Liputan6.com, Jakarta Fiksasi adalah bagian dari teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud, yang menyatakan bahwa pengalaman masa kanak-kanak dapat memengaruhi perkembangan individu di masa dewasa. Tahap perkembangan adalah periode kritis di mana individu harus mengatasi konflik dan kebutuhan emosional yang muncul.Â
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Jika individu mengalami konflik atau kesulitan di tahap ini dan tidak berhasil mengatasi mereka, mereka dapat mengalami fiksasi. Dalam teori Sigmund Freud fiksasi adalah faktor yang memiliki dampak besar pada perkembangan kepribadian individu, perilaku, dan hubungan mereka dengan orang lain.
Seseorang yang mengalami fiksasi dalam tahap tertentu dapat menunjukkan karakteristik atau masalah yang terkait dengan tahap tersebut, bahkan ketika mereka sudah dewasa. Berikut ulasan tentang fiksasi adalah kondisi psikologis di mana individu mengalami keterikatan permanen terhadap kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi saat mereka berada dalam tahap perkembangan anak-anak, Dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (3/11/2023).
Keterikatan Permanen Pada Kebutuhan yang Tidak Terpenuhi selama Masa Pertumbuhan
Fiksasi mengacu pada kondisi psikologis di mana individu mengalami keterikatan permanen terhadap kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi saat mereka berada dalam tahap perkembangan anak-anak. Fiksasi adalah salah satu mekanisme pertahanan diri yang ditemukan dalam teori psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.
Menurut Freud, fiksasi terjadi ketika individu mengalami kesulitan atau konflik emosional pada tahap perkembangan anak-anak mereka. Hal ini membuat mereka tetap terikat pada kebutuhan dasar manusia yang mungkin tidak terpenuhi pada tahap tersebut. Keterikatan permanen ini dapat mempengaruhi perkembangan individu di masa dewasa, sehingga sumber ketidakpuasan emosional saat berusia anak-anak berpeluang muncul lagi di tahap perkembangan selanjutnya, seperti masa remaja atau dewasa.
Dalam konteks teori psikoanalisa, fiksasi dapat menyebabkan individu menunjukkan karakteristik atau masalah yang terkait dengan tahap perkembangan yang tertunda atau terganggu. Contohnya, jika seseorang mengalami fiksasi pada tahap oral (tahap perkembangan di mana aktivitas mulut dan aktivitas menyusu dominan), mereka mungkin cenderung memiliki perilaku yang berlebihan terkait dengan mulut, seperti merokok berlebihan atau kecenderungan untuk menggigit kuku sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi.
Penting untuk diingat bahwa teori perkembangan psikoseksual Freud adalah salah satu pendekatan dalam psikologi dan telah menerima banyak kritik. Banyak ahli psikologi modern lebih memilih pendekatan perkembangan yang lebih holistik dan tidak hanya berfokus pada aspek psikoseksual.
Advertisement
Bagaimana Perilaku Fiksasi Terbentuk
psikoseksual selama masa pertumbuhan mereka. Pada setiap tahap ini, energi libido dari id difokuskan pada area tubuh yang berbeda. Id adalah aspek pikiran yang hadir sejak lahir dan beroperasi pada prinsip kesenangan di tingkat bawah sadar.Â
Sedangkan, energi libido merupakan dorongan biologis dan seksual yang dipengaruhi oleh id. Id mendorong libido untuk mencari situasi yang memberikan kesenangan. Dalam konteks fiksasi, ketika sebagian besar energi libido dikeluarkan pada tahap perkembangan tertentu, peristiwa-peristiwa di tahap tersebut dapat meninggalkan kesan yang kuat pada kepribadian individu.
Freud mengatakan bahwa perkembangan kepribadian yang sehat tergantung pada kemampuan anak untuk menyelesaikan konflik-konflik yang muncul dalam setiap tahap perkembangan psikoseksual. Konflik ini berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dan keinginan yang sesuai dengan tahap tersebut.Â
Fiksasi terjadi ketika seseorang gagal menyelesaikan salah satu tahap perkembangan psikoseksual secara memadai, sehingga mereka tetap "terjebak" atau terkait dengan tahap tersebut. Dalam kata lain, mereka mungkin mengalami kesulitan untuk melanjutkan perkembangan ke tahap berikutnya. Fiksasi dapat terjadi jika suatu tahap meninggalkan kesan yang dominan pada kepribadian individu.
Contoh Perilaku Fiksasi
1. Fiksasi Oral
Tahap oral berkaitan dengan aktivitas mulut dan aktivitas makanan. Fiksasi oral dapat terjadi jika kebutuhan anak dalam tahap ini tidak terpenuhi, terlalu terstimulasi, atau terlalu terkekang.Â
Contoh fiksasi oral
- Menggigit kuku
- Merokok berlebihan
- Mengunyah permen karet secara berlebihan
- Minum berlebihan
2. Fiksasi Anal
Tahap anal berkaitan dengan pengendalian buang air besar. Fiksasi anal dapat menghasilkan dua jenis kepribadian, yaitu anal-retentive dan anal-expulsive. Anal-retentive dapat terjadi pada individu yang mengalami toilet training yang sangat ketat dan keras saat anak-anak, sehingga mereka tumbuh menjadi terlalu terobsesi dengan keteraturan dan kerapian.
Sebaliknya, individu anal-expulsive mengalami toilet training yang sangat longgar, sehingga mereka tumbuh menjadi sangat berantakan dan tidak teratur. Kedua jenis fiksasi ini dihasilkan dari penyelesaian konflik yang tidak tepat selama tahap anal perkembangan. Fiksasi anal dapat memengaruhi perilaku dan kepribadian individu di masa dewasa.
3. Fiksasi Phallic
Tahap falik berkaitan dengan identifikasi dengan orang tua sesama jenis dan dapat memunculkan kompleks Oedipus pada anak laki-laki dan kompleks Electra pada anak perempuan. Fiksasi pada tahap ini dapat menyebabkan perilaku yang terlalu sia-sia, eksibisionistik (kelainan fantasi seksual), dan agresif secara seksual pada masa dewasa. Kedua kompleks ini dapat mempengaruhi hubungan interpersonal dan perilaku seksual individu yang mengalami fiksasi pada tahap falik.
Advertisement
Penanggulangan Perilaku Fiksasi
Teori psikoanalitik Freud menekankan pentingnya proses transferensi dalam mengatasi fiksasi. Dalam proses ini, fiksasi lama dipindahkan ke fiksasi yang baru, memungkinkan individu untuk secara sadar menghadapi masalah mereka. Konselor dapat membantu klien atau konseli mereka memahami pola reaksi dan sikap yang mungkin diproyeksikan secara tidak sadar dari masa lalu mereka. Ini membantu individu membawa perasaan bawah sadar mereka ke dalam kesadaran sadar.
Terapi yang paling efektif mencerminkan hubungan antara konselor dan konseli, lebih dari teori atau metode yang digunakan. Oleh karena itu, penting bagi individu yang mencari konseling untuk merasa nyaman dan memiliki kepercayaan pada konselor mereka.
Terapi perilaku kognitif dapat membantu individu mengatasi pikiran, emosi, dan pola perilaku yang ingin mereka ubah. Ini dapat efektif dalam mengatasi perilaku fiksasi yang berkaitan dengan pola pikiran yang merugikan.
Desensitisasi dan pemrosesan ulang gerakan mata dapat menjadi pilihan metode terapi ini dapat digunakan untuk membantu individu yang telah mengalami pengalaman traumatis sebelumnya. Terutama efektif dalam mengatasi trauma, tetapi dalam beberapa kasus, bisa relevan dalam mengatasi fiksasi yang berkaitan dengan trauma.
Terapi perilaku kognitif yang fokus pada trauma dan desensitisasi dan pemrosesan ulang gerakan mata adalah opsi yang berpusat pada trauma dan dapat membantu individu yang mengalami fiksasi yang terkait dengan pengalaman traumatis.
Penting untuk diingat bahwa banyak terapis cenderung menggunakan pendekatan eklektik dalam memilih kerangka perawatan mereka, yang berarti mereka dapat menggabungkan berbagai pendekatan tergantung pada kebutuhan klien. Yang terpenting adalah bahwa individu yang mencari konseling harus merasa nyaman dan memiliki hubungan yang baik dengan konselor atau terapis mereka untuk mencapai hasil yang efektif dalam mengatasi perilaku fiksasi.
Â