Liputan6.com, Jakarta Hari Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember setiap tahunnya. Pada umumnya umat Kristiani akan melakukan kegiatan seperti membuat kue, menghiasi pohon natal, beribadah di gereja, makan bersama keluarga besar, hingga menggantung kartu berisi pesan manis.
Baca Juga
Advertisement
Atmosfer dalam perayaan hari natal ini sangat terasa bahkan disambut baik oleh agama lain, termasuk umat Islam. Banyak masyarakat dari berbagai golongan dan kepercayaan mengucapkan selamat natal kepada umat kristiani.
Namun, hal tersebut masih menjadi perdebatan dalam agama Islam. Bagaimana hukum mengucapkan selamat Natal kepada umat kristiani. Hal ini menjadi pertanyakan yang sering diucapkan oleh umat Islam yang memiliki teman atau orang terdekat umat kristiani.
Berikut Liputan6.com ulas mengenai hukum mengucapkan selamat Natal bagi agama Islam yang telah dirangkum dari jurnal dengan judul Ucapan Selamat Natal Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah Studi Analisis Terhadap Q.S. Maryam ayat 53 karya Juhra Muhammad Arib, Minggu (25/12/2022).
Hukum Mengucapkan Selamat Natal Menurut Quraish Shihab
Mayoritas ulama muashirin yang ahli di bidang fiqih, tafsir dan hadits membolehkan ucapan selamat Natal. Mengucapkan selamat atas perayaan hari besar agama lain adalah boleh selagi mereka bersikap baik dan tidak memerangi kita, seperti yang tercantum dalam Q.S al-Mumtahanah ayat 8,
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (Q.S. al-Mumtahanah:8)
Sementara ulama yang melarang (mengharamkan) umumnya beralasan karena adanya hadis yang mengharamkan menyerupai orang kafir. Islam melarang umatnya untuk meniruniru berbagai perilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu di luar Islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka. Rasulullah saw bersabda:
“Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud dari Ibnu Umar)
Namun hal ini, berbeda pendapat terkait hukum mengucapkan selamat natal menurut Prof. Dr. H. Quraish Shihab. Dalam tafsir al-Misbah ia menyebutkan bahwa dalam Al-Quran ada ucapan selamat atas kelahiran ‘Isa. Seperti termaktub dalam Al-Qur’an Surah Maryam ayat 33,
“Dan Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada-Ku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali,” (Q.S. Maryam:33).
Surah ini mengabadikan ucapan selamat Natal pertama yang diucapkan oleh Nabi mulia itu. Ucapan selamat atas kelahiran Isa (Natal), manusia agung lagi suci itu, memang ada di dalam Al-Quran. Tetapi kini perayaannya dikaitkan dengan ajaran Kristen yang keyakinannya terhadap Isa alMasih berbeda dengan pandangan Islam.
Prof. Dr. H. Quraish Shihab sangat berhati-hati dalam menjelaskan masalah hukum mengucapkan “Selamat Natal”. Ketika mengatakan bahwa Al-Qur’an mengabadikan Selamat Natal yang diucapkan Nabi Isa, tidak dilarang membacanya dan tidak pula keliru mengucapkan “selamat” kepada siapa saja.
Quraish Shihab mengingatkan agar umat Islam memahami dan menghayati maksudnya menurut Al-Qur’an untuk menjaga kemurnian akidah. Memahami suatu makna Al-Qur’an tentunya tidak dapat lepas dari tafsirannya. Dalam hal ini penulis memilih menganalisa makna yang terkandung dalam Q.S Maryam ayat 33 sesuai tafsir Al-Misbah.
Dengan begitu, kesimpulannya bahwa hukum mengucapkan selamat Natal menurut Quraish Shihab itu tidak dilarang selama tujuannya untuk pergaulan, persaudaraan dan kemaslahatan dan tidak mengorbankan aqidah serta memahami dan menghayati ayat alqur’an Q.S Maryam ayat 33 yang mengabadikan ucapan Nabi Isa.
Advertisement
Hukum Mengucapkan Selamat Natal Menurut Ulama
Ada dua pendapat didalam permasalahan terkait hukum mengucapkan selamat Natal kepada kaum kristiani, yaitu:
1. Mengharamkan Memberi Ucapan Selamat Natal
Menurut Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin, serta Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiarsyiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba Nya. Sesungguhnya di dalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.
Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatanperbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam me - nyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.
2. Memperbolehkan Memberi Ucapan Selamat Natal
Menurut Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi globallah yang menjadikannya berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat harihari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orangorang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai Nya.
Syeikh Yusuf al Qaradhawi juga menjelaskan bahwa tidak ada hal yang mencegah untuk mengucapkan selamat pada perayaan non-muslim akan tetapi jangan ikut memperingati ritual agama mereka. Kita boleh hidup bersama mereka (non-muslim) dengan melakukan sesuatu yang tidak bertentangan dengan syariah Allah. Maka tidak ada larangan bagi muslim mengucapkan selamat pada nonmuslim dengan kalimat yang biasa yang tidak mengandung pengakuan atas agama mereka atau rela dengan hal itu.
Sama halnya dengan Syeikh Wahbah Al Zuhaili yang mengatakan “Tidak ada halangan dalam bersopan santun (mujamalah) dengan orang Nasrani menurut pendapat sebagian ahli fiqh berkenaan hari raya mereka asalkan tidak bermaksud sebagai pengakuan atas (kebenaran) ideologi mereka.”