Filosofi Ketupat saat Idulfitri, Punya Makna Mendalam

Ketupat tak hanya sekadar melengkapi santap lebaran.

oleh Anugerah Ayu Sendari diperbarui 28 Mei 2023, 01:10 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2023, 01:10 WIB
Malaysia
Ilustrasi Ketupat Credit: freepik.com

Liputan6.com, Jakarta Santap lebaran tak lengkap tanpa kehadiran ketupat. Olahan berbahan dasar beras yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa muda (janur) ini selalu menemani masakan khas lebaran seperti opor, rendang, atau gulai. Ketupat menjadi bagian dari budaya kuliner Nusantara.

Tak hanya disajikan pada 1 Syawal, ketupat juga disajikan seminggu setelah Hari Raya Idulfitri. Tradisi menyajikan ketupat di hari kedelapan bulan Syawal ini disebut dengan lebaran ketupat.

Bagi sebuah budaya, makanan tak hanya sekadar memuaskan perut. Di balik sebuah makanan, terdapat filosofi penuh makna. Ketupat rupanya punya filosofi yang melambangkan budaya dan tradisi Nusantara.

Filosofi ketupat rupanya memiliki keterkaitan dengan penyebaran Islam di Indonesia. Seperti apa makna ketupat bagi umat Islam di Indonesia? Berikut ulasan tentang filosofi ketupat di hari lebaran, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin(3/5/2021).

Asal mula ketupat

Pedagang Kulit Ketupat Padati Pasar Pondok Labu
Kulit ketupat dari anyaman daun kelapa muda (janur) digantung di pagar Pasar Pondok Labu, Jakarta Selatan, Kamis (30/7/2020). Pedagang musiman kulit ketupat yang sebagian datang dari Serang, Banten mulai ramai memadati kawasan Pasar Pondok Labu. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Ketupat sebenarnya sudah ada sejak zaman Hindu-Budha di Jawa. Pada tahun 1600-an, di mana Islam mulai menyebar di Jawa, ketupat diperkenalkan dengan filosofi bermakna. Sosok yang memperkenalkan filosofi ketupat adalah Raden Mas Sahid atau yang dikenal sebagai Sunan Kalijaga.

Pada masa ini, Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai makanan dengan filosofi khas lebaran. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ketupat menjadi simbol perayaan hari raya Idulfitri pada masa kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah.

Filosofi ketupat

FOTO: Kulit Ketupat
Kulit ketupat dijajakan di kawasan Cibubur, Jakarta, Rabu (30/7/2020). Pedagang musiman menjelang Idul Adha tersebut menjual kulit ketupat dengan harga Rp 10 ribu, sedangkan ketupat yang siap untuk dihidangkan seharga Rp 30 ribu. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya adalah mengakui kesalahan. Ngaku lepat diimplementasikan dalam bentuk sungkeman di hadapan orang tua. Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun. Ngaku lepat juga berbentu saling mengakui dan memaafkan kesalahan satu sama lain.

Sedangkan laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan lebaran. Empat tindakan tersebut adalah lebar, luber, lebur, dan labur. Lebar artinya seseorang akan bisa terlepas dari kemaksiatan. Lebur artinya lebur dari dosa. Luber artinya luber dari pahala, keberkahan, dan rahmat Allah SWT. Sementara labur artinya bersih.

Makna tiap elemen ketupat

FOTO: Kulit Ketupat
Pedagang menyelesaikan pembuatan kulit ketupat di kawasan Cibubur, Jakarta, Rabu (30/7/2020). Pedagang musiman menjelang Idul Adha tersebut menjual kulit ketupat dengan harga Rp 10 ribu, sedangkan ketupat yang siap untuk dihidangkan seharga Rp 30 ribu. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Tiap elemen dalam ketupat memiliki filosofinya sendiri. Berikut filosofi ketupat dari makna tiap elemennya:

Janur

Janur atau daun kelapa muda menjadi pembungkus dari ketupat. Janur menurut filosofi Jawa merupakan kepanjangan dari sejatine nur. Artinya manusia berada dalam kondisi suci setelah berpuasa Ramadan. Dalam budaya Jawa, janur juga dipercaya sebagai tolak bala.

Bentuk dan anyaman ketupat

Anyaman ketupat memiliki detail rumit. Artinya, hidup manusia juga penuh dengan liku-liku, pasti ada kesalahan di dalamnya. Anyaman pada ketupat diharapkan memberikan penguatan satu sama lain antara jasmani dan rohani.

Bentuk segi empat pada ketupat juga melambangkan keempat nafsu dunia yaitu, amarah, rasa lapar, rasa ingin memiliki sesuatu yang indah, dan rasa ingin memaksakan diri. Orang yang memakan ketupat diibaratkan telah mampu mengendalikan keempat nafsu tersebut selama berpuasa.

Selain itu, bentuk segi empat dari ketupat mempunyai makna kiblat papat lima pancer yang berarti empat arah mata angin dan satu pusat yaitu arah jalan hidup manusia dimana puastnya adalah Allah SWT.

Isi ketupat

Butiran beras yang dibungkus dalam janur merupakan simbol kebersamaan dan kemakmuran. Ketika ketupat dibelah, warna putihnya melambangkan kebersihan setelah bermaaf-maafan.

Hidangan pendamping

Ketupat biasanya disantap bersama hidangan pendamping berbahan santan seperti opor, rendang, atau gulai. Santan atau santen memiliki filosofi Jawa yaitu pangapunten atau memohon maaf. Dengan begitu, ketupat memiliki filosofi mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah mohon ampun dari segala kesalahan.

Lebaran ketupat

FOTO: Kulit Ketupat
Ketupat siap hidang dijajakan di kawasan Cibubur, Jakarta, Rabu (30/7/2020). Pedagang musiman menjelang Idul Adha tersebut menjual kulit ketupat dengan harga Rp 10 ribu, sedangkan ketupat yang siap untuk dihidangkan seharga Rp 30 ribu. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Tak hanya disajikan di Hari Raya Idul Fitri, ketupat juga disajikan tujuh hari setelah Hari Raya, tepatnya di 8 Syawal. Tradisi lebaran ketupat ini juga diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga. Pada lebaran ketupat, masyarakat menghidangkan ketupat dan makanan pendampingnya untuk disantap bersama keluarga dan kerabat.

Lebaran ketupat dilaksanakan tiap 8 Syawal di mana sebelumnya umat Islam melakukan puasa Syawal pada tanggal 2-7 Syawal. Perayaan tradisi lebaran ketupat ini dilambangkan sebagai simbol kebersamaan dengan memasak ketupat dan mengantarkannya kepada sanak kerabat.

Filosofi makanan khas lebaran lainnya

Makan sahur - buka puasa (iStock)
Ilustrasi makan bersama (iStockphoto)

Rendang

Sebagai hidangan khas lebaran, rendang memiliki filosofi tersendiri yakni bermakna musyawarah dan mufakat. Empat unsur ini memiliki arti, yakni daging mewakili para pemuka adat, lalu kelapa menggambarkan para cendikia dan kaum pemikir, selanjutnya lada yang mewakili kaum ulama, dan terakhir bumbu yang menjadi penyelaras dan pemersatu semuanya. Empat unsur ini menjadi salah satu alasan kenapa rendang dijadikan santapan khas saat upacara penting, seperti pernikahan, acara adat, kenduri, dan acara keagamaan seperti Idulfitri.

Lepet

Lepet juga mirip dengan ketupat karena berbahan dasar nasi. Lepet dibungkus dengan daun muda kelapa dan kemudian direbus. Hal yang membedakan ketupat dan lepet adalah bentuk lepet yang memanjang. Filosofi lepet yang memanjang diartikan sebagai Silep Kang Rapet yang artinya dikubur rapat-rapat. Maksud dari kata di kubur rapat-rapat tersebut adalah menutup rapat kesalahan-kesalahan di masa lalu yang dilakukan oleh saudara kita dan memaafkannya serta tak diungkit kembali.

Ketan

Ketan memiiliki filosofi dalam bahasa Jawa yang berarti ngreketken ikatan, yang artinya mempererat ikatan. Maksud dari filosofi ini menggambarkan budaya Indonesia yang mana selalu menjalin silaturahmi saat hari raya Idulfitri, untuk menjaga dan mempererat hubungan persaudaraan.

Apem

Bagi masyarakat Jawa, kue apem merupakan sebuah hidangan wajib saat merayakan Idulfitri. Filosofi kue apem sendiri saat Idulfitri berasal dari bahasa arab yaitu Afwun yang artinya maaf. Bagi orang Jawa, akan sedikit sulit untuk mengucapkan dengan dialek arab, maka dari itulah mereka menyebutnya apem.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya