Mengenal Ogoh-Ogoh dalam Perayaan Hari Raya Nyepi, Kenali Filosofinya

Ogoh-ogoh sendiri merupakan salah satu rangkaian acara Hari Raya Nyepi.

oleh Husnul Abdi diperbarui 21 Mar 2023, 19:10 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2023, 19:10 WIB
Sambut Nyepi, Masyarakat Bali Mulai Menghias Ogoh-ogoh
Pawai ogoh-ogoh telah menjadi daya tarik sendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Bali saat perayaan Nyepi.

Liputan6.com, Jakarta Ogoh-ogoh adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari perayaan Hari Raya Nyepi. Seperti yang telah diketahui, Hari Raya Nyepi pada tahun ini bertepatan dengan tanggal 22 Maret 2023. Peringatan Hari Raya Nyepi ini salah satunya sangat lekat dengan adanya Ogoh-ogoh.

Hari Raya Nyepi merupakan tahun baru umat Hindu Bali berdasarkan kalender Saka. Nyepi berasal dari kata sunyi, senyap, dan tidak ada kegiatan. Pada Hari Raya Nyepi, umat Hindu Bali memilih untuk berdiam diri di rumah dan beribadah tanpa melakukan aktivitas lain termasuk ke luar rumah.

Ogoh-ogoh sendiri merupakan salah satu rangkaian acara Hari Raya Nyepi di Bali. Tradisi perayaan Hari Raya Nyepi biasanya dilakukan dengan berbagai rangkaian upacara keagamaan. Rangkaian upacara tersebut dilakukan sejak beberapa hari sebelum Hari Raya Nyepi tiba, termasuk pawai Ogoh-ogoh ini.

Berikut Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (21/3/2023) tentang Ogoh-Ogoh.

Mengenal Ogoh-Ogoh

Arak Ogoh Ogoh, Aktivis Galang Dana Buat Pengungsi Gunung Agung
Aktivis Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia menampilkan tarian ogoh-ogoh saat aksi penggalangan dana untuk pengungsi Gunung Agung saat Hari Bebas Kendaraan di Kawasan Bundaran HI Jakarta, Minggu (1/10). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ogoh-ogoh adalah patung yang terbuat dari bambu, kertas, dan sebagainya berbentuk raksasa dan lain-lain yang diarak keliling desa pada hari tertentu, biasanya sehari menjelang Nyepi. Mengutip laman resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng, kata Ogoh-ogoh sendiri diambil dari sebutan ogah-ogah dari bahasa Bali yang artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. 

Ogoh-ogoh merupakan karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Ogoh-ogoh adalah boneka raksasa yang merupakan manifestasi Bhutakala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhutakala adalah kekuatan Bhu atau alam semesta dan Kala (waktu) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan biasanya dalam wujud Rakshasa. 

Selain wujud Rakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti naga, gajah, Widyadari, bahkan. Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama, bahkan penjahat.

Makna atau Filosofi Ogoh-Ogoh dalam Perayaan Hari Raya Nyepi

Parade Ogoh-ogoh di Bali
Sejumlah pemuda mengarak Ogoh-Ogoh atau boneka raksasa menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1940 di Bali, Kamis (15/3). Parade Ogoh-Ogoh itu bertujuan agar Hari Raya Nyepi dapat dilaksanakan dengan penuh keheningan dan kedamaian. (AP/Firdia Lisnawati)

Sebagai representasi Bhuta Kala, Ogoh-ogoh dibuat menjelang Hari Nyepi dan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi. Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. 

Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia.

Rangkaian Perayaan Hari Raya Nyepi

Ilustrasi ucapan, hari raya Nyepi
Ilustrasi ucapan, hari raya Nyepi. (Photo by Artem Beliaikin on Unsplash)

Selain Ogoh-ogoh sebagai salah satu bagian dari rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi, ada beberapa rangkaian yang perlu kamu kenali. Dalam perayaannya, umat Hindu mengikuti lima ritual di antaranya Upacara Melasti, Menghaturkan Pemujaan, Tawur Agung, Nyepi, dan Ngembak Geni.

1. Upacara Melasti

Inti dari Upacara Melasti yakni untuk menyucikan alam manusia (bhuana alit) dan alam semesta (bhuana agung). Upacara ini diselenggarakan di sumber air suci kelebutan, segara, campuran, dan patirtan. Namun, kegiatan ini paling banyak dilakukan di segara. Upacara dilakukan dengan bersembahyang menghadap laut.

Upacara Melasti mengusung pralingga atau pratima ida bhatara dengan berkeliling desa sebelum ke laut. Pratima atau patung adalah pengganti arca yang ada di pura. Meskipun terbuat dari kertas, kayu, maupun batu, pratima sangat berharga dan dihormati oleh umat Hindu. Tujuan berkeliling desa yakni untuk menyucikan desa berdasarkan kesucian pratima. semua umat melakukan upacara ini dengan khidmat, tertib, dan ikhlas.

2. Menghaturkan Pemujaan

Setelah melakukan Upacara Melasti, umat Hindu mengusung pratima dan segala perlengkapannya langsung menuju balai agung atau pura desa di setiap desa pakraman. Sebelum ngrupuk umat melakukan nyejer, kemudian mereka menghaturkan bhakti atau pemujaan sesuai tujuan utama Hari Raya Nyepi.

3. Tawur Agung

Dalam bahasa jawa, tawur berarti saur. Dalam bahasa Indonesia memiliki arti melunasi hutang. Di setiap perempatan desa atau pemukiman, mengandung lambang untuk menjaga keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud yaitu buana alit, buana agung, manusia bhuta, keseimbangan dewa, serta mengubah kekuatan bhuta menjadi dewa yang memiliki harapan dapat memberikan kesejahteraan dan kedamaian.

Acara dilanjutkan dengan ngrupuk atau mebuu-buu di setiap rumah tangga. ini bertujuan untuk membersihkan lingkungan dari pengaruh bhuta kala, yang diartikan sebagai sesuatu yang merusak kehidupan, kemakmuran, kesehatan, dan kesuburan. Acara ngrupuk menghadirkan Ogoh-ogoh sebagai simbol bhuta kala sekaligus menunjukkan kreativitas seni dalam budaya bali.

4. Nyepi

Umat Hindu melaksanakan catur brata penyepian yang terdiri dari amati karya, amati geni, amati lelanguan, dan amati lelungan. Amati karya adalah larangan melakukan pekerjaan. Amati geni dilarang menyalakan api, menyalakan lampu, dan menunjukkan perasaan marah. Amati lelanguan merupakan larangan untuk bersenang-senang. Terakhir, amati lelungan yang merupakan larangan untuk melakukan perjalanan atau bepergian keluar rumah.

5. Ngembak Geni

Ngembak Geni diawali dengan aktivitas baru dengan mesima krama di lingkungan keluarga, tetangga, dan dalam cakupan yang lebih luas. Mesima krama diartikan sebagai dialog antarsesama tentang sesuatu yang sudah terjadi, baru terjadi, dan yang akan datang. Ini juga membicarakan tentang upaya meningkatkan kehidupan lahir batin di masa depan dengan bertumpu pada pengalaman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya