Sukses

Prosesi Pernikahan Adat Jawa, Ketahui Makna yang Terkandung di Dalamnya

Prosesi pernikahan adat Jawa menjadi salah satu prosesi pernikahan yang banyak dipakai di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Prosesi pernikahan adat Jawa menjadi salah satu prosesi pernikahan yang banyak dipakai di Indonesia. Hal ini terjadi karena komunitas suku Jawa termasuk salah satu suku terbesar di Indonesia.

Selain itu prosesi pernikahan adat Jawa tidak hanya dipakai oleh keturunan Jawa. banyak orang dari suku lain yang menggunakan adat Jawa dalam prosesi pernikahannya.

Studi oleh Dewi Avivah dalam tesis Makna Pesan Simbolik dalam Tradisi Pernikahan Adat Jawa di Mojokerto menjelaskan bahwa setiap prosesi adat Jawa, seperti pemasangan tarub, siraman, hingga temu manten—mengandung makna simbolik, seperti memohon kesejahteraan, keharmonisan, dan perlindungan spiritual bagi pasangan pengantin. Simbol-simbol non-verbal tersebut menunjukkan betapa dalamnya nilai-nilai kearifan lokal diwariskan secara turun-temurun sebagai pedoman hidup keluarga baru.

Prosesi pernikahan adat Jawa banyak disukai karena nilai-nilai luhur yang terkandung pada setiap elemennya. Ada Jawa secara keseluruhan, memang banyak melibatkan simbol-simbol yang mengandung nilai-nilai tertentu, misalnya seperti motif kain batik yang memiliki makna yang berbeda dan aturan pemakaiannya yang terperinci.

Seluruh rangkaian dalam prosesi pernikahan adat Jawa memiliki makna luhur tentang keberlangsungan kehidupan rumah tangga yang akan dilewati oleh pasangan pengantin kelak. Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Senin (16/6/2025).

2 dari 6 halaman

Prosesi Pernikahan Adat Jawa

Dalam jurnal TRADISI ADAT JAWA DALAM PELAKSANAAN PERNIKAHAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM oleh Meiyanda & M. Yarham, disebutkan bahwa banyak prosesi adat Jawa, terutama mahar, wali nikah, dan akad—dapat diintegrasikan harmonis dengan nilai Islam, meski beberapa elemen adat seperti sesaji perlu disesuaikan. Penelitian ini menunjukkan bahwa budaya Jawa bisa terus dipertahankan dengan sikap selektif terhadap aspek-aspek yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

1. Pemasangan Tratag dan Tarub

Prosesi pernikahan adat Jawa dimulai setidaknya sehari sebelum upacara pernikahan dilangsungkan. Prosesi pertama adalah pemasangan tratag dan tarub oleh ayah mempelai perempuan. Tratag dan tarub menjadi penanda bahwa keluarga yang bersangkutan akan mengadakan hajat. 

Tratag adalah dekorasi tenda yang digunakan untuk berteduh tamu undangan yang akan hadir pada upacara pernikahan. Sedangka, tarub adalah hiasan anyaman janur yang dipasang di depan rumah mempelai perempuan. Pemasangan tarub yang terbuat dari janur kuning memiliki makna  meminta cahaya gemilang kepada Sang Pencipta agar kedua mempelai diberikan kemudahan, serta rezekinya yang selalu mengalir, dan dilimpahi kemakmuran.

2. Pemasangan Tuwuhan 

Prosesi pernikahan adat Jawa dilanjutkan dengan peletakan tuwuhan. Tuwuhan memiliki makna supaya pasangan yang akan menikah segera dikaruniai anak atau momongan, serta mampu melewati jalan terjal dan rintangan dengan hidup bersama-sama.

Tuwuhan yang berarti tumbuh-tumbuhan ini diletakkan di tempat prosesi siraman akan dilangsungkan. Tuwuhan biasanya juga ditambahkan buah-buahan seperti setandan pisang pada masing-masing sisi sebagai harapan agar sang pengantin kelak cepat memperoleh buah hati.

3. Sungkeman 

Ritual sungkeman sebenarnya tidak hanya dilakukan saat prosesi pernikahan adat Jawa saja. Pada pernikahan adat lain juga terdapat prosesi sungkeman. Bahkan prosesi ini tidak hanya dilakukan saat akan menikah saja. Sungkeman menjadi bentuk penghormatan anak kepada orang tua yang telah merawatnya dengan penuh kasih sayang.

Dalam pernikahan adat Jawa, sungkeman juga menjadi bentuk permintaan maaf atas segala kesalahan yang telah diperbuat dari lahir hingga akan menikah. Sungkeman juga merupakan ritual meminta izin untuk menjalani kehidupan yang baru bersama pasangan. Pada pernikahan modern seperti sekarang, prosesi sungkeman biasanya dilakukan saat acara pengajian yang biasanya dilakukan sehari sebelum upacara nikah. 

4. Siraman

Setelah siraman prosesi pernikahan adat jawa selanjutnya adalah Siraman. Siraman menjadi simbol adalah penyucian diri calon pengantin. Kata siraman dalam Bahasa Jawa memiliki arti menyiram dengan air. Air yang digunakan pada prosesi ini secara tradisional harus berasal dari tujuh mata air yang berbeda.

Pada ritual ini, akan ada tujuh orang yang menyiramkan air ke sang pengantin, yang terdiri dari orang tua dan kerabat yang lebih tua, terutama yang sudah menikah. Penyiraman air ini menjadi bentuk pemberian doa dari para kerabat agar pernikahan yang dijalani dapat berjalan baik. Ayah mempelai bertugas mengakhiri siraman tersebut, selain itu sang ayah juga akan menggendong calon pengantin menuju kamar pengantinnya.

5. Ngerik

Tidak hanya anggota keluarga yang melakukan ritual sebelum upacara pernikahan, perias juga ikut terlibat. Keterlibatan perias pengantin ini ada pada prosesi ngerik. Prosesi yang dilakukan pada malam hari ini adalah mengerik rambut halus yang ada pada dahi mempelai perempuan.

Makna dari prosesi ini adalah untuk membuang segala keburukan, kesialan, atau hal-hal yang dirasa tidak baik. Prosesi ini juga berguna untuk membentuk rambut pengantin perempuan agar mudah dipasangi paes saat upacara pernikahan nanti. Ibu dari mempelai perempuan juga akan mengikuti prosesi ngerik. Biasanya, perias yang akan membantu proses ngerik diwajibkan untuk berpuasa terlebih dahulu. 

3 dari 6 halaman

Prosesi Pernikahan Adat Jawa

6. Dodol Dawet

Saat mempelai perempuan sedang menjalani prosesi ngerik, orang tua mempelai perempuan dapat melakukan prosesi dodol dawet. Dodol dawet apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi menjual dawet atau cendol.

Kedua orang tua menyelenggarakan acara menjual dawet sebagai hidangan kepada para tamu undangan yang telah hadir menyaksikan prosesi yang telah berjalan. Tetapi, penjualan dawet ini tidak dibayar dengan uang, melainkan dengan kreweng atau pecahan tembikar dari tanah liat sebagai tanda bahwa pokok kehidupan berasal dari bumi. 

Ada prosesi ini, ibu mempelai perempuan akan melayani para pembeli, sedangkan sang ayah akan memayungi sang ibu. Hal ini menjadi contoh kepada anak-anaknya di kemudian hari bahwa mereka harus saling bergotong royong dalam membina rumah tangga. 

7. Midodareni

Setelah prosesi ngerik dan dodol dawet selesai prosesi pernikahan adat Jaya dilanjutkan dengan prosesi malam midodareni. Midodareni berasal dari kata widodari yang artinya bidadari. Prosesi midodareni bertujuan untuk mempercantik mempelai perempuan agar tampak seperti bidadari saat hari pernikahannya nanti. 

Dalam prosesi ini mempelai perempuan akan berdiam diri di kamar bersama kerabat perempuan lainnya. Prosesi ini biasanya dimulai dari pukul 18.00 hingga 24.00, selama prosesi calon pengantin perempuan akan melakukan perawatan diri seperti luluran, memakai masker, dan lain sebagainya.

Setelah prosesi midodareni selesai, pengentin perempuan keluar dengan riasan sederhana kemudian sang ayah dari mempelai perempuan akan mengadakan tantingan. Sang ayah akan bertanya, apakah mempelai perempuan sudah siap menikah dengan pujaan hati? Apakah sudah mantap dan yakin?

Dalam prosesi midodareni calon pengantin laki-laki juga datang ke rumah calon pengantin perempuan, namun keduanya tidak diizinkan bertemu. Biasanya juga akan diadakan srah-srahan midodareni dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Seserahan yang diberikan bisa berupa alat sholat, pakaian, alas kaki, perhiasan, make up, dan berbagai kue atau makanan tradisional. Masing-masing dari seserahan tersebut mempunyai maknanya sendiri untuk pernikahan yang baik.

8. Penyerahan Sanggan

Prosesi yang akan dilalui selanjutnya adalah penyerahan sanggan dan melibatkan orang tua pengantin laki-laki kepada orang tua pengantin perempuan. Prosesi ini dilakukan sebagai wujud penebusan putri mereka. Sanggan ini biasanya diisi dengan satu tangkap atau dua sisir pisang raja yang sudah matang di pohon. Sanggan juga dilengkapi sirih ayu, kembang telon yang terdiri atas tiga bunga, yaitu mawar, melati, dan kenanga yang biasanya diikat dengan benang lawe.

Setelah menyelesaikan upacara midodareni dan seserahan pada malam yang sama, keesokan harinya atau melalui beberapa modifikasi akan dilangsungkan akad nikah.

9. Prosesi Nikah

Prosesi nikah dilakukan sesuai dengan agama masing-masing. Akad nikah menurut masyarakat muslim akan langsung dilakukan ijab kabul yang dibantu oleh penghulu, lalu didaftarkan ke KUA terlebih dahulu, sementara untuk agama lain seperti Katolik dan Kristen akan melaksanakan sakramen perkahwinan.

10. Upacara Panggih

Setelah melalui prosesi nikah berdasarkan keyakinan masing-masing, prosesi pernikahan adat jawa dilanjutkan dengan upacara panggih yang menjadi puncaknya. Mempelai perempuan dan laki-laki akan dipertemukan setelah resmi menikah dan menjadi sepasang suami-istri.

Upacara Panggih akan dibuka dengan tarian edan-edanan. Dilanjutkan dengan balangan gantal. Balangan gantal adalah prosesi kedua mempelai saling melempar daun sirih yang berisikan bunga pinang, gambir, kapur sirih, dan tembakau hitam yang diikat dengan benang lawe.

Balangan dilakukan dengan mempelai laki-laki dan mempelai perempuan yang berhadap-hadapan dengan jarak dua meter. Mempelai laki-laki akan melempar tiga gantal ke arah dahi, dada, dan lutut mempelai perempuan. Mempelai perempuan juga akan melemparkan dua gantal, ke arah dada dan lutut dari mempelai laki-laki. 

4 dari 6 halaman

Prosesi Pernikahan Adat Jawa

Melansir dari jurnal.uns.ac.id, menurut penelitian di Desa Nengahan, Bayat, Klaten, memperlihatkan bahwa temu manten atau akad nikah ditandai dengan pembacaan ayat suci (seperti QS Ar-Rum:21, Al-Fatihah) dan tahmid untuk memohon berkat serta melindungi pasangan dari bala, sehingga rangkaian adat Jawa mengalami akulturasi dengan nilai-nilai Islam.

11. Ngidak Endhog dan Sinduran

Seperti namanya dalam bahasa Indonesia Ngidak Endhog artinya memang injak telur. Makna dari upacara ini sendiri adalah kedua pasangan yang mengharapkan keturunan dari sebuah kasih atau rasa cinta yang tulus dan diteguhkan dengan komitmen.

Selain itu, ngidak endhog merupakan lambang dari kesetiaan sang istri kepada suaminya. Upacara ini juga bisa disebut sebagai ngidak wiji dadi. Putih menggambarkan laki-laki dan merah yang menggambarkan perempuan.

Kaki mempelai laki-laki akan diletakkan di atas nampan untuk menginjak telur mentah yang telah disiapkan sampai bagian putih dan merah dari telur hancur menjadi satu. Setelahnya, mempelai perempuan akan membasuh kaki mempelai laki-laki sebagai lambang kebaktian sang istri kepada suami.

Sudah melaksanakan upacara tersebut, kini mempelai perempuan maupun laki-laki beralih menuju upacara sinduran. Kedua mempelai akan dibentangkan dengan sebuah kain sindur oleh ibu kedua mempelai, lalu dituntun oleh sang ayah ke arah pelaminan. Cara tersebut juga disebut sebagai menggendong anak. Pelaksanaannya disebut singep sindur.

Prosesi ini menjadi wujud pengharapan Kedua orang tua  pengantin yang baru saja dinikahkan siap menghadapi terpaan badai dan segala kesukaran dalam perjalanan hidup (panjurung doa pangestu). Kain sindur yang berwarna putih dan merah sendiri melambangkan asal-usul manusia.

12. Bobot Timbang

Upacara ini mengharuskan kedua mempelai duduk di pangkuan sang ayah mempelai perempuan. Ibu dari mempelai perempuan akan bertanya kepada sang ayah, abot endi pak ne? Atau, dalam bahasa Indonesia artinya siapa yang lebih berat dari kedua mempelai?

Biasanya sang ayah akan menganggukkan kepala dan menjawab bahwa berat mereka sama atau pada wae. Jawabannya mungkin membuat heran atau klise karena tidak mungkin beratnya sama.Namun, jawaban tersebut adalah sebuah makna bahwa tidak ada perbedaan untuk kasih sayang yang dicurahkan dari orang tua kepada kedua mempelai. 

13. Minum Rujak Degan

Secara harfiah, rujak degan adalah minuman yang terbuat dari serutan kelapa muda. Tradisi minum air kelapa ini dilakukan secara bergilir dalam satu gelas untuk satu keluarga. Dimulai dari sang bapak untuk diteruskan kepada sang ibu sehingga diberikan kepada kedua pasang pengantin. Air kelapa ini dilambangkan sebagai air suci yang dapat membersihkan rohani seluruh anggota keluarga. Selain itu, ritual ini memiliki makna bahwa sesuatu yang manis atau menyenangkan harus dicicipi bersama-sama. 

5 dari 6 halaman

Prosesi Pernikahan Adat Jawa

Melansir dari media.neliti.com, menurut studi di Desa Gisting Bawah, Tanggamus (Jawa Tengah) menunjukkan niat generasi muda untuk melestarikan adat namun terkendala biaya, kurangnya pemahaman historis, serta kebutuhan efisiensi waktu. Hal ini menyoroti tantangan untuk menjaga agar tradisi pernikahan tidak hilang di tengah arus modernisasi, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur dalam prosesi adat.

14. Kacar-Kucur

Pada upacara ini, mempelai laki-laki akan mengucurkan uang receh dan biji-bijian kepada mempelai perempuan sebagai lambang bahwa sebagai kepala keluarga, mempelai laki-laki akan bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan sang istri dan keluarganya kelak. Sang suami juga akan mempercayakan nafkah yang diberikan kepada sang istri untuk mengelolanya.

15. Dulangan

Masih merupakan bagian dari upacara panggih, dulangan adalah prosesi di mana kedua mempelai akan saling menyuapi nasi sebanyak tiga kali. Biasanya, dulangan akan dilaksanakan pada saat resepsi dan melambangkan cumbana atau saling bercumbu rayu. Harapannya adalah supaya kedua pasangan akan saling tolong-menolong, pengertian, dan rukun dalam rumah tangga.

16. Bubak Kawah

Selain upacara-upacara yang sudah disebutkan, ada pula upacara optional seperti bubak kawah untuk mantu pertama. Jadi, upacara ini dilakukan oleh orang tua ketika menikahkan anaknya untuk pertama kali berupa alat-alat dapur yang dipasang pada pikulan, lalu orang yang membawanya akan berkeliling dalam area tamu.

Alat dapur tersebut akan menjadi rebutan karena jika tamu dapat memperolehnya, dipercaya jodohnya akan enteng atau mudah. Selain itu, ada pula upacara tumplak punjen di mana orang tua menikahkan anak terakhir, untuk mantu terakhir. Upacara ini memiliki makna bahwa orang tua melepaskan dharma pada anaknya.

17. Sungkeman

Prosesi pernikahan adat Jawa yang terakhir adalah sungkeman yang kedua. Inilah yang akan mengakhiri prosesi adat pernikahan jawa. Kedua mempelai akan berlutut di hadapan kedua orang tua dari kedua belah pihak sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan pengorbanan mereka untuk membesarkan kedua anaknya.

Apa pun prosesi dan tradisi yang dilangsungkan, pernikahan yang baik harus disertai dengan restu dari orang tua. Bahagia ala orang jawa dari buku karya Asti Musman dan cerita untuk selalu didampingi Tuhan hingga ke tanah Jawa akan membuat Anda semakin merasa penasaran tentang tradisi pernikahan dan masyarakat Jawa.

6 dari 6 halaman

FAQ

1. Apa itu pernikahan adat Jawa?

Pernikahan adat Jawa adalah rangkaian prosesi pernikahan tradisional yang dijalankan oleh masyarakat Jawa, terdiri dari berbagai tahapan seperti lamaran (panemune), siraman, midodareni, akad nikah, hingga resepsi dan ritual temu manten. Setiap tahapan memiliki makna simbolik yang berkaitan dengan kesucian, restu leluhur, serta harapan hidup harmonis bagi pasangan.

2. Apakah pernikahan adat Jawa masih relevan di zaman modern?

Ya, banyak keluarga Jawa yang masih mempertahankan adat pernikahan karena dianggap sakral dan sarat makna budaya. Meskipun ada penyesuaian di aspek waktu dan biaya, nilai-nilai simbolik dalam prosesi seperti siraman dan temu manten tetap dijaga agar tidak kehilangan jati diri budaya Jawa.

3. Apakah pernikahan adat Jawa bertentangan dengan ajaran Islam?

Tidak seluruhnya. Sebagian besar prosesi adat Jawa bisa diselaraskan dengan nilai Islam, terutama bagian inti seperti akad nikah. Namun beberapa elemen seperti sesaji atau simbol spiritual non-Islami dapat dihilangkan atau diganti dengan doa-doa yang sesuai syariat. Banyak pasangan muslim Jawa memilih pendekatan selektif ini.

4. Apa makna dari prosesi siraman dalam pernikahan Jawa?

Siraman adalah prosesi penyucian diri secara simbolik yang dilakukan menjelang akad nikah. Orang tua atau kerabat menyiram calon pengantin dengan air yang dicampur bunga, sebagai lambang membersihkan lahir dan batin serta memohon restu agar pernikahan berjalan lancar dan harmonis.

5. Mengapa prosesi midodareni penting dalam adat Jawa?

Midodareni dilakukan malam sebelum akad nikah. Dalam tradisi ini, calon pengantin wanita dipingit dan mendapat wejangan dari orang tua. Nama “midodareni” berasal dari kata “widodari” (bidadari), karena dipercaya pada malam itu bidadari turun untuk memberkati calon pengantin.

6. Apa itu upacara temu manten?

Temu manten adalah puncak dari pernikahan adat Jawa setelah akad nikah, yang menandai pertemuan resmi antara kedua mempelai di hadapan publik. Dalam prosesi ini terdapat simbol-simbol seperti balangan suruh (saling lempar daun sirih), injak telur, dan kacar-kucur sebagai lambang tanggung jawab dan kerja sama dalam rumah tangga.

7. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pernikahan adat Jawa?

Biaya pernikahan adat Jawa bervariasi tergantung daerah, kelengkapan prosesi, dan dekorasi. Karena melibatkan banyak tahapan dan simbol, biaya bisa lebih tinggi dibandingkan pernikahan modern biasa. Namun, beberapa keluarga memilih menyederhanakan prosesi tanpa mengurangi makna inti agar tetap terjangkau.