Hukum Ibadah Kurban dan Tata Cara Menunaikannya, Lengkap Pandangan Para Ulama

Hukum ibadah kurban adalah wajib bagi yang mampu dan sunnah kafiyah.

oleh Laudia Tysara diperbarui 31 Mei 2023, 23:50 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2023, 23:50 WIB
FOTO: Penyembelihan Hewan Kurban di Tengah Pandemi COVID-19
Petugas menguliti hewan kurban Idul Adha di RPH Pulogadung, Jakarta, Jumat (31/7/2020). RPH Pulogadung menyembelih 50 sapi dan puluhan kambing dengan proses pemotongan sesuai syariat Islam dan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Iduladha merupakan hari raya haji yang jatuh setiap tanggal 10-13 Zulhijah dengan menyembelih hewan kurban berupa sapi, kambing, atau unta. Bagaimana hukum ibadah kurban bagi umat Islam?

"Barangsiapa yang memiliki kelapangan (harta), sedangkan dia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat salat kami." (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim)

Hukum ibadah kurban adalah wajib bagi yang mampu dan sunnah kafiyah. Hukum ibadah kurban sunnah kafiyah adalah bila ada salah satu anggota keluarga yang berkurban maka gugurlah tuntutan berkurban bagi anggota yang lain.

Mengenai hukum ibadah kurban untuk orang lain ada dua pendapat dari para Ulama. Pandangan pertama menyebutkan ibadah kurban untuk orang lain atau orang yang sudah meninggal tidak sah tanpa wasiat. Sementara pendangan kedua membolehkannya.

Menurut mazhab Syafi’i, pandangan pertama dianggap pandangan yang lebih sahih dan dianut mayoritas ulama dari kalangan mazhab Syafi’i. Meskipun pandangan kedua tidak mayoritas, pandangan kedua didukung oleh mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali.

Berikut Liputan6.com ulas hukum ibadah kurban dan tata cara menunaikannya dari berbagai sumber, Jumat (11/6/2021).

Hukum Ibadah Kurban

FOTO: Penyembelihan Hewan Kurban di Tengah Pandemi COVID-19
Petugas menguliti hewan kurban Idul Adha di RPH Pulogadung, Jakarta, Jumat (31/7/2020). RPH Pulogadung menyembelih 50 sapi dan puluhan kambing dengan proses pemotongan sesuai syariat Islam dan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Hukum ibadah kurban bagi umat muslim adalah wajib bagi yang mampu. Menurut pendapat mayoritas Ulama, hukum ibadah kurban adalah sunnah kafiyah. Hukum ibadah kurban sunnah kafiyah adalah bila ada salah satu anggota keluarga yang berkurban maka gugurlah tuntutan berkurban bagi anggota yang lain.

"Barangsiapa yang memiliki kelapangan (harta), sedangkan dia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat salat kami." (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim)

Menunaikan hukum ibadah kurban ini hanya dilaksanakan setiap tanggal 10, 11, 12, dan 13 bulan Dzulhijjah. Hukum ibadah kurban ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 1-2. Bunyinya: “Sungguh, Kami telah memberimu telaga kautsar, maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”

Penjelasan tentang hukum ibadah kurban atau berkurban dipaparkan secara gamblang oleh Syekh Sulaiman al-Bujairani berikut ini: “Ibadah kurban hukumnya sunnah yang bersifat kolektif (sunnah kifayah) bagi kita (umat muslim) ketika anggota keluarga terhitung banyak. Jika hanya sendirian maka hukumnya sunnah ‘ain, berdasarkan hadis shahih dalam kitab al-Muwattha’ dan Sunan at-Tirmidzi.”

Perbedaan Pendapat Hukum Ibadah Kurban

Berdasarkan penjelasan hukum ibadah kurban di atas, bukan berarti pahala berkurban satu anggota keluarga yang menunaikan juga berlaku untuk seluruh anggota keluarga yang tidak menyembelih hewan kurban. Ini mengapa hukum ibadah kurban tetap harus diatasnamakan pribadi masing-masing.

Ada perbedaan pendapat mengenai hukum ibadah kurban yang dimaksudkan. Pertama, ulama mengartikan keluarga mengacu pada sekumpulan orang yang hidup bersama di sekitar tempat tinggal dan pergaulannya. Kedua, ulama mengartikan keluarga terbatas pada orang-orang yang wajib dinafkahi oleh pekurban.

Perbedaan penafsiran hukum ibadah kurban tersebut tercantum dalam kitab Hasyiyah al-Bujairami 'ala al-Khatib karangan Syekh Sulaiman al-Bujairami juz 4 halaman 330. Pendapat kedua tersebut dijadikan pegangan oleh Imam ar-Ramli dan Imam az-Zayadi.

Hukum Berkurban untuk Orang Lain

FOTO: Penyembelihan Hewan Kurban di Tengah Pandemi COVID-19
Petugas membawa hewan kurban Idul Adha di RPH Pulogadung, Jakarta, Jumat (31/7/2020). RPH Pulogadung menyembelih 50 sapi dan puluhan kambing dengan proses pemotongan sesuai syariat Islam dan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Biasanya, banyak keluarga yang berkurban diperuntukkan untuk anggota keluarganya yang sudah meninggal dunia. Dikarenakan sewaktu hidup belum pernah berkurban sama sekali. Menurut Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin secara tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meninggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.

“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani.” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Bairut Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321)

Ibadah kurban merupakan sebuah ibadah yang membutuhkan niat, karenanya niat orang yang berkurban mutlak diperlukan. Meski pandangan lain menyebut bahwa berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia adalah diperbolehkan. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Abu al-Hasan al-Abbadi. Argumentasi dari pendapat yang membolehkan ini adalah dengan alasan bahwa berkurban termasuk sedekah.

Sementara itu, sedekah untuk orang yang sudah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya. Pahalanya juga bisa sampai kepadanya sebagaimana yang sudah disepakati oleh para ulama.

Hal itu sesuai dengan kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karya Muhyiddin Syarf an-Nawawi berikut ini: “Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama.” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Bairut Dar al-Fikr, tt, juz 8, h. 406)

Menurut mazhab Syafi’i, pandangan yang pertama di atas dianggap sebagai pandangan yang lebih sahih dan dianut mayoritas ulama dari kalangan mazhab Syafi’i. Meskipun pandangan kedua tidak mayoritas, namun pandangan kedua di atas didukung oleh mashab Hanafi, Maliki, dan Hambali.

Hukum Membagikan Daging Kurban

FOTO: Penyembelihan Hewan Kurban di Tengah Pandemi COVID-19
Petugas menguliti hewan kurban Idul Adha di RPH Pulogadung, Jakarta, Jumat (31/7/2020). RPH Pulogadung menyembelih 50 sapi dan puluhan kambing dengan proses pemotongan sesuai syariat Islam dan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pada dasarnya, hukum membagikan daging kurban adalah harus diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Para ulama memberikan ketentuan yang sama dengan hukum mengonsumsi daging kurban bagi orang yang berkurban. Yaitu ketika kurban berupa kurban wajib maka tidak boleh bagi pekurban dan keluarganya mengonsumsi daging kurban tersebut.

Akan tetapi jika kurban yang dilakukan adalah kurban sunnah, maka boleh bagi pekurban dan keluarganya untuk mengonsumsi daging hewan kurbannya. Dengan catatan ada kadar daging kurban yang dibagikan kepada golongan fakir miskin. Hukum tersebut dapat dilihat dalam kitab Tausyikh ‘Ala Ibni Qasim karangan Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani halaman 531.

“Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya.”

Larangan mengonsumsi daging kurban ketika berupa kurban wajib bagi keluarga, yang dimaksud adalah orang-orang yang wajib dinafkahi oleh pekurban. Sehingga bagi anggota keluarga yang tidak wajib dinafkahi oleh pekurban tidak berlaku ketentuan hukum tersebut.

Sebaiknya dalam mendistribusikan daging kurban, pekurban memprioritaskan golongan fakir miskin. Karena fungsi pelaksanaan kurban sebenarnya adalah perwujudan mengasihi kepada orang-orang yang membutuhkan makanan pada hari raya. Apabila pendistribusian sudah merata, baru pekurban boleh mengambil jatah untuk keluarganya.

Tata Cara Berkurban yang Benar

1. Rukun Sah Berkurban

- Pekerjaan menyembelih qurban atau dzabbu

- Penyembelih hewan qurban atau dzabih

- Hewan yang akan disembelih

- Alat untuk menyembelih qurban

Jika keempat rukun sudah terpenuhi, maka bisa melakukan kurban. Nantinya kurban akan dinyatakan sah menurut syariat Islam. Namun jika ada salah satu rukun yang tidak terpenuhi, maka kurban tidak akan sah dan tidak bisa dilakukan amalan kurban, sekalipun dilakukan di tanggal 10-13 dzulhijjah.

2. Syarat Sah Hewan Kurban

- Usia Hewan Qurban

Sekalipun kamu memilih hewan ternak yang termasuk dalam jenis hewan qurban, tidak serta merta bisa digunakan untuk qurban. Dimana ada ketentuan umur hewan qurban yang disesuaikan dengan jenisnya.

Kambing hanya boleh usia di atas 1 hingga 2 tahun. Domba hanya boleh usia di atas 6 hingga 12 bulan. Sapi hanya boleh usia di atas 2 hingga 3 tahun. Unta hanya boleh usia di atas 5 hingga 6 tahun. Jika usia hewan yang akan dikurbankan kurang atau melebihi, maka tidak sah jika digunakan untuk qurban.

- Kondisi Hewan Secara Fisik

Kamu juga harus memperhatikan kondisi hewan, selain dipastikan tidak dalam kondisi hamil atau sakit. Perhatikan kondisi fisiknya dan pastikan tidak terdapat cacat permanen, hal ini akan menyebabkan aib dan tidak sah qurbanya.

Cacat yang dimaksud penglihatan hewan berkurang misalkan seperti buta sebelah, tidak berjalan dengan normal karena kaki pincang. Badan hewan qurban sangat kurus sehingga tidak terdapat adanya sumsum tulang.

- Status Kepemilikan Hewan

Saat membeli hewan qurban, tanya terlebih dahulu bagaimana kepemilikan nya atau siapa yang memiliki hewan qurban tersebut. Jangan sampai membeli bukan pada pemiliknya, bisa juga hewan hasil mencuri atau merampok. Nantinya tidak akan sah jadi hewan qurban.

Bahkan tidak sah jika hewan tersebut dalam kasus sengketa seperti masih digadaikan, hewan bagi waris atau status kepemilikan tidak pada perseorangan. Pasalnya tidak akan sah qurban seseorang jika nantinya ada yang mengatakan hewan tersebut masih jadi milik orang lain, sekalipun sudah disembelih.

- Jenis dan Pembagian Hewan Qurban

Sudah dijelaskan jika hewan yang boleh digunakan untuk qurban hanya hewan ternak dalam kondisi sehat dan status kepemilikan jelas. Maka hukum hewan untuk qurban ini adalah sah dan boleh digunakan untuk qurban.

Bagaimana jika ingin qurban namun tidak mampu membelinya, ada beberapa alternatif pembagian hewan qurban. Seperti unta yang bisa digunakan untuk 10 orang, sedangkan sapi hanya boleh untuk 7 orang. Namun, ada juga hadist yang menyatakan sah hukumnya qurban seekor kambing untuk satu keluarga.

3. Cara Menyembelih Hewan Kurban

- Membaca Bismillah.

- Membaca Shalawat Nabi.

- Menghadap ke arah kiblat (bagi hewan yang disembelih dan orang yang menyembelih).

- Membaca Takbir 3 kali bersama-sama.

- Berdoa agar qurbannya diterima oleh Allah SWT (orang yang menyembelih yang mengucapkan).

Keutamaan Berkurban saat Iduladha

FOTO: Penyembelihan Hewan Kurban di Tengah Pandemi COVID-19
Petugas bersiap menyembelih hewan kurban Idul Adha di RPH Pulogadung, Jakarta, Jumat (31/7/2020). RPH Pulogadung menyembelih 50 sapi dan puluhan kambing dengan proses pemotongan sesuai syariat Islam dan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran COVID-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

1. Meningkatkan Ketakwaan

Keutamaan berkurban yang pertama seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Hal ini seperti yang tercantum dalam QS. Al Maidah ayat 27 yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa”.

Melalui ayat tersebut, dapat dipahami bahwa berkurban merupakan salah satu ibadah yang diterima Allah dengan dari orang-orang yang bertaqwa kepadanya. Di sini juga membuktikan bahwa orang yang berniat untuk menggunakan sebagian hartanya untuk berkurban, termasuk sudah melakukan hal baik, yaitu berbagai kepada sesama. Bahkan Allah telah memerintahkan malaikat untuk memberikan kabar gembira pada setiap umat muslim untuk berkurban dan mendapatkan kebaikan dari-Nya.

2. Menambah Amal Kebaikan

Selain sebagai upaya untuk meningkatkan takwa kepada Allah, salah satu keutamaan berkurban yang penting untuk diketahui dapat menambah amal kebaikan untuk bekal di kehidupan akhirat. Dalam hal ini, Allah akan memberikan pahala yang berlipat-lipat bagi setiap umat Muslim yang menggunakan sebagian hartanya untuk berkuban. Pada HR Ahmad dan Ibnu Majah dikatakan, “Pada setiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan.”

Bukan hanya itu, hewan-hewan yang telah disembelih saat kurban menjadi saksi di hari perhitungan amal bagi setiap hamba Allah yang melaksanakannya. Ini juga tertuang dalam HR Ibnu Majah,

“Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah. Sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulunya. Sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.”

3. Sebagai Syiar Agama

Keutamaan berkurban berikutnya juga merupakan upaya syiar agama yang dapat dilakukan oleh setiap umat Muslim. Dalam hal ini, umat Muslim yang melaksanakan kurban sudah turut serta menyebarkan pesan atau syiar agama, yaitu tentang kewajiban berkurban yang diperintahkan Allah kepada Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail. Dengan berkurban, umat Muslim juga telah menyisihkan sebagian rezeki yang diberikan Allah untuk memenuhi kewajibannya sebagai umat untuk saling berbagi kepada sesama.

Hal tersebut seperti yang tercantum dalam QS Al Hajj ayat 34 yaitu, “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”

4. Aksi Sosial dan Kemanusiaan

Keutamaan berkurban yang lain juga dapat berguna sebagai aksi sosial dan kemanusiaan. Di sini, ibadah kurban yang dilakukan umat muslim setiap tahunnya, menjadi bukti bahwa agama Islam telah mengatur bagaimana menyeimbangkan perekonomian dan aspek kemanusiaan sosial. Di mana setiap manusia harus saling berbagi kepada sesama agar tercipta kehidupan sosial bermasyarakat yang harmonis.

Bukan hanya itu, melalui berkurban juga dapat menghubungkan rasa kasih sayang dan kepedulian antara fakir miskin dengan golongan orang yang mampu. Kurban menjadi salah satu cara agar setiap umat dapat merasakan kenikmatan rezeki dan berkah yang senantiasa diberikan Allah kepada setiap hambanya.

5. Tanda Bersyukur

Keutamaan berkurban yang terakhir dan tidak kalah penting adalah sebagai tanda mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT. Dalam hal ini, Allah pun telah memerintahkan setiap umat untuk berkurban meskipun sedang dalam tekanan dan serangan oleh kaum kafir.

Bila begitu, secara tidak langsung seluruh masyarakat masih dapat merasakan nikmat dan berkah kebaikan dari Allah meskipun sedang dalam keadaan sulit. Untuk itu, setiap umat harus saling berbagi kebaikan sebagai tanda bersyukur kepada Allah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya