Ilmuwan Ungkap Parasit Kucing Bisa Ubah Perilaku Manusia, Bisa Bikin Cemas

Temuan para ilmuwan parasit yang mengatur perilaku manusia.

oleh Ibrahim Hasan diperbarui 18 Jan 2023, 11:53 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2023, 10:55 WIB
Parasit Kucing
Ilmuwan Ungkap Parasit Kucing Bisa Ubah Perilaku Manusia (Sumber: Pexels/pixabay, artem-podrez)

Liputan6.com, Jakarta Memelihara kucing kini bukan hanya sekedar hobi. Saking cintanya, kucing juga dijadikan bagian dari keluarga. Tak heran kedekatan dengan kucing tiada batasnya. Mulai dari menggendong, memeluk, bahkan mencium saking gemesnya dengan kucing. Namun, pemilik kucing wajib waspada. 

Melansir dari Live Science, parasit yang sering dijumpai pada tubuh kucing disebut bisa mempengaruhi perilaku manusia. Terdengar menyeramkan layaknya diperalat parasit, namun para peneliti makin memperkuat temuan pengaruh parasit yang bisa mengubah emosional manusia. 

“Orang yang tinggal di negara dengan tingkat infeksi T. gondii yang lebih tinggi mendapat skor rata-rata lebih tinggi untuk neurotisme, yang didefinisikan sebagai gangguan emosional atau mental yang ditandai dengan tingkat kecemasan, rasa tidak aman, atau depresi yang tinggi,” kata Kevin Lafferty, ilmuwan Survei Geologi AS di University of California, Santa Barbara.

Mengejutkannya, mikroba berupa parasit Toxoplasma gondii itu sudah menginfeksi sedikitnya 3 miliar orang. Angka yang fantastis, setengah dari populasi manusia yang mungkin kita salah satunya. Berikut Liputan6.com mengulas mikroba aneh yang ada di kucing ini melansir dari Live Science, Rabu (18/1/2023).

Memanipulasi perilaku manusia

Parasit Kucing
Ilmuwan Ungkap Parasit Kucing Bisa Ubah Perilaku Manusia (Sumber: Live Science)

T. gondii ditemukan di hewan berbulu seperti kucing liar dan peliharaan lain. Studi oleh para peneliti di Republik Ceko menunjukkan bahwa T. gondii mungkin memiliki efek halus namun jangka panjang pada inang manusianya. Para ilmuwan juga mengungkap parasit memiliki efek yang berbeda pada pria dan wanita.

“Parasit dianggap memiliki efek yang berbeda, dan seringkali berlawanan pada pria versus wanita, tetapi kedua jenis kelamin tampaknya mengembangkan bentuk neurotisme yang disebut (kecenderungan bersalah),” ungkap peneliti Republik Ceko.

Studi lain juga menemukan hubungan antara parasit dan skizofrenia (gangguan yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir, merasakan, dan berperilaku dengan baik). Infeksi T. gondii diketahui merusak astrosit, sel pendukung di otak yang juga terpengaruh saat manusia mengalami skizofrenia. 

Wanita hamil dengan tingkat antibodi yang tinggi terhadap parasit juga lebih mungkin melahirkan anak yang akan mengalami kelainan tersebut.

Mengingat studi tersebut, Lafferty bertanya-tanya apakah tingkat infeksi T. gondii yang tinggi dalam suatu budaya dapat mengubah kepribadian rata-rata individunya.

"Dalam populasi di mana parasit ini sangat umum, modifikasi kepribadian massal dapat mengakibatkan perubahan budaya," kata Lafferty.

Di beberapa negara, infeksi parasit kucing sangat jarang, sementara di negara lain hampir semua orang dewasa terinfeksi.

Menambah keragaman budaya

Terkaya Ketiga di Dunia, Kucing Taylor Swift Miliki Kekayaan Rp1,5 Triliun
Kucing Taylor Swift dinobatkan jadi hewan peliharaan terkaya nomor tiga di dunia. @taylorswift.

Untuk menguji hipotesisnya, Lafferty melihat data yang dipublikasikan tentang dimensi budaya dan kepribadian rata-rata untuk berbagai negara. Negara-negara yang diperiksa juga mencatat antibodi T. gondii pada wanita usia subur. Negara dengan infeksi T. gondii yang tinggi juga memiliki rata-rata skor jenis kepribadian yang lebih tinggi.

"Mungkin ada lebih banyak cerita ini," kata Lafferty. "Respon yang berbeda terhadap parasit oleh pria dan wanita dapat menyebabkan banyak efek budaya tambahan yang masih sulit untuk dianalisis."

Lafferty berpendapat bahwa iklim dapat menjadi faktor penting dalam menentukan populasi manusia mana yang terinfeksi oleh T. gondii. Telur parasit dapat bertahan lebih lama di daerah lembab dan dataran rendah, terutama di garis lintang tengah yang jarang mengalami pembekuan dan pencairan.

Faktor lain juga dapat mempengaruhi tingkat infeksi, termasuk bagaimana sikap suatu budaya tentang memiliki kucing sebagai hewan peliharaan dan praktik kebersihan masyarakatnya.

Terlepas dari hubungannya dengan neurotisme atau kepribadian, Lafferty tidak menganggap semua efek parasit kucing pada budaya manusia itu buruk.

“Bagaimanapun, mereka menambah keragaman budaya kita,” katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya