Liputan6.com, Bantul Hamparan daun-daun kelor segar yang sudah dipisahkan dari batangnya jadi pemandangan sehari-hari Siti Haida Hutagaol. Lahan samping rumahnya di Trirenggo, Bantul ia sulap menjadi tempat penjemuran daun kelor. Area penjemuran dibuat teduh agar kelor tidak kena sinar matahari langsung.
Baca Juga
Advertisement
Sudah delapan tahun Haida mendirikan Kelorida, sebuah rumah produksi olahan kelor di rumahnya yang berlokasi di Jl. Bakulan RT 01, Trirenggo, Bantul, DIY. Kelorida memproduksi lebih dari 20 jenis olahan kelor mulai dari makanan, minuman, hingga perawatan kulit.
“Jadi dia tidak boleh langsung kena sinar matahari. Kalau kena langsung bisa mengurangi nutrisi yang ada di kelor tersebut,” ujar Haida saat ditemui di rumahnya Senin (18/3/2024).
Kelor-kelor segar diolah sendiri oleh Haida. Daun-daun kelor dijemur hingga tingkat kering yang cukup. Kelor kering lalu disimpan ke wadah sebelum diproses menjadi beragam olahan. Haida mengungkap 10 kilogram kelor segar biasanya menghasilkan sekitar 6 ons kelor kering. Setiap hari Haida bisa menjemur sampai 26 kilogram kelor segar.
Berawal dari KWT Ngudi Rejeki
Jika ditanya berapa hektare kebun kelor yang dimiliki, Haida mengaku bahkan tak punya kebun. Hanya terlihat beberapa pohon yang tumbuh di pekarangan rumahnya. Pasokan kelor didapat Haida dari para perempuan anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Ngudi Rejeki, Trirenggo, Bantul.
KWT Ngudi Rejeki sudah berdiri sejak 5 Mei 2007 silam. Haida mulai aktif di KWT setahun setelahnya. Pada 2015, KWT Ngudi Rejeki meraih juara 2 Adhikarya pangan Nusantara se-DIY, sebuah kompetisi inovasi pangan untuk mewujudkan kedaulatan, kemandirian dan ketahanan pangan.
Sekelompok perempuan ini tak lantas berpuas diri. Haida dan anggota lainnya terpacu mencari inovasi baru. Saat itu, ditemukanlah potensi kelor yang sudah banyak ditanam para anggota. Tanaman ini bahkan tumbuh liar di kebun atau ladang.
KWT Ngudi Rejeki lantas mulai berfokus menanam tanaman kelor di pekarangan rumah. Pada 2016, Haida membangun rumah produksi kelor yang dinamai Kelorida. Berdirinya Kelorida punya tujuan mulia yaitu mengangkat ekonomi perempuan di desa Trirenggo, Bantul.
“Waktu itu Bantul terkenal dengan the power of emak-emak, bupatinya perempuan, kapolresnya perempuan, ketepatan camat kita juga perempuan, makanya saat itu disupport sekali usaha kita,” ujar Haida.
Dari titik itulah setiap anggota KWT Ngudi Rejeki mulai menanam kelor di pekarangan rumahnya. Saat ini KWT Ngudi Rejeki punya 25 anggota aktif. Sekali panen tiap orang bisa memasok 10 sampai 20 kilogram daun kelor segar. Satu kilogram daun kelor segar dihargai rp3000. Setidaknya, tiap anggota KWT bisa mengantongi sampai rp100.000 dari panen kelor.
Advertisement
Dorong value perempuan
Tidak hanya dapat meningkatkan nilai tambah bagi kelor itu sendiri, Kelorida juga memiliki potensi besar untuk meningkatkan nilai perempuan yang berpartisipasi di dalamnya. Berkat kelorida, anggota KWT bisa memperoleh sumber pendapatan tambahan dari hasil panen kelor.
Dengan penghasilan dari menanam kelor, para ibu tak perlu lagi menggantungkan diri pada suami. Ini pada akhirnya membuat perempuan di Trirenggo bisa berdaya dan punya value tersendiri.
“Minimal perempuan itu bisa menghargai dirinya sendiri, salah satu caranya dengan punya pendapatan sendiri,”
Meningkatnya value perempuan anggota KWT menurut Haida bisa membantu mengurangi ketimpangan gender dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan. Para ibu dapat mengembangkan keterampilan baru dan pengetahuan tentang pengelolaan usaha. Hal ini secara tidak langsung membantu meningkatkan kepercayaan diri dalam berbisnis dan memperkuat peran mereka dalam ekonomi keluarga.
“Kalau ekonomi perempuan kuat akhirnya mulai saling menghargai dalam keluarga,” ujar Haida.
BRI bantu perempuan makin berdaya
Berdayanya anggota KWT Ngudi Rejeki dari kelor berhasil membuka pola pikir para ibu untuk berkembang. Di samping membudidayakan kelor di rumah, anggota KWT Ngudi Rejeki juga kini punya usaha rumahan lain. Ada yang memproduksi makanan ringan seperti ceriping pisang, kerupuk, hingga empon-empon.
“Yang ceriping bahkan sudah sampai ekspor. Lulus kurasi dari 34 provinsi,” ujar Haida.
Berdayanya perempuan anggota KWT Ngudi Rejeki tak lepas dari peran Bank Rakyat Indonesia (BRI). BRI menyediakan akses keuangan yang lebih mudah bagi perempuan pelaku UMKM melalui berbagai produk dan layanan perbankan, seperti kredit usaha rakyat (KUR). Hal ini membantu perempuan untuk memulai, mengembangkan, dan memperluas usaha mereka.
Dalam hal permodalan misalnya, Haida sangat terbantu dari KUR yang diambilnya untuk menunjang operasional Kelorida. Tak sedikit anggota KWT Ngudi Rejeki juga mengambil program KUR yang disalurkan oleh BRI. KUR ini digunakan sebagai modal usaha masing-masing anggota.
“Tak bisa dipungkiri bahwa pelaku UMKM didominasi perempuan, maka dari itu kami berusaha mendukung kebutuhan usaha mereka,” ujar Christison Tumbur Simanjuntak, Kepala Cabang BRI Bantul saat ditemui di BRI KC Bantul pada Senin (18/3/2024).
Tumbur menjelaskan, BRI menyediakan berbagai produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan UMKM, termasuk perempuan yang menjalankan usaha mereka. BRI membantu memfasilitasi jaringan dan kolaborasi antara perempuan pelaku UMKM dengan pihak lain, seperti investor, distributor, atau pelaku usaha lainnya. Hal ini membantu perempuan memperluas pasar dan peluang bisnis mereka.
BRI mendorong partisipasi aktif perempuan dalam kegiatan sosial dan ekonomi melalui berbagai program dan inisiatif. Ini termasuk dukungan terhadap organisasi-organisasi perempuan, forum diskusi, dan acara pelatihan yang memperkuat kemitraan dan solidaritas antar perempuan pelaku UMKM.
Komitmen BRI dalam pemberdayaan perempuan bahkan meraih penghargaan UN Women 2021 Indonesia WEPs (Women’s Empowerment Principles) Awards. BRI meraih apresiasi pada kategori Community Engagement & Partnership berkat dukungan kesetaraan gender perseroan pada Female Agent BRILink and Local Women Heroes.
Advertisement