Liputan6.com, Jakarta - Hoarding Disorder merupakan salah satu bentuk gangguan kesehatan mental dengan kecenderungan mengumpulkan atau menimbun barang-barang. Seperti barang yang pada umumnya dianggap tidak berguna atau tidak bernilai.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Kondisi ini dapat mengakibatkan masalah psikologis yang serius jika tidak ditangani dengan tepat ketika gejalanya muncul. Dampak psikologisnya menurut penelitian, bisa mencakup konflik dalam hubungan interpersonal hingga stres kronis yang berpotensi merusak kesejahteraan mental penderita.
Di Indonesia, Hoarding Disorder masih relatif kurang dikenal oleh masyarakat luas. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan informasi yang tersedia mengenai gangguan ini. Meskipun sebagian penderita Hoarding Disorder menyadari mereka memiliki kecenderungan menimbun barang, banyak pula yang tidak menyadari kondisi tersebut atau menganggapnya sebagai perilaku yang wajar.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang dampak psikolgis Hoarding Disorder dan pahami waktu tepat pergi ke psikolog, Jumat (6/10/2023).
Dampak Psikologisnya
Hoarder, atau orang yang mengalami Hoarding Disorder, sering menghadapi berbagai dampak psikologis sebagai akibat dari perilaku menimbun barang yang tak berguna. Dampak-dampak tersebut tidak hanya memengaruhi individu yang mengalami gangguan penyakit ini, tetapi juga orang-orang di sekitarnya, terutama keluarga terdekat.
1. Mengalami Konflik dengan Keluarga
Dalam penelitian berjudul Perancangan Informasi Hoarding Disorder Melalui Media Aplikasi Berbasis Windows (2020) oleh Zulfa Adilla, salah satu dampak psikologis Hoarding Disorder adalah konflik dalam hubungan keluarga.
Barang-barang yang ditimbun oleh seorang Hoarder sering kali mengganggu ruang gerak anggota keluarga lain. Hal ini dapat menciptakan rasa frustrasi, marah, dan ketidaknyamanan dalam keluarga. Anak atau saudara dari Hoarder juga mungkin merasa malu ketika ada orang lain yang berkunjung ke rumah mereka karena kondisi rumah yang berantakan.
Konflik seperti ini dapat mengakibatkan hubungan yang tegang dalam keluarga, bahkan mencapai tingkat perceraian, karena pasangan seorang Hoarder mungkin tidak tahan dengan gaya hidup yang sulit diterima.
2. Timbulkan Gangguan Kecemasan atau Anxiety
Selain dampak tersebut, Hoarding Disorder juga dapat memiliki dampak psikologis yang lebih serius pada individu yang mengalami gangguan ini. Salah satunya adalah gangguan kecemasan atau anxiety. Kecemasan yang berlebihan dapat menyebabkan stres yang kronis, dan kedua hal ini seringkali dialami oleh pengidap Hoarding Disorder. Gangguan ini dapat memperburuk keadaan psikologis penderita dalam jangka waktu yang panjang.
3. Menyebabkan Gangguan Pola Makan
Lebih lanjut, perilaku Hoarder juga bisa menjadi gejala dari gangguan psikologis lainnya. Dalam beberapa kasus, penyakit ini dapat terkait dengan gangguan makan atau pola makan yang tak normal, yang pada gilirannya dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik.
Selain itu, beberapa studi juga telah menunjukkan hubungan antara Hoarding Disorder dan risiko perkembangan dementia pada usia lanjut.
Maka bisa dipahami, bahwa Hoarding Disorder tidak hanya berdampak pada kehidupan sosial seorang individu, tetapi juga memiliki dampak serius pada kesejahteraan psikologis mereka. Oleh karena itu, penting bagi individu yang mengalami gejala gangguan ini untuk mencari bantuan profesional dan dukungan keluarga agar dapat mengatasi masalah ini secara efektif. Mampu meminimalkan dampaknya pada psikologis mereka serta orang-orang yang mereka cintai.
Advertisement
Waktu Tepat ke Psikolog
Kapan waktu tepat pergi ke dokter atau psikolog?
Melansir dari Mayo Clinic, penting untuk memahami bahwa Hoarding Disorder merupakan kondisi yang berbeda dengan sekadar hobi koleksi barang. Hoarding Disorder adalah sebuah gangguan kesehatan mental yang melibatkan perilaku menimbun barang yang sebenarnya tidak berguna, dan jika tidak diatasi, perilaku ini dapat berdampak serius pada kesehatan individu yang mengalaminya.
Individu yang mengidap Hoarding Disorder cenderung menyimpan barang-barang yang tidak memiliki nilai nyata atau bermanfaat, dan hal ini dapat mengakibatkan penumpukan barang yang berpotensi membahayakan kesehatan fisik dan lingkungan di sekitarnya.
Gejalanya dijelaskan oleh Erika Dewi dalam Jurnal penelitiannya berjudul Perancangan Kampanye Dampak Menimbun Barang tak Terpakai (Hoarding Disorder) bagi Remaja Pasca Pandemi:
- Kesulitan untuk berpisah dari barang yang sudah tidak terpakai.
- Sikap plin-plan dan keraguan dalam membuat keputusan.
- Menyimpan barang yang tidak diperlukan secara berlebihan hingga ruang penyimpanan penuh.
- Kesal ketika ada usaha untuk membuang barang-barang tersebut.
- Perfeksionisme, penghindaran, penundaan, serta kesulitan dalam perencanaan dan organisasi.
- Merasa aman saat barang-barang tersebut ada di sekitarnya.
- Bersedia berkonflik demi melindungi barang-barang tersebut agar tidak terbuang.
Seringkali, penderita Hoarding Disorder tidak menyadari bahwa mereka mengidap gangguan kesehatan mental ini, atau mereka cenderung menolak untuk mencari bantuan medis. Oleh karena itu, sangat penting bagi individu yang memiliki gejala Hoarding Disorder atau bagi orang-orang di sekitarnya, termasuk keluarga, untuk mengambil tindakan segera dengan berkonsultasi kepada tenaga medis yang kompeten di situasi ini.
Mengenali gejala Hoarding Disorder dan mencari bantuan medis pada waktunya adalah langkah yang sangat penting. Bantuan yang tepat dari profesional medis dan dukungan keluarga, gejala Hoarding Disorder dapat dikontrol dan diatasi. Pengobatan serta perawatan yang diberikan oleh ahli dapat membantu individu yang mengalami gangguan ini untuk menghindari kemungkinan kondisi yang lebih parah dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan.