Liputan6.com, Jakarta Krisis perumahan yang merayap di kota-kota besar seperti Toronto dan New York City telah menciptakan panorama baru yang menuntut perhatian. Dalam beberapa bulan terakhir, pasar persewaan di Toronto mencatat berbagai kejadian yang mencengangkan, termasuk tren unik di mana warga mulai menyewakan setengah tempat tidur mereka sebagai solusi kreatif menghadapi lonjakan harga properti.
Tingginya harga sewa rata-rata, mencapai Rp 45 juta per bulan di Toronto, telah mendorong warga kota untuk menemukan solusi alternatif dalam mengatasi kesulitan finansial akibat kenaikan biaya perumahan. Keberanian mereka dalam menghadapi tantangan ini tercermin dalam tren persewaan setengah tempat tidur, sebuah praktik yang menciptakan pro dan kontra di tengah masyarakat.Â
Untuk informasi lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (22/11/2023).
Advertisement
Kenaikan Harga Properti di Toronto
Pasar properti persewaan di Toronto telah menjadi sorotan perhatian akhir-akhir ini, dengan kenaikan harga yang tidak terbendung menjadi tantangan serius bagi warga kota. Warga Toronto dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa harga sewa rata-rata mencapai $2.908 (Rp 45 juta) per bulan, menciptakan tekanan finansial yang signifikan bagi banyak penduduk. Kondisi ini menciptakan kekacauan di pasar perumahan, memaksa warga untuk mencari solusi kreatif dan tidak konvensional.
Salah satu contoh paling mencolok dari ketidakstabilan ini adalah munculnya tren persewaan "setengah tempat tidur." Masyarakat Toronto mulai menyewakan bagian dari tempat tidur mereka, menciptakan solusi unik untuk mengatasi biaya hidup yang semakin meningkat. Sebuah iklan di Facebook Marketplace menarik perhatian publik, menawarkan setengah tempat tidur queen seharga $650 (Rp 10 juta) per bulan, mencerminkan sejauh mana kreativitas warga dalam menghadapi krisis perumahan.
Advertisement
Kontroversi dan Ketidakpastian Hukum
Perekonomian yang berkembang dan keberagaman kota Toronto seharusnya menjadi kekuatan, tetapi ketidakstabilan perumahan telah membawa dampak yang signifikan. Anya Ettinger, seorang makelar properti, mengecam keras tren persewaan setengah tempat tidur ini, menyebutnya sebagai indikator menyedihkan dari keadaan perumahan di kota tersebut.
Ketidakpastian hukum muncul sebagai isu sentral, terutama terkait dengan legalitas perjanjian persewaan seperti ini. Cassandra Fafalios, seorang pakar hukum, menyoroti kekurangan definisi yang jelas dalam Undang-Undang Penyewaan Perumahan, meninggalkan individu yang terlibat dalam perjanjian ini tanpa hak atau perlindungan hukum yang memadai. Ini menciptakan wilayah abu-abu hukum, di mana penyewa rentan terhadap tindakan sewenang-wenang tanpa perlindungan yang cukup.
Dampak Sosial dan Kesehatan
Tidak hanya masalah hukum yang menjadi perhatian, tetapi juga potensi risiko sosial dan kesehatan bagi mereka yang terlibat dalam pengaturan persewaan setengah tempat tidur. Douglas Kwan, direktur advokasi dan layanan hukum di Pusat Advokasi Penyewa Ontario, menyoroti pentingnya uji tuntas dalam mempertimbangkan pengaturan ini. Ia menggambarkan situasi ini sebagai langkah terakhir bagi banyak individu yang mencari perumahan di Toronto, menciptakan situasi hidup yang menyedihkan.
Sementara itu, di New York City, situasinya tidak jauh berbeda, dengan sepertiga penduduk mengeluarkan lebih dari separuh pendapatan mereka untuk sewa. Rapor terbaru dari Community Service Society of New York menunjukkan bahwa hampir 1,2 juta rumah tangga di kota tersebut menghadapi beban finansial yang signifikan akibat biaya sewa yang tinggi.
Dengan demikian, masyarakat Toronto dan New York City dihadapkan pada tantangan serius terkait keterjangkauan perumahan. Perdebatan mengenai solusi jangka panjang untuk mengatasi krisis perumahan menjadi semakin mendesak, dan inisiatif harus diambil untuk menciptakan perubahan nyata dalam kebijakan perumahan dan menciptakan lingkungan di mana setiap individu dapat memiliki akses yang layak ke tempat tinggal.
Advertisement