Hukum Memberikan Hantaran atau Seserahan Menurut Islam, Beda dengan Mahar

Temberikan hantaran atau seserahan dalam pernikahan hukumnya mubah.

oleh Mabruri Pudyas Salim diperbarui 31 Mei 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2023, 07:00 WIB
Menikah - Vania
Ilustrasi Seserahan/https://www.shutterstock.com/Mohammadridwan   

Liputan6.com, Jakarta Hantaran atau yang juga disebut sebagai seserahan merupakan salah satu yang lekat dalam prosesi pernikahan. Hantaran atau seserahan biasanya diberikan oleh calon pengantin laki-laki kepada pihak pengantin pria sebagai bentuk keseriusannya untuk meminang sang calon. 

Hantaran atau seserahan biasanya diberikan dalam bentuk barang yang dibutuhkan oleh mempelai perempuan, misalnya saja seperti pakaian, make up, sepatu, skincare, dan lain sebagainya. Hantaran atau seserahan juga bisa diberikan dalam bentuk barang elektronik atau peralatan rumah tangga, seperti kulkas, lemari, kursi, atau perabotan lainnya.

Pemberian hantaran atau seserahan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan merupakan tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun di Indonesia. Maka tidak mengherankan jika pemberian hantaran atau seserahan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan menjadi hal yang tidak terlewatkan dalam sebuah prosesi pernikahan.

Lalu bagaimana Islam memandang tradisi pemberian hantaran atau seserahan ini. Berikut penjelasan selengkapnya seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (30/5/2023).

Hukum Memberikan Hantaran atau Seserahan

Hantaran atau yang sering disebut juga sebagai seserahan, merupakan hadiah di luar mahar (mas kawin) yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, hantaran atau seserahan bisa diberikan dalam bentuk barang-barang yang dibutuhkan oleh mempelai perempuan.

Mengingat bahwa hantaran atau seserahan adalah pemberian di luar mahar, maka dapat dipahami bahwa hantaran atau seserahan tidak termasuk dalam rukun syarat, maupun wajib nikah. Sebab, yang wajib dalam tata cara pernikahan berdasarkan hukum Islam adalah pemberian mahar oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan, sebagaimana Allah SWT berfirman yang artinya,

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”. QS An-Nisa':4)

Dengan kata lain, maskawin atau mahar merupakan hak mutlak bagi seorang istri dan tidak boleh diambil oleh sang suami melainkan jika seorang istri rela sang suami menggunakan haknya sebagaimana yang telah tersebut dalam ayat di atas. Sedangkan hantaran atau seserahan merupakan hadiah di luar maskawin atau mahar.

Meski demikian, menurut pandangan Islam, memberikan hantaran atau seserahan dalam pernikahan hukumnya mubah. Artinya, meski memberikan hantaran atau seserahan tidak wajib dan tidak mempengaruhi sah atau tidaknya sebuah pernikahan, namun hal itu diperbolehkan.

Sebab Hantaran atau Seserahan Diperbolehkan dalam Islam

Hantaran lamaran
Aneka kue untuk hantaran lamaran/copyright/shutterstock/Ricky Kurniawan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemberian hantaran atau seserahan bersifat tidak wajib dalam hukum Islam. Sebab, hal itu tidak memengaruhi apakah sebuah pernikahan sah atau tidak. Selain itu, hantaran atau seserahan sebenarnya hanya dianggap wajib berdasarkan hukum adat, atau hanya merupakan tradisi yang berlangsung turun-temurun.

Kendati demikian, memberikan hantaran atau seserahan diperbolehkan dalam Islam, karena hal itu tidak bertentangan dengan syariat Islam. Selain itu ada beberapa alasan lain yang membuat hantaran atau seserahan diterima oleh para ulama di antaranya karena,

  1. Tradisi hantaran dan seserahan dapat diterima oleh akal.
  2. Tradisi hantaran dan seserahan berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada dalam lingkungan tersebut atau di kalangan sebagian besar warganya.
  3. Tradisi yang dijadikan sandaran telah ada pada saat itu, bukan yang muncul kemudian.
  4. Tradisi hantaran tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara’ yang ada atau bertentangan dengan prinsip yang pasti.

Meski begitu, tradisi seserahan ini hendaknya tidak memberatkan pihak mempelai laki-laki. Sehingga, hal ini tidak menyulitkannya ketika hendak menghalalkan calon istri.

Dalam ajaran Islam, pernikahan yang besar nilai pahalanya adalah yang biayanya ringan. Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadis:

“Sesungguhnya pernikahan yang paling besar pahalanya adalah yang paling ringan biayanya.” (HR. Ahmad)

Perbedaan Seserahan dengan Mahar

Hantaran pernikahan
Rangkaian aneka pasta juga tampak menggugah selera. [Foto: Handtaran.Dok]

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, seserahan atau hantaran merupakan hadiah di luar mahar. Dengan kata lain, seserahan dan mahar adalah dua hal yang berbeda.

Maskawin atau mahar merupakan hak mutlak bagi seorang istri dan tidak boleh diambil oleh sang suami melainkan jika seorang istri rela sang suami menggunakan haknya. Sedangkan hantaran atau seserahan hanya bersifat hadiah.

Mahar termasuk keutamaan agama Islam dalam melindungi dan memuliakan kaum wanita dengan memberikan hak yang dimintanya dalam pernikahan berupa mahar kawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua belah pihak. Sedangkan hantaran atau seserahan bersifat tradisi, dengan tujuan sebagai simbol tanggung jawab pihak mempelai laki-laki terhadap mempelai perempuan.

Mahar atau maskawin merupakan wajib nikah, sehingga jika ditinggalkan akan membuat pihak mempelai laki-laki berdosa. Sedangkan hantaran atau seserahan jika tidak diberikan oleh pihak mempelai pria, tidak menimbulkan dosa. Hantaran atau seserahan diberikan untuk membantu pihak keluarga mempelai perempuan untuk mengurangi beban istri dan keluarga istri dalam membuat persiapan perkawinan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya