Liputan6.com, Jakarta Salahuddin Al Ayyubi merupakan salah seorang tokoh Perang Salib yang sangat disegani dan dihormati baik di kalangan para muslim maupun orang-orang Kristen. Salahuddin Al Ayyubi dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan tegas.
Baca Juga
Advertisement
Salahuddin Al Ayyubi adalah sosok di balik keberhasilan tentara Islam dalam menguasai Baitul Maqdis dari tangan tentara Kristen dalam Perang Salib. Meski demikian, Salahuddin Al Ayyubi tetap menjadi sosok yang adil dan selalu mengedepankan kemaslahatan umat dan masyarakat tanpa terkecuali.
Salahuddin Al Ayyubi meninggal pada tanggal 4 Maret 1193 di Damaskus. Di akhir hidupnya, diketahui bahwa Salahuddin Al Ayyubi hidup dalam keadaan miskin. Dia hanya mempunyai selembar kain kafan lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanannya dan uang senilai 66 dirham.
Terlepas dari itu, Salahuddin Al Ayyubi sosok yang sangat berpengaruh dalam sejarah Islam. Dia tidak hanya dihormati oleh kawan, namun juga disegani oleh lawan-lawannya. Untuk mengenal lebih jauh mengenai sosok Salahuddin Al Ayyubi, berikut ulasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (22/2/2023).
Masa Kecil Salahuddin Al Ayyubi
Salahuddin Al Ayyubi lahir pada tahun 1137 M di sebuah benteng Tikrit, sebuah kota di tepian sungai Tigris, sekitar 140 KM di barat laut kota Baghdad. Nama asli Salahuddin Al Ayyubi adalah Abul Muzhaffar Yusuf bin Najmuddin Ayyub. Ayahnya bernama Ayyub Najmuddin, yang merupakan seorang pemimpin atau penguasa di benteng Tikrit.
Ketika Salahuddin Al Ayyubi lahir, Baitul Maqdis masih dikuasai tentara Salib, setelah mereka memangkan Perang Salib yang pertama.
Shalahuddin Al Ayyubi menjalani kehidupan masa kecilnya di Balbek 534 H/ 140 M. Sebagaimana kebiasaan anak-anak di kota itu, ia selalu mendatangi tempat- tempat kajian untuk belajar membaca, menulis, serta menghafal Al-quran.
Pada usia 14 tahun, ia melanjutkan pendidikannya ke Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni. Di Damaskus, ia berada di lingkungan istana Sultan Nurrudin selama sepuluh tahun lamanya.
Selama itu, Salahuddin Al Ayyubi belajar tata bahasa Arab, retorika, dan teologi Islam. Selain itu, Salahuddin Al Ayyubi juga mempelajari fiqih madzhab Syafi’i dan hadist dari Abu Thahir as Silafi dan ulama lainnya, sehingga dia berkembang menjadi seorang ahli fiqih. Selain belajar agama Salahuddin juga mempelajari olahraga bola kaki, berburu dan menunggang kuda.
Advertisement
Karir Salahuddin Al Ayyubi
Karier Shalahuddin Al Ayyubi sebagai tentara dimulai ketika ditunjuk sebagai wakil dari pamannya Asadudin Syirkuh untuk menemaninya menuju Mesir.
Pada saat itu Mesir tengah mengalami kekacauan di dalam tubuh Dinasti Fatmiyah, karena tindakan para menteri yang berani memutuskan perkara tanpa meminta pendapat dan persetujuan Khalifah. Akibatnya hal itu mendorong tentara Salib untuk melakukan penyerangan agar dapat menguasai Mesir.
Atas keberhasilannya dalam menjalankan tugasnya, Salahuddin Al Ayyubi kemudian diberi amanah sebagai pemimpin keamanan wilayah Mesir. Setelah itu, Salahuddin Al Ayyubi naik jabatan menjadi Perdana Menteri Mesir, meski hal tersebut tidak disetujui oleh para petinggi Kekhalifahan Fatimiyah.
Di bawah kepemimpinan Salahuddin Al Ayyubi, Mesir, Damaskus dan Aleppo bersatu dan menjadi basis-basis kekuatan Umat Islam untuk mempertahankan integritas wilayah Muslim dan kaum Muslim dari serangan para tentara salib.
Pada tahun 1171 M, Sultan Al-Adhid meninggal dunia. Namun, tidak ada lagi pengganti Khalifah Al Adhid yang berasal dari keturunannya. Karena itulah Shalahuddin Al Ayyubi yang menjabat sebagai perdana menteri naik takhta. Ini menjadi momen penting bagi Salahuddin Al Ayyubi untuk menyatukan umat Islam.
Selama memimpin Mesir, Salahuddin Al Ayyubi telah menghadapi berbagai pemberontakan. Pertama, ancaman pemberontakan dari sisa-sisa pendukung Fatimiyah di Mesir. Kedua, serangan dari orang-orang Frank yang merasa terpukul dengan jatuhnya Mesir ke tangan Nuruddin. Ketiga, terjadinya ketegangan antara pihak Shalahuddin dan Nuruddin.
Pemberontakan pertama dan kedua dapat diatasi oleh Salahuddin Al Ayyubi dengan baik. Namun pemberontakan yang ketiga cukup memberikan masalah yang serius. Meski demikian, masalah tersebut tidak berlangsung lama.
Prestasi Salahuddin Al Ayyubi
Setelah berkuasa penuh atas Mesir, Salahuddin berhasil menyatukan negara-negara Islam. Kemudian pada 1174, Salahuddin Al Ayyubi berhasil menguasai Damaskus kemudian Aleppo (tahun 1185) dan Mosul (pada 1186).
Selain itu, Salahuddin Al Ayyubi juga berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup Yaman, Tripoli, Suriah dan Maghrib. Selain itu, Salahuddin Al Ayyubi juga berhasil merebut Baitul Maqdis dalam Perang Salib.
Pada 10 Feb 1144 M, Baitul Maqdis diserahkan oleh Balian of Ibelin dari pasukan Salib. Penyerahan Baitul Maqdis oleh tentara Salib dilakukan setelah Shalahuddin Al Ayyubi berhasil mengepung kota Baitul Maqdis selama 12 hari. Dengan dikuasainya Baitul Maqdis, maka jatuhlah sebagaian besar kota-kota dan wilayah yang masih dalam penguasaan kaum salib.
Advertisement
Akhir Hayat Salahuddin Al Ayyubi
Salahuddin wafat pada 4 Maret 1193 di Damaskus, dengan mewariskan seluruh hartanya -- berupa sepotong emas dan empat puluh keping perak -- untuk pada orang-orang miskin. Di akhir hidupnya, diketahui bahwa Salahuddin Al Ayyubi hidup dalam keadaan msikin. Dia hanya mempunyai selembar kain kafan lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanannya dan uang senilai 66 dirham.
Penyebab kematian Salahuddin kala itu jadi misteri. Ia hanya dilaporkan mengalami demam. Belakangan, misteri itu terkuak. Dengan mengandalkan petunjuk catatan gejala-gejala medis yang dialami Salahuddin, yang ditulis lebih dari 800 tahun yang lalu, seorang dokter akhirnya menentukan penyakit apa yang menimpa sultan yang perkasa itu.
Dr. Stephen Gluckman, pengajar di Perelman School of Medicine, University of Pennsylvania, Amerika Serikat, menyebutkan bahwa penyebab kematian Salahuddin Al Ayyubi adalah penyakit tifus.
Gluckman juga menambahkan, diagnosis pasti mengenai kematian Salahuddin mungkin tak pernah akan didapatkan. Apalagi, sang tokoh Muslim itu hidup pada zaman ketika alat diagnostik modern belum ditemukan. Namun, tifus, penyakit yang muncul akibat seseorang mengonsumsi makanan atau air yang terkontaminasi dengan bakteri Salmonella typhi, diduga adalah jawabannya.
Sebelumnya, Gluckman punya daftar 'kandidat' penyakit yang mungkin menyudahi hidup Salahuddin Ayyubi. Wabah atau cacar, misalnya, tak mungkin jadi penyebab wafatnya Salahuddin. Sebab, penyakit itu membunuh manusia dengan cepat.