi baik alamnya maupun rakyatnya. Oleh sebab itu, tujuan politik etis diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan Bangsa Indonesia.
Untuk mencapai tujuan politik etis tersebut, maka pemerintah Hindia Belanda menerapkan 3 kebijakan. Ketiga kebijakan tersebut ialah:
A. Edukasi
Kebijakan pertama yang diterapkan pemerintah Hindia Belanda untuk mencapai tujuan politik etis ialah edukasi. Pemerintah kolonial mendirikan banyak sekolah untuk memajukan pendidikan anak pribumi. Mereka berharap dengan memajukan pendidikan masyarakat pribumi, mereka bisa meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Pemerintah Kolonial kemudiian mendirikan banyak sekolah, bahkan hingga ke desa-desa. Di desa, mereka mendirikan sekolah tingkat dua atau "Ongko Loro". Sekolah ini menjadi tempat belajar bagi anak-anak biasa di desa-desa. Di sini mereka akan mengenyam pendidikan selama 3 tahun, tetapi mereka tidak mempelajari bahasa Belanda.
Selain itu, pemerintah kolonial juga mendirikan sekolah tingkat satu atau "Ongko Siji". Sekolah ini bertujuan untuk mendidik anak-anak priyayi. Di sini mereka akan mengenyam pendidikan selama 6 tahun dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
B. Irigasi
Kebijakan pemerintah Kolonial yang selanjutnya untuk memenuhi kebijakan politik etis ialah Irigasi. Irigasi adalah salah satu unsur yang penting dalam industri pertanian dan perkebunan yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Jawa.
Pemerintah Kolonial menggalakkan berbagai infrastruktur untuk mengembangkan pertanian dan perkebunan di Hindia Belanda, seperti saluran irigasi dan juga bendungan. Dengan meningkatkan dan mengembangkan infrastruktur ini mereka berharap supaya produktivitas hasil pertanian dan perkebunan akan meningkat dan rakyatpun menjadi semakin sejahtera.
C. Transmigrasi
Program ketiga pemerintah Kolonial untuk mencapai tujuan politik etis ialah Imigrasi. Tujuan dari program ini adalah untuk meratakan kepadatan penduduk di Hindia Belanda.
Melalui program transmgrasi ini, mereka berniat untuk mengurangi kepadatan penduduk di pulau Jawa. Dengan mengirim mereka ke daerah lain yang memiliki penduduk yang lebih sedikit, mereka diharapkan mereka bisa lebih mudah untuk mendapatkan kesempatan pekerjaan yang baru sehingga kesejahteraan merekapun meningkat.
Tujuan Politik Etis dan Kelompok Liberal
Di samping tujuan mulianya, ada tujuan politik etis yang tersembunyi. Kebijakan politik etis tidak dapat terlaksana tanpa adanya dukungan dari kelompok liberal di Belanda. Pada saat itu, kelompok liberal sedang berkembang dengan pesat pasca revolusi industri yang terjadi di Eropa.
Revolusi industri mendorong perkembangan pesat produksi di negara-negara Eropa. Hal ini mendorong berkembangnya pengaruh dan kekuasaan dari kelompok pemilik modal yang menguasai industri dan produksi barang.
Seiring dengan berkembangnya industri di Eropa termasuk di Belanda, mereka berusaha mencari pasar baru untuk menjual hasil produksinya. Mereka juga membutuhkan suplai bahan mentah yang mereka butuhkan untuk kegiatan produksi industri. Merekapun melihat tanah jajahan sebagai tempat untuk mengembangkan industri mereka.
Kelompok liberal Belanda mendukung politik etis karena mereka melihat kebijakan ini sesuai dengan kepentingan mereka untuk mengembangkan industri Belanda yang mereka kuasai. Merekalah yang menerima keuntungan terbesar dari 3 kebijakan politik etis yang diterapkan oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Mengembangkan pendidikan masyarakat pribumi dibutuhkan oleh kaum liberal supaya mereka dapat mendapatkan tenaga kerja yang terdidik. Sementara itu, pembangunan sistem irigasi dan bendungan penting untuk perkembangan perkebunan milik perusahaan-perusahaan Belanda di Hindia Belanda. Sementara itu, melalui kebijakan transmigrasi, perusahaan-perusahaan Belanda di luar Jawa bisa mendapatkan tenaga kerja yang murah.
Advertisement
Dampak Politik Etis
Meskipun banyak penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan politik etis, kebijakan ini juga memberikan berbagai dampak yang besar dan penting terhadap masyarakat Indonesia. Dampak dari kebijakan ini meliputi:
- Pembangunan infrastruktur transportasi seperti kereta api membuat transportasi semakin lancar dan banyak yang masih digunakan hingga saat ini.
- Pembangunan infrastruktur pertanian membuat industri pertanian dan perkebunan berkembang. Selain itu, infrastruktur ini juga masih digunakan hingga saat ini.
- Pendirian infrastruktur pendidikan tidak hanya berhasil meningkatkan perataan edukasi ke masyarakat yang lebih luas. Selain itu, berbagai bangunan ini juga masih digunakan hingga saat ini.
- Dampak terbesar dari politik etis ialah munculnya kaum terpelajar di Indonesia. Pendidikan yang diterima oleh mereka telah membuka pandangan mereka tentang buruknya sistem pemerintahan Kolonial dan memicu munculnya kesadaran nasional. Para pelajar ini kemudian mulai melakukan perjuangan dan menjadi pelopor gerakan nasional. Salah satu contohnya ialah Soetomo, seorang mahasiswa STOVIA yang mempelopori pendirian Organisasi Boedi Oetomo