Hadis Masyhur Adalah Sifatnya Seperti Mutawatir, Bolehkah Diamalkan?

Hadis Masyhur adalah hadis yang memiliki jalur sanad (rantai perawi) lebih dari dua.

oleh Laudia Tysara diperbarui 29 Nov 2023, 18:20 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2023, 18:20 WIB
Semangat Anak-Anak Muslim Kashmir Belajar Baca Alquran saat Ramadan
Anak-anak Kashmir saat menghadiri kelas pembacaan Al-Quran di sebuah madrasah lokal selama bulan Ramadan di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, (30/5). Di bulan puasa umat muslim menahan diri untuk tidak makan dan minum. (AP Photo / Mukhtar Khan)

Liputan6.com, Jakarta - Hadis Masyhur adalah kategori hadis ahad yang kedudukan dan sifatnya seperti mutawatir. MHadis ini pada awalnya ahad, tetapi kemudian menjadi terkenal dan tersebar luas pada abad kedua dan ketiga Hijriah. Hadis Masyhur menjadi seperti mutawatir ketika banyak manusia pada masa itu menerima dan mengamalkan hadis tersebut dengan jumlah mutawatir. 

Hadis Masyhur adalah hadis yang memiliki jalur sanad (rantai perawi) lebih dari dua. Jumlah perawi hadis ini lebih banyak daripada hadis ahad pada umumnya. Hal inilah yang menjadikannya cukup terkenal pada masa itu dan boleh diamalkan sampai sekarang oleh sebagaian ulama.

Dalam jurnal penelitian berjudul Kehujjahan Hadis Ahad dalam Masalah Aqidah oleh Tasmin Tangngareng, sebagian ulama memandang bahwa hadis ahad wajib diaplikasikan dalam urusan praktis seperti ibadah, kaffarat, dan hukum pidana (hudud), namun tidak dapat dijadikan landasan utama dalam kepercayaan agama (aqidah). Simak penjelasan lengkapnya.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang Hadis Masyhur, hukum beramal dengannya, dan contoh hadisnya, Selasa (29/11/2023).

Sifatnya Seperti Hadis Mutawatir

Tadarus Al-Quran di Bulan Ramadhan
Umat Islam bertadarus Al-Quran di Masjid Raya Al-Azhom, Kota Tangerang, Senin (18/42022). Umat Islam memanfaatkan waktu untuk memperbanyak ibadah dengan membaca dan mengkhatamkan Al-Quran untuk meningkatkan amal ibadah pada bulan Ramadhan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Hadis Masyhur, yang merupakan salah satu kategori hadis ahad, memiliki posisi yang menarik dalam ilmu hadis. Jurnal Institut Agama Islam Negeri atau IAIN Kudus menyatakan bahwa al Sarakhsi memandang hadis Masyhur sebagai hadis yang pada awalnya bersifat ahad, kemudian mendapatkan ketenaran dan diterima secara luas pada abad kedua dan ketiga.

Pada periode ini, banyak orang menerima dan mengamalkan hadis tersebut dalam jumlah yang mendekati mutawatir, sehingga hadis itu menjadi diterima secara meluas dan menggambarkan sifat seperti mutawatir. Maka, hukum beramal dengan hadis Masyhur boleh dilakukan oleh sebagian ulama.

Definisi yang diberikan oleh Ibnu Hajar, sebagaimana dikutip dalam buku berjudul Ilmu Hadits Dasar karya Atho'illah Umar, juga menggambarkan Hadis Masyhur sebagai hadis yang memiliki jalur sanad (rantai perawi) lebih dari dua. Hal ini menunjukkan keunikan hadis ini dalam struktur perawianya yang lebih banyak daripada hadis ahad pada umumnya.

Ini memperkuat posisinya atau kehujjahannya yang mendekati mutawatir.

Dalam buku berjudul Pengantar Studi Ilmu Hadits oleh Syaikh Manna Al-Qaththan juga membahas klasifikasi Hadis Masyhur. Dalam uraiannya, Hadis Masyhur adalah diikuti tiga perawi atau lebih pada setiap tingkatannya, yang dikenal juga dengan sebutan Al Mustafidh. Klasifikasi hadis ini menunjukkan adanya variasi dalam jumlah perawi, termasuk yang memiliki satu sanad, beberapa sanad, bahkan yang tidak memiliki sanad sama sekali.

Penelitian tentang hadis Masyhur, mulai dari generasi sahabat Nabi hingga para imam yang menyusun kitab-kitab terkenal seperti Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi, menunjukkan bahwa setiap tahapnya melibatkan paling tidak tiga orang yang meneruskan hadis tersebut.

Ini berarti, dalam setiap perantaraan atau generasi, hadis ini diteruskan oleh tiga orang atau lebih. Penemuan ini menggarisbawahi bahwa hadis ini memiliki jumlah perantara atau perawi yang cukup banyak dalam setiap rentetan penyampaian. Hal ini menunjukkan kekuatan hadis tersebut yang mendekati tingkat mutawatir, karena melibatkan lebih dari tiga perawi dalam setiap generasinya.

Contoh Hadis Masyhur

Tadarus Al-Quran di Pesantren Nuu War AFKN
Sejumlah santri membaca Al-Quran di Pesantren Nuu Waar Al Fatih Kaffah Nusantara (AFKN) di Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (1/5/2021). Kegiatan Khatam Al-Quran tersebut dilakukan rutin setiap bulan Ramadhan oleh 750 santri dan santriwati. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Meskipun Hadis Masyhur seperti hadis mutawatir dan boleh diamalkan, tetapi tidak asal-asalan.

Dalam jurnal penelitian berjudul Kehujjahan Hadis Ahad dalam Masalah Aqidah oleh Tasmin Tangngareng, sebagian ulama memandang bahwa hadis ahad wajib diaplikasikan dalam urusan praktis seperti ibadah, kaffarat, dan hukum pidana (hudud), namun tidak dapat dijadikan landasan utama dalam kepercayaan agama (aqidah).

Ini contoh Hadis Masyhur yang tergolong hadis ahad tersebut:

Contoh 1

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba, akan tetapi melepaskan ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga apabila sudah tidak ada seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu, mereka sesat dan menyesatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)

Contoh 2

"Seorang muslim adalah kaum muslim yang tidak terganggu (selamat) dari lidah dan tangannya." (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi)

Contoh 3

"Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung kepada niat dan bagi seseorang adalah menurut apa yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya akan sesuai dengan yang telah diniatkannya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang akan digapainya atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka nilai hijrahnya akan sesuai dengan apa yang diniatkannya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Contoh 4

"Sesungguhnya Rasulullah Saw melakukan qunut selama sebulan setelah ruku’ berdoa atas kebinasaan kabilah Ri’lin dan Zakwan (kalibah Arab).” (HR. Bukhari & Muslim)

Contoh 5

“Seorang Muslim adalah orang yang sanggup menjamin keselamatan orang-orang Muslim lainnya dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR Bukhari & Muslim)

Contoh 6

“Sesungguhnya Allah telah memaafkan dari umatku kekeliruan, kealpaan dan apa-apa yang dipaksakan terhadap mereka.” (HR. Ibnu Majah & Baihaqi)

Contoh 7

"Tergesa-gesa itu termasuk dari sifat setan." (HR. Tirmizi)

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya