Liputan6.com, Jakarta Kode etik dan dasar hukum Pemilu adalah instrumen kritis yang mengatur perilaku dan tata cara para penyelenggara pemilu, termasuk lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pemahaman dan kepatuhan terhadap kode etik dan dasar hukum Pemilu tidak hanya harus dimiliki oleh penyelenggara pemilu, tetapi juga pada peserta pemilu dan masyarakat umum.
Baca Juga
Advertisement
Kepatuhan terhadap kode etik dan dasar hukum Pemilu merupakan kunci utama untuk menjaga integritas, profesionalisme, dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap proses penyelenggaraan pemilu. Kode etik dan dasar hukum Pemilu menjadi landasan yang kuat untuk menegakkan standar tertinggi dalam setiap tahap pemilu, dari perencanaan hingga pelaksanaan, sehingga menciptakan lingkungan yang adil dan transparan.
Bagi masyarakat umum, pemahaman terhadap kode etik dan dasar hukum pemilu memiliki peran penting dalam memastikan bahwa pemilu berlangsung secara benar dan menghasilkan pemimpin yang memiliki kualitas. Melalui pemantauan dan partisipasi aktif, masyarakat dapat membantu menjaga agar seluruh proses pemilu berjalan sesuai dengan standar etika yang telah ditetapkan.
Berikut ulsan lebih lanjut tentang kode etik dan dasar hukum pemilu yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (1/2/2024).
Peran Kode Etik dan Dasar Hukum pada Penyelenggaraan Pemilu
Kode etik dan dasar hukum Pemilu merupakan panduan norma moral, etis, dan filosofis, memiliki peran krusial dalam menentukan perilaku dan tindakan para penyelenggara pemilihan umum. Kode etik dan dasar hukum Pemilu mencakup norma-norma yang mengatur tindakan yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut bagi berbagai pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu, mulai dari anggota KPU hingga anggota Panwaslu.
Salah satu tujuan utama kode etik dan dasar hukum Pemilu adalah menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas para penyelenggara pemilu. Dengan memberikan pedoman yang jelas, kode etik dan dasar hukum Pemilu membantu mengarahkan anggota KPU, Bawaslu, dan instansi terkait lainnya untuk bertindak sesuai dengan standar tinggi dalam menjalankan tugas mereka. Dalam hal ini, kemandirian mencerminkan kemampuan para penyelenggara pemilu untuk bekerja tanpa tekanan atau intervensi dari pihak eksternal, sehingga dapat menjalankan tugasnya secara objektif.
Integritas menjadi fokus utama kode etik dan dasar hukum Pemilu, yang menginginkan agar penyelenggara pemilu bertindak dengan jujur, adil, dan transparan. Melalui kode etik dan dasar hukum Pemilu, diharapkan para penyelenggara pemilu dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilihan umum. Dengan demikian, integritas menjadi pondasi utama dalam memastikan bahwa setiap tahap pemilu berjalan tanpa adanya upaya manipulasi atau kecurangan.
Kredibilitas juga menjadi aspek penting yang dijaga oleh kode etik dan dasar hukum Pemilu. Penyelenggara pemilu yang tunduk pada norma-norma moral dan etis yang ketat akan membangun kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilihan. Kredibilitas ini menciptakan landasan yang kokoh untuk mendukung hasil pemilihan yang sah dan dapat diterima oleh masyarakat.
Kode etik dan dasar hukum Pemilu tidak hanya berlaku untuk anggota KPU dan Bawaslu, tetapi juga mencakup berbagai tingkatan penyelenggara pemilu, seperti PPK, PPS, KPPS, Panwaslu Kabupaten/Kota, hingga Pengawas Pemilu Luar Negeri. Ini menunjukkan bahwa integritas dan moralitas diharapkan dari seluruh jajaran penyelenggara pemilu, menegaskan bahwa setiap individu yang terlibat memiliki tanggung jawab moral terhadap integritas proses demokratis.
Peran kode etik dan dasar hukum dalam penyelenggaraan pemilu sangat penting untuk menjaga moralitas, etika, dan filosofi dalam setiap langkah penyelenggaraan. Kode etik dan dasar hukum Pemilu bukan hanya sebagai seperangkat aturan, tetapi sebagai fondasi untuk menciptakan pemilu yang adil, transparan, dan dapat dipercaya, memastikan bahwa demokrasi dapat berjalan dengan baik dan terjaga kepercayaannya.
Advertisement
Kode Etik Pelaksanaan Pemilu di Indonesia
Kode Etik Pelaksanaan Pemilu di Indonesia diatur dalam Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Tahun 2012. Kode etik yang resmi berlaku pada 10 September 2012 ini harus diikuti oleh berbagai tingkatan penyelenggara pemilu, seperti anggota KPU, anggota Bawaslu, PPK, PPS, KPPS, dan sebagainya. Berikut adalah poin-poin utama dari Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
Landasan dan Prinsip Dasar Etika dan Perilaku
1. Landasan Etika dan Perilaku
- Berlandaskan pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Mengacu pada ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Undang-Undang.
- Mematuhi sumpah/janji jabatan sebagai Penyelenggara Pemilu.
- Mengikuti asas Penyelenggara Pemilu.
2. Subjek Kode Etik
- Bersifat mengikat dan wajib dipatuhi oleh anggota KPU, Bawaslu, PPK, PPS, KPPS, dan lainnya.
- Berlaku bagi jajaran sekretariat penyelenggara Pemilu.
Sumpah/Janji Jabatan
1. Sumpah/Janji Anggota KPU, KIP Aceh, dan Anggota KIP Kabupaten/Kota
Menyatakan komitmen untuk menjalankan tugas dengan baik, jujur, adil, dan sesuai dengan prinsip Pancasila dan Undang-Undang Dasar.
2. Sumpah/Janji Anggota PPK, PPS, KPPS, PPLN, KPPSLN, dan Bawaslu
Bersumpah untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai peraturan perundang-undangan, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar.
Prinsip Dasar Etika dan Perilaku
1. Tujuan Kode Etik
Menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara Pemilu.
2. Asas Penyelenggara Pemilu
Mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Pelaksanaan Prinsip Dasar Etika dan Perilaku
1. Sanksi
Penyelenggara Pemilu yang melanggar Kode Etik dapat dikenai sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap.
2. Ketentuan Peralihan
Pelanggaran Kode Etik sebelum peraturan ini diundangkan dikenai hukuman berdasarkan peraturan sebelumnya.
3. Ketentuan Penutup
Peraturan Bersama ini mencabut dan menggantikan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
Dasar Undang-undang Pemilu di Indonesia
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) merupakan tonggak penting dalam regulasi kelembagaan dan penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia. Undang-undang ini diwujudkan dengan prinsip dasar menyederhanakan, menyelaraskan, dan menggabungkan peraturan pemilu yang sebelumnya terpisah dalam tiga undang-undang.
1. Simpel dan Terpadu
UU Pemilu memberikan solusi atas kompleksitas hukum dengan menggabungkan aturan Pemilu Presiden, Penyelenggara Pemilihan Umum, dan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam satu payung hukum. Pendekatan ini mencerminkan kesederhanaan dan efisiensi dalam penegakan hukum pemilu.
2. Jawaban atas Dinamika Politik
Dinamika politik yang terus berkembang menjadi dasar pembentukan UU Pemilu. Undang-undang ini berperan sebagai instrumen hukum yang responsif terhadap perubahan-perubahan dalam sistem pemilihan, manajemen pemilu, serta penegakan hukum terkait Pemilu.
3. Kelembagaan yang Diperkuat
UU Pemilu memberikan penekanan pada penguatan tiga lembaga utama yang terlibat dalam Pemilu, yaitu KPU, Bawaslu, dan DKPP. Pemperjelasan tugas dan fungsi ketiga lembaga ini sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum, bertujuan menciptakan penyelenggaraan pemilu yang efisien, sistematis, dan demokratis.
4. Penegakan Hukum Pemilu
Undang-undang ini memberikan kerangka hukum yang komprehensif terkait dengan penyelenggaraan pemilu, pelaksana pemilu, pelanggaran pemilu, dan tindak pidana pemilu. Hal ini menciptakan landasan yang kuat untuk menjamin integritas dan transparansi dalam proses pemilihan umum.
5. Tujuan yang Dikendalikan
UU Pemilu memiliki tujuan untuk menciptakan penyelenggaraan pemilu yang lancar dan demokratis. Secara keseluruhan, undang-undang ini mencerminkan tekad untuk mengatasi permasalahan dan memperbaiki ketidakseimbangan dalam sistem pemilu Indonesia.
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi instrumen hukum yang strategis dalam memandu pelaksanaan pemilu di Indonesia. Dengan menyatukan ketentuan-ketentuan terkait dalam satu undang-undang, diharapkan dapat menciptakan pemilu yang efektif, transparan, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Advertisement