Liputan6.com, Jakarta Sebentar lagi kita akan memperingati Hari Ibu Nasional pada 22 Desember 2022. Hari Ibu Nasional ditetapkan untuk menghargai kedudukan dan peran seorang ibu dalam keluarga, dan dalam upaya menciptakan generasi penerus yang baik.
Tapi kenapa harus tanggal 22 Desember, kenapa bukan tanggal lain? Tanggal 22 Desember 2022 ditetapkan sebagai Hari Ibu Nasional tidak ditetapkan begitu saja. Ada peristiwa bersejarah yang melatarbelakangi ditetapkannya tanggal 22 Desember 2022 sebagai Hari Ibu Nasional.
Peristiwa itu adalah Kongres Perempuan Indonesia. Kongres Perempuan Indonesia adalah sebuah gerakan perempuan, yang diinisiasi oleh perempuan Jawa dan Sumatera, untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.
Advertisement
Bahkan telah lahir sejumlah keputusan dari serangkaian Kongres Perempuan, termasuk keputusan untuk menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional. Berikut adalah sejarah tentang Kongres Perempuan I sampai dengan III, seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari Kepustakaan Kongres Wanita Indonesia, Selasa (20/12/2022).
Kongres Perempuan I
Kongres Perempuan I, diselenggarakan selama empat hari yakni dari tanggal 22 - 25 Desember 1928, di Gedung Joyodipuran, Yogyakarta. Sekarang, menurut DPAD DIY, gedung tersebut telah beralih fungsi menjadi menjadi kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya di Jalan Brigjen Katamso 139 Yogyakarta.
Pada saat itu, Kongres Perempuan I dihadiri sekitar 1.000 orang yang merupakan utusan dari 30 perkumpulan perempuan dan 21 organisasi pria. Kongres Perempuan I ini diatur oleh pengurus komite yang terdiri dari Ny. R.A. Soekonto (Ketua), Nn. St. Mundijah (Wakil Ketua), Nn. St. Sukaptinah (Penulis I), Nn. Soenarjati (Penulis II), Ny. Hardjodiningrat (Bendahara I), Nn. R.A. Soejatin (Bendahara II). Adapun anggota kongres terdiiri dari Nyi hajar Dewantara (Wanita Taman Siswa), Ny. Drijowongso (Wanita PSII), Ny. Muridan Noto (Wanita PSII), Ny. Umi salamah (Wanita PSII), Ny. Djohanah (Aisyiyah), Nn. Ismudijanti (Ny. A. Saleh, dari Wanita Oetomo), Ny. R.A. Mursandi (Wanita Katholik).
Dari Kongres Perempuan I didapatkan keputusan sebagai berikut:
1. Mendirikan organisasi bernama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI).
2. Mengenai bentuk organisasi merupakan perkumpulan yang dipimpin oleh pengurus harian, sedikit-dikitnya terdiri atas Ketua, Penulis, Bendahara, dan dua orang Komisaris.
3. Penetapan jumlah iuran.
4. Menerbitkan surat kabar yang redaksinya menurut lokasi pengurus.
5. Tempat kedudukan pengurus menurut kebanyakan anggota. Artinya, tempat yang terbanyak mempunyai perkumpulan yang sudah tergabung dalam badan itu mempunyai hak menjadi tempat kdudukannya PPPI.
6. Kedudukan sekarang adalah Mataram (Yogyakarta).
7. Untuk sementara waktu, pengurus terdiri dari A. Soekanto (Ketua), Moegarumah, Hajar Dewantara, St. Moenjiah, St. Soekaptinah (Soenarjo Mangoenpoespito), dan Soejatin (Kartu Wijono).
Advertisement
Kongres Perempuan II
Setelah dihasilkan sejumlah keputusan, Kongres Perempuan masih terus berlanjut. Pada 20-21 Juli 1935 Kongres Perempuan II diselenggarakan di Jakarta. Kongres Perempua II dipimpin oleh Ny. Sri mangunsarkoro dibantu oleh Ny. Sh. Suparto dan dihadiri oleh wakil-wakil dari 24 organisasi.
Tujuan dari Kongres Perempuan II adalah untuk mempererat persaudaraan antar-perkumpulan perempuan Indonesia untuk memperbaiki nasib kaumnya dan rakyat Indonesia pada umumnya. Kongres Perempuan II menganut asas kenasionalan, kesosialan, kenetralan, dan keperempuanan.
Kongres Perempuan II menghasilkan sejumlah keputusan mengenai organisasi, antara lain sebagai berikut:
a. Dibentuk badan perserikatan dengan nama Kongres Perempoean Indonesia
b. KPI diadakan setiap 3 tahun sekali, dipimpin oleh pengurus kongres yang baru. Kongres yang akan datang akan dilaksanakan di Bandung. Untuk persiapannya diserahkan kepada N. Emma Puradiredja.
c. Mendirikan suatu komisi yang diberi hak untuk memberikan keterangan resmi tentang kongres. Komisi ini terdiri dari Ny. Sri Mangunsarkoro, Ny. Sh. Suparto, Ny. Suhara, dan Ny. Mr. Maria Ulfah.
d. Dalam usaha peningkatan pergerakan, wanita Indonesia diharapkan melaksanakan kewajiban utamanya sebagai “Ibu Bangsa”, dengan pengertian berusaha menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar akan kebangsaannya. Para anggota kongres diwajibkan mengadakan hubungan baik dengan generasi muda agar terjalin pengertian, saling menghargai dan tidak saling menonjolkan diri. Dengan demikian peralihan generasi dapat berjalan dengan baikndan lancar.
Adapun untuk perbaikan nasib perempuan Indonesia, Kongres Perempuan II menghasilkan keputusan antara lain sebagai berikut:
a. Membantu Badan Penyelidikan Perburuhan Indonesia (BPPI) yang bertugas menyelidiki keadaan buruh perempuan di seluruh Indonesia, terutama yang gajinya kurang dari £15 sebulan. Biaya penyelidikan berasal dari iuran anggota kongres yang ditetapkan berdasarkan hak suara. Kepengurusan badan ini diserahkan kepada Ny. Sri mangunsarkoro.
b. Menganjurkan kepada seluruh anggotanya untuk menyelidiki kedudukan perempuan dalam hukum Islam, dan berusaha memperbaiki kedudukan itu dengan tidak menyinggung agama lain.
c. Seluruh anggota Kongres wajib mengupayakan pemberantasan buta huruf. Kongres membuat “Badan Pendaftaran” yang bertugas menetapkan targetyang harus dicapai dalam waktu tertentu dan menyusun peraturan pelaksanaannya. Badan ini terdiri atas: Ny. S. Sumadi, Ny. Husni Thamrin, dan Ny. Sh. Suparto.
Kongres Perempuan III
Kongres Perempuan III merupakan hasil dari Kongres Perempuan II, tentang diadakannya kogres setiap tiga tahun sekali. Kongres Perempuan III diselenggarakan di Bandung pada tanggal 23-28 Juli 1938, dan diketuai oleh Ny. Rumsari.
Salah satu keputusan dari Kongres Perempuan III adalah menetapkan hari pertama Kongres Perempuan I, yakni tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional. Adapun keseluruhan keputusan Kongres Perempuan III antara lain adalah sebagai berikut:
1. Membentuk suatu komisi yang bertugas merencanakan anggaran rumah tangga, menetapkan anggaran dasar yang baru, dan menetapkan banyaknya suara anggota.
2. Kongres Perempoean Indonesia tidak menjadi badan yang tetap.
3. Komite Perlindungan Kaum Perempuan Indonesia (KPKPI) yang didirikan tahun 1937 menjadi badan kongres dengan nama baru, yaitu Badan Perlindungan Perempuan Indonesia dalam Perkawinan (BPPIP). Badan ini mempunyai biro konsultasi yang dipimpin oleh Ny. Maria Ulfah Santoso, S.H., dengan tujuan memberi nasihat kepada kaum perempuan mengenai perkawinan, perceraian, kedudukan anak-anak, dan jika perlu membawa perkara-perkara itu ke pengadilan.
4. Mengenai hak pilih bagi perempuan, Kongres menyerahkan kepada anggota untuk meneruskan tugas dan bagi penyelidikan tentang hal untuk memilih.
5. Kongres Perempuan Indonesia mendirikan badan tetap guna menyelidiki keadaan kaum buruh perempuan. Badan ini berkedudukan di Yogyakarta dan dipimpin oleh Ny. Sukemi.
6. Anggota Kongres diharuskan mengadakan komunikasi dengan organisasi-organisasi pemuda, meneruskan penelitian di bidang pendidikan, dan berusaha dengan sekuat tenaga memberantas pelacuran, di antaranya dengan mendukung Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (P4A).
7. Tanggal pembukaan Kongres Perempoean Indonesia yang pertama, 22 Desember, dijadikan Hari Ibu, yakni hari dimulainya derap kesatuan pergerakan perempuan Indonesia dalam memperjuangkan harkat dan martabat perempuan dan bangsa Hari Ibu diperingati setiap tahun dengan penjualan bunga putih yang hasilnya akan diserahkan kepada pengurus Kongres untuk badan-badan KPI.
8. KPI IV akan diselenggarakan di Semarang, dengan ketua panitia penyelenggara Ny. Suparjo dan wakil ketua Ny. Sunaryo mangunpuspito.
Meski tanggal 22 Desember telah ditetapkan sebagai Hari Ibu pada Kongres Perempuan III, yakni pada tahun 1938, namun tanggal tersebut baru secara resmi disahkan sebagai hari nasional oleh Presiden Soekarno melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Tanggal 22 Desember dirayakan sebagai Hari Ibu bertujuan untuk menghargai kedudukan dan peran seorang ibu dalam keluarga dan menciptakan generasi penerus yang baik.
Advertisement