Liputan6.com, Jakarta Qiyas adalah salah satu sumber hukum dalam Islam. Seperti yang diketahui, agama Islam mengatur segala aspek dalam kehidupan manusia, mulai dari bagun tidur hingga tidur lagi. Aturan tersebut berdasarkan pada Alquran dan Hadits.
Alquran dan Hadits merupakan dua sumber hukum utama dalam Islam. Meski demikian, ada sumber hukum lain yang juga diakui dalam Islam, yakni ijma dan qiyas. Qiyas sendiri merupakan sumber hukum yang kedudukannya berada di urutan nomor empat setelah Alquran, Hadits, dan ijma.
Qiyas adalah sebuah solusi yang ditawarkan untuk berbagai kasus hukum yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alquran dan Hadits.
Advertisement
Dalam artikel "Qiyas sebagai Metode Penetapan Hukum Islam," Muhd. Farabi Dinata menyebutkan bahwa qiyas adalah suatu konsep penetapan hukum yang digagas pertama kali oleh Imam Syafi'i.
Dalam pandangannya, berbagai kasus hukum yang terdapat dalam masyarakat Muslim yang tidak jelas diatur dalam al-Qur’an atau Sunnah dapat diselesaikan melalui qiyas, baik dalam bentuk qiyas jaly atau qiyas khafi.
Untuk lebih memahami mengenai qiyas, berikut adalah ulasan lengkapnya mengenai pengertian, rukunn, dan contoh-contohnya, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (21/9/2022).
Pengertian Qiyas
Secara harfiah, arti dari qiyas adalah mengukur, membandingkan sesuatu dengan yang serupa. Sementara itu secara istilah, pengertian qiya adalah metode penetapan hukum suatu perkara yang tidak disebutkan secara eksplisit dari sumber hukum Alquran dan As-Sunnah.
mengenai qiyas, Imam Syafi’i pernah menyebutkan bahwa setiap kejadian/peristiwa yang terjadi pada seorang muslim pasti ada hukumnya. Dan ia wajib mengikuti nash, apabila ada nashnya. Dan apabila tidak ada nashnya dicari dari permasalahannya (dilalah-nya) di atas jalan yang benar dengan ijtihad, dan ijtihad itu adalah qiyas.
Sementara itu menurut Al-Ghazali menyebutkan bahwa qiyas adalah menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal menetapkan hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya disebabkan ada hal yang sama antara keduanya, dalam penetapan hukum atau peniadaan hukum.
Qadhi Abu Bakar mendefinisikan qiyas hampir sama dengan apa yang disampaikan al-Ghazali dan disetujui oleh kebanyakan ulama. Menurut Qadhi Abu Bakar, qiyas adalah menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui dalam hal menetapkan hukum pada keduanya atau meniadakan hukum dari keduanya disebabkan ada hal yang sama antara keduanya.
Ibnu Subki dalam kitabnya Jam’u al-jawami’ memberikan definisi qiyas adalah menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui karena kesamaannya dalam illat hukumnya menurut pihak yang menghubungkan (mujtahid).
Menurut Abu Hasan al-Bashri qiyas adalah menghasilkan (menetapkan) hukum ashal pada furu’ karena keduanya sama dalam ‘illat hukum menurut mujtahid.
Sementara Al-Baidhawi, qiyas adalah menetapkan semisal hukum yang diketahui pada sesuatu lain yang diketahui, karena keduanya berserikat dalam ‘illat hukum menurut pandangan ulama yang menetapkan.
Dari sejumlah pengertian qiyas menurut pandangan para ulama, dapat disimpulkan bahwa qiyas adalah suatu cara atau metode penetapan hukum suatu perkara yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alquran dan As-Sunnah, dengan mengacu pada perkara hukum yang mirip dan serupa. Bisa juga dipahami bahwa, qiyas adalah menetapkan hukum suatu perkara dengan menyamakan hukumnya dengan hukum suatu perkara yang mirip.
Advertisement
Jenis-Jenis Qiyas
Imam Syafi'i menyebutkan bahwa berbagai kasus hukum yang terdapat dalam masyarakat Muslim yang tidak jelas diatur dalam al-Qur’an atau Sunnah dapat diselesaikan melalui qiyas, baik dalam bentuk qiyas jaly atau qiyas khafi.
Dengan kata lain qiyas adalah metode penetapan hukum yang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan cara penetapan hukumnya. Secara umum, qiyas dibedakan menjadi tiga, yakni Qiyas Illat, Qiyas Dalalah, dan Qiyas Shabah.
Qiyas Illat
Qiyas illat adalah jenis qiyas yang sudah jelas illat dari kedua persoalan yang dibandingkan atau diukur. Sehingga baik masalah pokok maupun cabang sudah jelas illatnya, sehingga para ulama secara mutlak akan sepakat mengenai hukum dari sesuatu yang sedang dibandingkan dan diukur tadi.
Misalnya saja hukum mengenai minuman anggur. Buah anggur memang halal namun ketika dibuat menjadi minuman maka akan mengandung alkohol. Alkohol memberi efek memabukan sehingga hukum meminumnya sama dengan minuman jenis lain yang memabukkan, yakni haram atau tidak boleh diminum. Qiyas Illah kemudian terbagi lagi menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut:
a. Qiyas Jali
Qiyas jali adalah jenis qiyas yang illat suatu persoalan bisa ditemukan nashnya dan bisa ditarik kesimpulan nashnya namun bisa juga sebaliknya. Misalnya adalah pada persoalan larangan untuk menyakiti kedua orang tua dengan perkataan kasar. Hukumnya tidak diperbolehkan sebagaimana hukum haram (tidak diperbolehkan) untuk menyakiti fisik kedua orang tua tadi (memukul atau menyakiti secara fisik). Sehingga setiap anak diharuskan untuk menjaga lisan maupun perbuatan di hadapan orang tua agar tiada menyakiti hati mereka.
b. Qiyas Khafi
Qiyas khafi adalah jenis qiyas yang illat suatu persoalan diambil dari illat masalah pokok. Jadi, jika hukum asal atau persoalan utamanya adalah haram maka persoalan yang menjadi cabang pokok tersebut juga haram, demikian jika sebaliknya.
Salah satu contoh jenis qiyas khafi adalah hukum membunuh manusia baik dengan benda yang ringan maupun berat. Hukum keduanya adalah haram atau dilarang, sebab membunuh adalah kejahatan sekaligus dosa karena mendahului kehendak Allah SWT dalam menentukan umur makhluk hidup di dunia.
Qiyas Dalalah
Qiyas dalalah adalah jenis qiyas yang menetapkan hukum berdasarkan dalil illat. Bisa juga diartikan sebagai qiyas yang diterapkan dengan cara mempertemukan pokok dengan cabang berdasarkan dalil illat tadi.
Contoh dari qiyas jenis ini adalah ketika mengqiyaskan nabeez dengan arak, dimana dasarnya adalah sama-sama mengeluarkan bau yang terdapat pada minuman memabukan.
Qiyas Shabah
Qiyas shabah adalah qiyas yang mempertemukan antara cabang dengan pokok persoalan hanya untuk penyerupaan. Contohnya sendiri bisa diambil dari yang disampaikan oleh Abu Hanifah mengenai mengusap atau menyapu kepala anak berulang-ulang. Tindakan tersebut kemudian dibandingkan dengan menyapu lantai memakai sapu. Sehingga didapat kesamaan yaitu sapu.
Hanya saja untuk qiyas shabah sendiri oleh beberapa muhaqqiqin mendapat penolakan. Sehingga menjadi jenis qiyas yang terbilang jarang diterapkan.
Rukun Qiyas
Menurut para ulama ushul, qiyas adalah mentode penetapan hukum yang harus memenuhi empat unsur utama atau yang juga disebut sebagai rukun. Rukun qiyas adalah sebagai berikut, Al-Ashlu, Al-Far'u, Al-Hukmu, dan Al-'Illat.
1. Al-Ashlu
Para fuqaha mendefinisikan al-ashlu sebagai hukum yang sudah jelas dengan didasarkan pada nash yang jelas. Air perasan buah kurma dan anggur termasuk contoh al-ashlu. Sebab pada waktu turunnya ayat haramnya khamar, keduanya adalah khamar yang dikenal di masa itu.
2. Al-Far'u
Makna al-far'u adalah cabang, sebagai lawan kata dari al-ashlu di atas. Yang dimaksud dengan al-far'u adalah suatu masalah yang tidak ditemukan nash hukumnya di dalam Al-Quran atau As-Sunnah secara eksplisit. Dalam contoh kasus khamar di atas, yang menjadi al-far'u adalah an-nabidz, yaitu perasan dari selain kurma dan anggur, yang diproses menjadi khamar dengan pengaruh memabukkan.
3. Al-Hukmu
Yang dimaksud dengan al-hukmu adalah hukum syar'i yang ada dalam nash, dimana hukum itu tersemat pada al-ashlu di atas. Maksudnya adalah perasan.
4. Al-'Illat
Yang dimaksud dengan al-'illat adalah kesamaan sifat hukum yang terdapat dalam al-ashlu (dan juga pada al-far'u). Dalam contoh di atas, 'illat adalah benang merah yang menjadi penghubung antara hukum air perasan buah anggur dan buah kurma dengan air perasan dari semua buah-buahan lainnya, dimana keduanya sama-sama memabukkan.
Demikian penjelasan mengenai qiyas. Dari ulasan tersebut dapat dipahami bahwa qiyas adalah metode atau cara penetapan perkara yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alquran dan Sunnah. Penetapan hukum ini dilakukan dengan cara membandingkan suatu perkara atau kasus dengan perkara serupa yang telah disebutkan dalam Alquran dan Sunnah.
Advertisement