Liputan6.com, Jakarta Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia memiliki peran sentral dalam mendukung sistem demokrasi dan menentukan pemimpin-pemimpin negara serta wakil rakyat di berbagai tingkatan pemerintahan. Perjalanan sejarah pemilu di Indonesia menjadi suatu upaya konkret dalam mengimplementasikan kedaulatan rakyat, di mana warga negara berhak untuk memilih pemimpin yang akan mewakili dan mengemban tanggung jawab politik.
Baca Juga
Advertisement
Dalam buku "Pengantar Hukum Pemilihan Umum" yang ditulis oleh Fajlurrahman Jurdi, pemilu di Indonesia dijelaskan sebagai suatu sarana implementasi kedaulatan rakyat. Pemilu tidak hanya terbatas pada pemilihan presiden, namun juga mencakup pemilihan wakil rakyat di tingkat nasional dan daerah, serta pemilihan kepala desa.Â
Dalam perjalanan sejarah pemilu di Indonesia warga negara memiliki kesempatan untuk menentukan arah kepemimpinan dan kebijakan politik yang dianggap sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Peraturan dan ketentuan mengenai pemilu di Indonesia diatur dalam perundang-undangan yang membentuk kerangka kerja yang jelas untuk memastikan pelaksanaan pemilu berjalan secara adil, transparan, dan demokratis.
Sejarah pemilu di Indonesia dimulai pada tahun 1955 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Berikut sejarah pemilu di Indonesia yang Liputan6.com rangkum dari laman kpu.go.id, Kamis (21/12/2023).
Perjalanan Awal Sejarah Pemilu di Indonesia
Perjalanan panjang Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia memiliki akar sejak awal zaman revolusi nasional, mencerminkan tantangan dan dinamika pada periode pembentukan Republik Indonesia. Rencana untuk menyelenggarakan pemilihan umum nasional pertama di Indonesia diumumkan pada tanggal 5 Oktober 1945, yang menandai langkah awal menuju institusi demokrasi di tengah gejolak kemerdekaan.
Pada tahun 1946, langkah konkrit diambil dengan penyelenggaraan pemilihan umum pertama di Karesidenan Kediri dan Surakarta. Namun, upaya tersebut menghadapi kendala, dan perjalanan pemilu lebih lanjut terhenti sementara karena kurangnya perundang-undangan yang mengatur pemilu dan rendahnya stabilitas keamanan negara. Fokus pada saat itu terarah pada usaha mempertahankan kemerdekaan, menggambarkan prioritas mendesak dalam konteks revolusi nasional.
Satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, menetapkan Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia. Pada tanggal 3 November 1945, Wakil Presiden Mohammad Hatta menerbitkan Maklumat X, sebuah langkah penting yang mendorong pembentukan partai-partai politik sebagai persiapan untuk pemilu. Maklumat X memberikan legitimasi kepada partai-partai politik yang telah terbentuk sebelumnya, mencakup masa pemerintahan Belanda dan Jepang.
Maklumat X memiliki tujuan ganda, yaitu membentuk partai politik dan menyelenggarakan pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada bulan Januari 1946. Sayangnya, rencana ini tidak dapat dilaksanakan pada waktu itu karena berbagai faktor, termasuk kurangnya peraturan yang mengatur penyelenggaraan pemilu dan kurangnya stabilitas keamanan negara.
Sejarah pemilu di Indonesia mencerminkan dinamika dan perjuangan dalam menjalankan proses demokratisasi di tengah-tengah ketidakpastian dan prioritas mendesak pada masa revolusi nasional. Meskipun pemilu pertama pada tahun 1955 akhirnya terlaksana, perjalanan tersebut menunjukkan kesulitan dan ketidakpastian dalam membentuk landasan demokrasi di awal kemerdekaan.
Advertisement
Pemilu 1955: Awal Perjalanan Demokrasi
Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 menjadi tonggak awal bagi sejarah demokrasi di Indonesia, terutama setelah era pemerintahan Soekarno yang mengusung sistem Demokrasi Terpimpin. Inisiasi ini mencerminkan langkah pertama dalam membangun dasar-dasar partisipasi politik masyarakat.
Pemilu 1971 – 1997: Era Soeharto dan Dominasi Golkar
Setelah masa pemerintahan Soekarno, Indonesia memasuki era Soeharto, yang berkuasa selama 32 tahun. Pemilu 1971 menjadi awal dari enam pemilihan umum selama pemerintahan Soeharto. Pada masa ini, Orde Baru meredam persaingan politik dan mengurangi pluralisme politik, dengan Partai Golkar mendominasi peta politik.
Pemilu 1999: Transisi Pasca-Soeharto
Periode pasca-Soeharto ditandai dengan transisi politik. B.J. Habibie menggantikan Soeharto, dan pemilu yang semula dijadwalkan pada tahun 2002 dipercepat pelaksanaannya menjadi tahun 1999. Pemilu ini menandai langkah menuju demokrasi yang lebih inklusif dan partisipatif.
Pemilu 2004: Pergantian Sistem Pemilihan
Pemilu 2004 menghadirkan banyak perubahan, termasuk pemilihan anggota parlemen dan presiden dengan dua tahap. Sistem pemilihan umum dan presiden yang lebih langsung mencerminkan semangat reformasi dan meningkatkan partisipasi politik warga negara.
Pemilu 2009: Pemilihan Langsung Presiden dan Wakil Presiden
Pemilu 2009 merupakan pemilu kedua dengan pemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Sistem perolehan suara yang lebih ketat menunjukkan komitmen pada representasi yang lebih demokratis dan responsif terhadap keinginan rakyat.
Pemilu 2014: Pemilihan Ganda untuk Legislatif dan Eksekutif
Pemilu 2014 melibatkan dua tahap, pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden serta wakil presiden. Perubahan sistem dalam pemilihan mencerminkan evolusi politik dan semangat menciptakan pemerintahan yang lebih inklusif dan bertanggung jawab.
Pemilu 2019: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Reformasi
Pemilu 2019 menjadi ujian konsolidasi demokrasi di era pasca-reformasi. Meskipun melibatkan 20 partai politik awalnya, hanya 16 yang memenuhi syarat sebagai peserta pemilu legislatif. PDI Perjuangan menjadi pemenang, mencerminkan dinamika politik yang terus berkembang di Indonesia.
Sejak periode reformasi, pemilu di Indonesia menjadi simbol vital dalam menunjukkan komitmen pada prinsip demokrasi. Sistem pemilihan umum langsung dan representatif mencerminkan semangat inklusi dan partisipasi warga negara dalam proses politik, menjadikan pemilu sebagai salah satu aspek kunci dalam pembentukan pemerintahan yang demokratis dan akuntabel di Indonesia.
Â
Advertisement