La Nina adalah Kebalikan dari El Nino, Ketahui Perbedaan dan Dampak Keduanya

La nina adalah fenomena alam yang terjadi karena Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 03 Jan 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 03 Jan 2023, 10:00 WIB
Potensi Cuaca Ekstrem Imbas La Nina
Warga menggunakan payung melintas di kawasan Bundaran Hi, Jakarta, Sabtu (13/11/2021). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melansir peringatan terbaru yang berlaku 7-9 November 2021 soal peringatan cuaca ekstrem imbas dari La Nina. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Iklim merupakan hal yang dapat mempengaruhi kehidupan dan kerap berada di luar kendali manusia, fenomena la nina adalah salah satunya. Sifatnya yang kerap kali tidak dapat dikendalikan membuat manusia harus mempersiapkan diri sebelum suatu fenomena iklim terjadi dan memberi dampak yang besar pada kehidupan. 

La nina adalah fenomena alam yang terjadi karena Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Pendinginan yang terjadi menyebabkan berkurangnya potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah sekitarnya.

Dengan begitu, la nina adalah fenomena kepalikan dari el nino yang merupakan Pemanasan Suhu SML diatas normalnya. Berikut ulasan Liputan6.com tentang fenomena la nina dan perbedaannya dengan el nino dilansir dari berbagai sumber, Selasa (3/1/2023).

La Nina adalah Kebalikan dari El Nino

20160907-Curah-Hujan-Jakarta-JT
Foto Lanscape Jakarta yang di kelilingi awan gelap sebelum turunya hujan, Rabu (7/9). BMKG memprediksi fenomena La Nina yang mengakibatkan curah hujan tinggi akan berlangsung hingga bulan September 2016. (Liputan6.com/Johan Tallo)

La Nina

Secara sederhana la nina adalah fenomena yang berkebalikan dengan El Nino. Ketika la nina terjadi, Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah sekitarnya, termasuk Indonesia. 

Dengan kata lain la nina adalah kondisi penyimpanan atau anomali suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin daripada kondisi normalnya. Fenomena ini diikuti oleh perubahan sirkulasi atmosfer di atasnya berupa peningkatan angin pasat timuran lebih kuat dari kondisi normalnya, dan telah berlangsung selama beberapa bulan.

Ketika la niña terjadi, suhu permukaan laut di sepanjang timur dan tengah Samudera Pasifik yang dekat atau berada di garis khatulistiwa mengalami penurunan sebanyak 3 derajat sampai 5 derajat celcius dari suhu normal. La niña ini biasanya berlangsung paling tidak selama lima bulan. 

La niña adalah pola cuaca rumit dan kompleks yang terjadi tiap beberapa tahun sekali, sebagai akibat dari variasi suhu permukaan laut di wilayah Samudera Pasifik yang dekat atau berada di garis khatulistiwa. Fenomena ini terjadi karena hembusan angin yang kuat meniup air hangat permukaan laut dari Amerika Selatan melewati Pasifik menuju wilayah timur Indonesia. 

Ketika air yang hangat ini bergerak ke arah barat, air dingin dari dasar laut naik ke permukaan laut di wilayah perairan Pasifik yang dekat dengan Amerika Selatan. Oleh karena itu, fenomena ini dianggap sebagai fase dingin dari pola cuaca el nino yang lebih besar, dan merupakan kebalikan dari pola cuaca el nino.

La Nina adalah Kebalikan dari El Nino

Ilmuwan AS: Juli Tercatat Bulan Terpanas di Bumi
Para ilmuwan mengatakan perubahan iklim global dan dampak dari fenomena cuaca El Nino, berada di balik rekor suhu panas itu.

El Nino

Berlawanan dengan la nina, el nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Singkatnya, el nino memicu terjadinya kondisi kekeringan di wilayah sekitarnya, termasuk Indonesia.

El nino juga dapat dijelaskan sebagai gejala penyimpangan atau anomali pada suhu permukaan Samudra Pasifik di pantai Barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya. Kondisi ini menyebabkan penurunan curah hujan di wilayah sekitar Indonesia dan Chili. El nino lemah bila nilai anomali (indeks nino) 0.5-1. El nino moderate bila nilai anomali (indeks nino) antara 1- 2. El nino kuat bila nilai anomali (indeks nino) lebih dari 2.

El nino disertai dengan tekanan udara tinggi di Pasifik barat dan tekanan udara rendah di Pasifik timur. Fase el nino diketahui terjadi hampir empat tahun, namun, catatan menunjukkan bahwa siklus tersebut telah berlangsung antara dua dan tujuh tahun. Selama pengembangan el nino, curah hujan berkembang antara September sampai November.

 

Dampak La Nina dan El Nino

20160907-Curah-Hujan-Jakarta-JT
Suasana kota Jakarta tertutup awan gelap sebelum turunya hujan, Rabu (7/9). BMKG memprediksi fenomena La Nina yang mengakibatkan curah hujan tinggi akan berlangsung hingga bulan September 2016. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, kondisi iklim dapat memberikan dampak pada berbagai hal. Meski merupakan fenomena yang berlawanan, namun la nina dan el nino dapat memberikan dampak yang sama pada kehidupan manusia.Berikut dampak yang diakibatkan oleh la nina dan el nino.

1. Kekeringan saat El Nino

Ketika El nino terjadi, curah hujan di sekitar Samudra Pasifik, termasuk Indonesia, menjadi rendah. Hal ini disebabkan oleh suhu udara di bagian barat Samudra Pasifik tepatnya di dekat Papua lebih panas, sehingga musim kemarau menjadi lebih lama, akibatnya wilayah Indonesia mengalami kekeringan.

2. Banjir saat La Nina

Kebalikan dari el nino, la nina mengakibatkan curah hujan di Indonesia meningkat, sehingga musim penghujan menjadi lebih lama. Ketersediaan air pun meningkat bahkan berlebih. Air yang tidak terserap ke dalam tanah akibat berkurangnya lahan resapan dapat menyebabkan banjir.

3. Merebaknya Berbagai Penyakit

Kekeringan akibat el nino maupun banjir akibat la nina dapat berdampak pada  merebaknya berbagai penyakit, seperti diare, kolera, dan leptospirosis. Curah hujan yang tinggi karena la nina juga membuat udara lebih lembab dan dingin. Sehingga, potensi terkena flu, Demam Berdarah Dengue (DBD), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan penyakit kulit juga meningkat.

4. Gagal Panen

Fenomena el nino dan la nina sama-sama dapat merugikan sektor pertanian. Ketika el nino terjadi ketersediaan air menurun, akibatnya tanaman kekurangan suplai air dan tidak dapat tumbuh secara maksimal. Apalagi bagi tanaman baru yang cenderung tahan terhadap kekurangan air. 

Begitu juga saat la nina, air yang berlebih juga tidak baik bagi kelangsungan hidup tanaman. Kelembaban udara dan curah hujan yang tinggi saat la nina memicu peningkatan hama dan banjir yang dapat merusak tanaman.

5. Biaya Melaut Lebih Mahal

Fenomena el nino dan la nina juga membuat biaya melaut meningkat. El nino dan la nina menyebabkan terjadinya pergeseran kolam panas, hal ini mengakibatkan perpindahan populasi ikan di laut. Ikan-ikan mencari tempat tempat yang suhunya bersahabat dengan tubuh mereka. Nelayan pun harus mencari alternatif untuk menemukan tempat baru ikan-ikan tersebut. Jika tidak, produksi ikan akan menurun dan memengaruhi penghasilan nelayan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya