Konsisten Urban Farming, KWT Srikandi Mrican Bisa Dukung Ketahanan Pangan Keluarga

Berkat urban farming, perempuan di Mrican bisa dukung ketahanan pangan.

oleh Anugerah Ayu Sendari diperbarui 29 Apr 2024, 23:40 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2024, 23:40 WIB
Anggota KWT Srikandi sedang panen hasil urban farmingnya
Anggota KWT Srikandi sedang panen hasil urban farmingnya (sumber: instagram/@mrc.srikandi).

Liputan6.com, Jakarta Pertanian perkotaan atau yang dikenal sebagai urban farming membawa berbagai manfaat bagi perempuan, baik dari segi ekonomi, sosial, kesehatan, maupun lingkungan. Manfaat inilah yang dirasakan para ibu di Kelompok Wanita Tani (KWT) Srikandi yang berada di Padukuhan Mrican, Kelurahan Depok, Kecamatan Caturtunggal, Sleman, DIY. 

Hampir 10 tahun KWT Srikandi konsisten menggerakkan urban farming di kampungnya. Mrican sendiri merupakan daerah padat penduduk yang berada tak jauh dari jantung Kota Yogyakarta. Mrican juga diapit kampus-kampus perguruan tinggi seperti UNY, UGM, dan Sanata Dharma. 

Meski berada di tengah perkotaan, Padukuhan Mrican berhasil membuktikan bahwa mereka bisa menciptakan ketahanan pangannya sendiri. Sumarji, Kepala Dukuh Mrican menyebutkan, KWT Srikandi dibentuk untuk meningkatkan kapasitas para ibu di wilayahnya.

“Dulu, mayoritas perempuan di sini punya kegiatan mengasong. Mereka menjual makanan-makanan karena lokasinya memang dekat kos-kosan dan kampus,” ujar Sumarji saat ditemui di rumahnya, Sabtu (16/3/2024). 

Pertanian di tengah kota

Anggota KWT Srikandi sedang panen hasil urban farmingnya
Anggota KWT Srikandi sedang panen hasil urban farmingnya (sumber: instagram/@mrc.srikandi).

Dari kondisi ini, Sumarji ingin warganya bisa menaikkan nilai jual. Tak hanya mengasong, ia ingin perempuan di wilayahnya bisa punya kegiatan yang memberdayakan.  

“Saya mendapatkan arahan untuk membentuk dulu KWT karena tidak bisa perorangan atau tanpa ada satu bentuk kelompok,” ujarnya.

Saat itu, ia benar-benar buta akan pertanian. Latar belakangnya yang seorang marketing, dan wilayahnya merupakan perkotaan, membuatnya harus belajar kesana kemari untuk membangun sebuah KWT di lingkungan padat penduduk.

“Di sini memang gak ada sama sekali pertanian, gak ada. Terus saya akhirnya coba lah istilahnya memanfaatkan apa yang ada di sini. Karena ya ini pekarangan kecil, terus saya gunakan media tembok pada saat itu,” ceritanya.

Bermodal bibit tanaman sayur dari bibinya dan botol-botol bekas, Sumarji mulai bercocok tanam di rumahnya. Ia juga menawarkan bibit-bibit sayuran pada warga sekitar dan teman-temannya dengan harga rp5.000. Sumarji tak sendiri, ia diibantu sang istri, Nur Handayani yang kini menjadi ketua KWT Srikandi.

Tembok beranda rumahnya ia penuhi dengan sayur mayur. Saat itu, Sumarji berharap urban farming-nya bisa dicontoh ibu-ibu lain.

“Saya juga pengen membuka wawasan ibu-ibu. Bahwa namanya sayuran itu tidak cuma sayurnya yang memiliki nilai jual. Saya yakin tanamannya pasti akan memiliki nilai jual yang lebih karena menarik,” ujar Sumarji.

Untuk lebih menarik perhatian, Sumarji juga mencari bibit-bibit sayur yang unik. Ia sempat mengenalkan cabai paprika pada ibu-ibu.  

Usaha Sumarji perlahan mulai membuahkan hasil. Pada 2014, ia dan sang istri behasil mengumpulkan 44 perempuan dari 25 RT yang ada di dukuh tersebut.  Pada 26 Desember 2014, KWT Srikandi dikukuhkan. 

Setelah terbentuk, KWT Srikandi mengajukan program Pekarangan Pangan Lestari (P2L) pada pemerintah daerah. Dua tahun setelahnya, KWT Srikandi mendapat bantuan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Program ini mendorong KWT untuk mengembangkan pertanian perkotaan mulai dari pembibitan.

Menggunakan tanah kas desa, Sumarji akhirnya membuka sebuah demplot sederhana. Demplot ini nantinya akan menjadi tempat pembibitan dan urban farming KWT.  Benih tanaman, pupuk, dan perlengkapan urban farming sudah disediakan oleh KRPL. Saat itu, KWT mulai menanam 33 macam jenis tanaman sayur dan buah.

 

 

Dukung kedaulatan pangan keluarga

Anggota KWT Srikandi sedang panen hasil urban farmingnya
Anggota KWT Srikandi sedang panen hasil urban farmingnya (sumber: instagram/@mrc.srikandi).

Hingga kini, aktivitas urban farming KWT Srikandi masih terus berjalan. Hasil dari bertani bisa dinikmati langsung oleh anggota dan warga sekitar. Sumarji akhirnya berhasil membuktikan bahwa daerah perkotaan padat penduduk bisa memiliki usaha pertanian sendiri dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada.

“Di sini kami tanamkan bagaimana rasanya bersyukur. Apa yang kita miliki itu, ya kita maksimalkan,” imbuh Sumarji. 

Nur Handayani, Ketua KWT Srikandi menyebutkan, sayur hasil bertani utamanya, dikonsumsi sendiri untuk para anggota. Sebagian baru dijual di warung makan seperti soto, penyetan, burjo, atau warteg. Keuntungannya pun hanya cukup diputar untuk operasional. Namun, adanya kegiatan urban farming yang dijalankan para perempuan di padukuhannya punya manfaat lebih dari sekadar nominal uang.

Selain dijual, hasil pertanian KWT Srikandi juga dibagikan gratis pada warga yang kurang mampu. Untuk mendukung pencegahan stunting, KWT juga membagikan sayur dan buah pada ibu hamil.

“Meskipun dari hasil itu tidak sesuai dengan harapan kami, tapi kita bisa berbagi dengan warga sekitar,” ujar Nur.

Selama menekuni urban farming, para ibu juga bisa menghemat uang belanja. Saat panen di demplot, ibu-ibu bisa membawa pulang hasil panen untuk dinikmati bersama keluarga. Para ibu pun bisa menjamin kualitas sayur dan buah, karena mereka sendiri yang menanamnya. 

Karena semua sayuran di sini sehat. Mereka sadar dengan apa yang ditanam,” tambah Nur. 

Nur menuturkan, pada akhirnya Urban farming memberi perempuan kesempatan untuk berperan dalam memastikan ketersediaan dan kualitas pangan untuk keluarga. Dengan begitu, urban farming yang dilakukan para ibu bisa mendukung ketahanan pangan keluarga.

Dorong perempuan lebih berdaya

Anggota KWT Srikandi sedang panen hasil urban farmingnya
Anggota KWT Srikandi sedang panen hasil urban farmingnya (sumber: instagram/@mrc.srikandi).

Hadirnya urban farming di Mrican memberi perubahan tersendiri bagi para perempuan. Nur menyebutkan, perubahan paling terlihat adalah terbentuknya keberanian para ibu untuk berkembang dan berdaya.

“Sebelumnya mereka nggak pernah bersosialisasi. Akhirnya dengan ikut KWT, temannya jadi banyak. Membuka pikiran mereka menjadi luas,” ujar Nur.

Pola pikir untuk berkembang akhirnya terbentuk. Para ibu di Mrican akhirnya bisa lebih cerdas menghadapi situasi apapun. Pengetahuan dan jejaring juga terus masuk. Ini pada akhirnya bisa meningkatkan nilai para ibu, seperti apa yang diimpikan Sumarji.

“Yang mereka tidak tahu, jadi tahu. Yang mereka pikir itu masalah sulit dan tidak bisa dilakukan, ternyata bisa. Dan juga mereka punya akses lebih banyak pada relasi. Jadi, mereka mau usaha apa saja, referensinya tambah luas,” tambahnya.

BRI bantu KWT Srikandi lebih produktif

KWT Srikandi sering diboyong ikut pameran oleh BRI.
KWT Srikandi sering diboyong ikut pameran oleh BRI (sumber: instagram/@mrc.srikandi).

Kemajuan dan konsistensi KWT Srikandi dalam menjalankan urban farming, tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Selain dari pemerintah, KWT Srikandi juga mendapat dukungan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Nur bercerita, pada 2019 BRI sempat memberikan bantuan peningkatan kapasitas perempuan dalam bentuk pelatihan memasak dan alat-alatnya senilai rp10 juta. Bantuan ini kemudian dimanfaatkan anggota KWT untuk mengembangkan usaha-usaha yang sudah dijalankan sebelumnya.

Pada 2023, KWT Srikandi juga mendapat bantuan pembangunan demplot yang merupakan bagian dari program BRI Peduli Bertani di Kota atau BRInita. Bantuan ini lengkap dengan benih, pupuk, dan peralatan penunjangnya. 

KWT Srikandi juga sering diajak mengikuti pameran yang diadakan oleh BRI. Biasanya KWT akan membawa aneka sayuran dan olahan turunannya. Melalui BRI, sebagian besar anggota KWT juga bisa mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan mudah. 

“Jadi, ada BRI itu juga anggotanya kita tambah, pemasukan kita juga tambah, karena  lebih tertata urban farming kita, pendampingannya juga lebih baik. Kemudian juga para dimudahkan mengajukan KUR-nya, ujar Nur.

BRI berdayakan perempuan perkotaan lewat urban farming

Anggota KWT Srikandi sedang piket merawat tanaman pertaniannya
Anggota KWT Srikandi sedang piket merawat tanaman pertaniannya (sumber: instagram/@mrc.srikandi).

Regional CEO Bank Rakyat Indonesia (BRI) Yogyakarta, John Sarjono menyebutkan, urban farming kebanyakan digerakkan oleh perempuan. Ini yang membuat BRI berfokus pada pemberdayaannya.

“Kebetulan penggerak urban farming di perkotaan kebanyakan dari kelompok perempuan sehingga bantuan yang diberikan selama ini juga mempunyai tujuan meningkatkan pemberdayaan perempuan penggerak urban farming di perkotaan,” ujar John pada Liputan6.com, Minggu (28/4/2024).

Dalam mendukung pemberdayaan perempuan di perkotaan, BRI punya program BRI Peduli Bertani di Kota atau BRInita. Program ini bertujuan mengoptimalkan lahan yang tersedia sehingga memberikan manfaat dari segi sosial, ekonomi, dan lingkungan. 

BRInita berfokus pada pengembangan kawasan dengan kepadatan penduduk yang tinggi menjadi area yang lebih baik dari sisi lingkungan dan kesehatan, serta memberdayakan masyarakat setempat. Program BRInita mencakup pembangunan sarana dan prasarana untuk urban farming, pelatihan dalam penanaman dan perawatan tanaman serta perikanan, pembentukan kelompok, dan penyediaan peralatan usaha.

“BRINita atau program BRI Peduli Bertani di Kota merupakan program BRI sebagai wujud nyata dan tanggung jawab sosial sebagai perbaikan dan pelestarian lingkungan di tengah kota dengan memanfaatkan lahan sempit di wilayah padat pemukiman,” tambah John.

John menyebutkan, selain memberikan bantuan berupa sarana dan prasarana infrastruktur, BRI juga memberikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dari KWT dalam menunjang kegiatan sosial dan ekonomi. Program ini pada akhirnya mendukung semua elemen masyarakat dalam meningkatkan perekonomian di dalam keluarga maupun komunitasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya