Gejala DBD yang Harus Diwaspadai, Marak Terjadi di Musim Hujan

Fakta bahwa kejadian DBD meningkat 30 kali lipat selama 50 tahun terakhir menjadi perhatian serius, terutama mengingat sekitar 70 persen dari 2,5 miliar orang yang berisiko terkena penyakit ini tinggal di negara-negara Asia Pasifik.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 07 Feb 2024, 14:55 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2024, 14:55 WIB
Ilustrasi nyamuk demam berdarah (DBD)
Ilustrasi nyamuk demam berdarah (DBD). (Photo by FotoshopTofs on Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang sering kali menghantui masyarakat pada musim hujan, terutama di daerah dengan kondisi iklim tropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Pada musim hujan, populasi nyamuk Aedes aegypti cenderung meningkat karena genangan air yang memungkinkan telur-telur nyamuk untuk menetas dan berkembang biak dengan cepat.

Dampak dari peningkatan populasi nyamuk ini meningkatkan kasus DBD tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara rutin memberikan peringatan dan seruan untuk mengambil langkah-langkah pencegahan guna mengurangi dampak penyakit ini, khususnya menjelang musim hujan.

Fakta bahwa kejadian DBD meningkat 30 kali lipat selama 50 tahun terakhir menjadi perhatian serius, terutama mengingat sekitar 70 persen dari 2,5 miliar orang yang berisiko terkena penyakit ini tinggal di negara-negara Asia Pasifik. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit DBD bukan hanya menjadi masalah kesehatan masyarakat lokal, tetapi juga merupakan isu global yang memerlukan perhatian serius.

Beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti meliputi kondisi iklim, lingkungan yang tidak bersih, pemukiman perkotaan yang tidak terencana, serta urbanisasi yang cepat. Semua ini merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan prevalensi DBD, terutama di daerah perkotaan dan semi-perkotaan di mana kepadatan populasi manusia cenderung tinggi.

Berikut ulasan lebih lanjut tentang gejala DBD yang perlu diwaspadai, dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (7/2/2024).

Kasus DBD Meningkat di Musim Hujan

Ilustrasi kasus DBD di Situbondo (Istimewa)
Ilustrasi kasus DBD di Situbondo (Istimewa)

Meningkatnya kasus DBD selama musim hujan menjadi sebuah tantangan kesehatan masyarakat yang serius. Pada musim hujan, kondisi yang menguntungkan bagi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti menciptakan lingkungan yang ideal bagi penyebaran virus DBD.

Telur-telur nyamuk yang belum menetas akan menetas ketika genangan air hujan mulai terbentuk, meningkatkan populasi nyamuk secara signifikan. Dampaknya, peningkatan populasi nyamuk ini akan meningkatkan risiko penularan penyakit DBD, membuat masyarakat menjadi lebih rentan terhadap penyakit tersebut.

Tidak hanya itu, tingkat kelembapan yang tinggi selama musim hujan juga memperpanjang kelangsungan hidup nyamuk Aedes aegypti, sehingga meningkatkan periode waktu di mana nyamuk tersebut dapat menularkan virus. Hal ini menambah urgensi bagi masyarakat untuk lebih waspada dan meningkatkan langkah-langkah pencegahan selama musim hujan.

DBD sendiri disebabkan oleh empat jenis virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Dua jenis nyamuk yang paling sering menyebarkan virus dengue, yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus, umumnya dapat ditemukan di sekitar tempat tinggal manusia.

Proses penularan virus dimulai ketika nyamuk menggigit seseorang yang terinfeksi, kemudian virus tersebut berpindah ke dalam nyamuk. Ketika nyamuk yang terinfeksi tersebut menggigit orang lain, virus masuk ke dalam aliran darah orang tersebut dan menyebabkan infeksi.

Penting bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang langkah-langkah pencegahan DBD, seperti membersihkan genangan air, menggunakan kelambu saat tidur, dan menggunakan repellent nyamuk. Selain itu, pemerintah dan lembaga kesehatan juga perlu meningkatkan upaya pengendalian vektor dan penyuluhan kepada masyarakat untuk mengurangi risiko penularan DBD selama musim hujan. Dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat, diharapkan dapat mengurangi beban penyakit dan mencegah peningkatan kasus DBD yang signifikan selama musim hujan.

Gejala DBD pada Fase Awal Hingga Lanjutan

Program Pengendalian DBD
Wolbachia aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan. (Foto: Unsplash/Bermix Studio)

DBD dapat dideteksi dengan sejumlah gejala yang dapat memengaruhi kondisi kesehatan seseorang secara signifikan. Gejala utama DBD biasanya dimulai dengan demam tinggi yang mencapai 39 derajat Celcius, yang dapat bertahan selama 2-7 hari sebelum mengalami penurunan drastis. Berikut beberapa gejala awal dan lanjutan DBD.

  1. Sakit kepala yang intens
  2. Mual hingga muntah, yang dapat menyebabkan dehidrasi
  3. Nyeri di belakang mata, tulang, dan otot
  4. Ruam kulit atau bercak kemerahan di kulit
  5. Radang tenggorokan yang disertai sulit menelan dan minum

Setelah fase awal, gejala tambahan mungkin muncul sebagai tanda bahwa virus telah menyebar ke seluruh tubuh. Gejala tambahan ini meliputi,

  1. Mimisan
  2. Gusi berdarah
  3. BAB berwarna hitam atau gelap
  4. Muntah darah

Sangat penting untuk diingat bahwa setelah fase awal demam, seseorang mungkin memasuki fase kritis selama 2-3 hari. Di fase ini, banyak orang dapat merasa sedikit lebih baik karena demam tinggi telah menurun dan beberapa gejala tambahan mulai menghilang.

Namun, fase ini sebenarnya merupakan fase yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan Dengue Shock Syndrome (DSS). DSS adalah kondisi yang mengancam nyawa dan dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.

Komplikasi yang Mungkin Terjadi pada Pasien DBD

Komplikasi DBD dapat sangat serius dan bahkan berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Berikut beberapa komplikasi yang perlu diwaspadai pada pasien DBD.

1. Pendarahan

Komplikasi ini ditandai dengan berbagai gejala pendarahan seperti gusi berdarah, mimisan, muntah hitam, perdarahan di bawah kulit, batuk darah, dan buang air dengan feses berwarna hitam atau merah pekat. Pendarahan dapat terjadi karena kerusakan pada pembuluh darah dan koagulopati yang disebabkan oleh infeksi virus dengue.

2. Dengue Shock Syndrome (DSS)

DSS merupakan kondisi serius yang ditandai dengan gejala dehidrasi, bradikardia, hipotensi (tekanan darah rendah), pupil mata melebar, napas tidak teratur, kulit pucat, dan keringat dingin. DSS terjadi ketika volume darah yang beredar dalam tubuh secara drastis menurun, menyebabkan syok.

3. Gagal Ginjal Akut

Komplikasi ini umumnya terjadi pada fase akhir DBD sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Gagal ginjal akut ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang signifikan dan dapat dilihat dari parameter diuresis (produksi urin) yang rendah.

4. Ensefalopati Dengue

Ensefalopati dengue dapat terjadi sebagai komplikasi dari syok yang berkepanjangan dengan pendarahan, atau bahkan pada DBD tanpa syok. Gejalanya termasuk penurunan kesadaran menjadi apatis atau somnolen.

5. Edema Paru

Edema paru merupakan komplikasi yang mungkin terjadi akibat pemberian cairan yang berlebihan untuk mengatasi syok. Cairan berlebihan ini dapat menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru, menyebabkan kesulitan bernapas.

Upaya Pencegahan DBD

Ilustrasi DBD
Ilustrasi DBD/Shutterstock-Justinboat.29.

Pencegahan DBD menjadi langkah penting dalam menjaga kesehatan masyarakat, terutama di daerah-daerah yang rentan terhadap penyakit ini. Meskipun vaksin telah tersedia untuk DBD, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan bahwa vaksin tersebut tidak efektif secara menyeluruh dalam mengurangi kasus DBD di daerah rawan. Oleh karena itu, pencegahan gigitan nyamuk dan pengendalian populasi nyamuk tetap menjadi metode utama dalam upaya pencegahan penyebaran DBD.

Berikut adalah beberapa tips pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko gigitan nyamuk dan penularan DBD.

1. Gunakan Pendingin Ruangan atau Lindungi Ventilasi Rumah

Rumah yang dilengkapi dengan pendingin ruangan atau ventilasi yang dilindungi jaring penghalang dapat membantu mengurangi risiko gigitan nyamuk di dalam rumah. Namun, diingat bahwa nyamuk pembawa virus dengue aktif terutama dari fajar hingga senja, tetapi juga dapat menggigit pada malam hari.

2. Gunakan Pakaian Pelindung

Saat berada di daerah yang dipenuhi nyamuk, kenakanlah pakaian yang melindungi tubuh seperti baju lengan panjang, celana panjang, kaus kaki, dan sepatu untuk mengurangi area kulit yang terbuka.

3. Gunakan Obat Nyamuk

Permetrin dapat digunakan pada pakaian, sepatu, perlengkapan berkemah, dan kelambu di rumah untuk menangkal nyamuk. Selain itu, gunakan lotion atau semprotan yang mengandung setidaknya 10 persen konsentrasi DEET pada kulit untuk memberikan perlindungan tambahan.

4. Kurangi Habitat Nyamuk

Nyamuk Aedes aegypti, pembawa virus DBD, biasanya berkembang biak di genangan air yang dapat terkumpul di sekitar rumah, seperti ban bekas, wadah tanam, piring hewan, dan vas bunga. Mencegah genangan air ini dengan mengosongkan atau membersihkan wadah air secara rutin dapat membantu mengurangi populasi nyamuk.

Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan tersebut secara konsisten, diharapkan dapat mengurangi risiko penularan DBD dan membantu melindungi kesehatan individu serta masyarakat secara keseluruhan.

 

 

Pengobatan DBD

Demam
Orangtua perlu waspada gejala DBD jika anak demam tinggi dan tidak bisa menerima cairan.(Foto: Ilustrasi AI)

Belum ada pengobatan khusus yang dapat menyembuhkan DBD. Saat ini,, fokus utama dalam penanganan DBD adalah mencegah terjadinya komplikasi serius dengan menurunkan gejala yang muncul serta melakukan upaya pencegahan terhadap infeksi virus yang lebih parah. Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menangani DBD.

1. Konsumsi Obat Penurun Panas

Menggunakan obat penurun panas seperti parasetamol atau ibuprofen dapat membantu menurunkan demam yang umum terjadi pada pasien DBD. Namun, penggunaan aspirin sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan risiko perdarahan.

2. Konsumsi Cairan

Penting untuk mengkonsumsi air putih dalam jumlah cukup untuk mencegah dehidrasi, terutama ketika pasien mengalami demam yang tinggi. Memantau frekuensi buang air kecil dan jumlah urine yang keluar juga diperlukan untuk memastikan pasien tidak mengalami dehidrasi.

3. Pemberian Cairan Tambahan

Jika pasien mengalami kelemahan dan tidak mampu mengkonsumsi cairan secara cukup melalui oral, dokter mungkin akan memberikan cairan tambahan melalui metode infus untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh.

Penanganan DBD harus dilakukan di bawah pengawasan dokter. Pasien atau keluarganya harus selalu berkonsultasi dengan profesional medis untuk mendapatkan diagnosis yang akurat dan penanganan yang tepat sesuai kondisi klinis masing-masing. Dengan pengobatan yang tepat dan pemantauan yang cermat, diharapkan risiko komplikasi serius pada pasien DBD dapat diminimalkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya