Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini gerakan "All Eyes on Rafah" viral di media sosial seperti Instagram, Twitter (X), dan TikTok. Seruan ini muncul sebagai respons global terhadap serangan yang terjadi di Rafah, Palestina, dan menarik perhatian jutaan pengguna internet di seluruh dunia.
Tagar #AllEyesOnRafah digunakan untuk menyuarakan solidaritas dan kepedulian terhadap tragedi kemanusiaan yang menimpa warga Rafah.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Secara harfiah, "All Eyes on Rafah" berarti "Semua mata tertuju pada Rafah." Ungkapan ini mengajak masyarakat dunia untuk memusatkan perhatian pada penderitaan yang dialami oleh warga Rafah akibat konflik yang terus berlangsung. Seruan ini menjadi simbol kepedulian global dan ajakan untuk tidak mengabaikan krisis yang terjadi di kota tersebut.
Mengetahui asal usul gerakan "All Eyes on Rafah" sangat penting untuk memahami konteks dan urgensi seruan ini. Gerakan ini pertama kali mencuat setelah serangan Israel ke Rafah pada Februari 2024 dan semakin ramai ketika serangan terus berlanjut. Pemahaman tentang asal usul gerakan ini membantu menyadari betapa krusialnya perhatian dan dukungan global terhadap warga Rafah.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam asal usul gerakan "All Eyes on Rafah" tersebut, Kamis (30/5/2024).
Asal Usul Gerakan All Eye on Rafah di Media Sosial
Gerakan "All Eyes on Rafah" adalah seruan global yang mengajak masyarakat dunia untuk memusatkan perhatian pada tragedi kemanusiaan yang terjadi di Rafah, Palestina. Secara harfiah, "All Eyes on Rafah" berarti "Semua mata tertuju pada Rafah." Ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan situasi ketika perhatian dan fokus dunia diarahkan pada penderitaan warga Rafah akibat konflik dan serangan yang terjadi di wilayah tersebut.
Dilansir dari Health Policy Watch, gerakan "All Eyes on Rafah" mulai muncul setelah serangan besar yang dilancarkan oleh Israel ke kota Rafah pada Februari 2024. Pada saat itu, Direktur Kantor Wilayah Pendudukan Palestina di World Health Organization (WHO), Rick Peeperkorn, menyampaikan pernyataan yang kemudian menjadi terkenal, yakni "All Eyes on Rafah." Pernyataan ini mengajak masyarakat global untuk tidak mengabaikan penderitaan yang dialami oleh warga Rafah yang telah menjadi korban serangan.
Seruan ini kemudian mendapatkan dukungan luas dari berbagai kalangan di media sosial. Warganet dari berbagai negara, termasuk Indonesia, Eropa, Australia, dan Amerika Serikat, mulai menggunakan tagar #AllEyesOnRafah di platform seperti Instagram, TikTok, dan X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter). Tujuannya adalah untuk menunjukkan kepedulian dan menarik perhatian dunia terhadap krisis kemanusiaan yang sedang terjadi di Rafah.
Gerakan "All Eyes on Rafah" tidak hanya berhenti pada seruan di media sosial. Berbagai organisasi kemanusiaan seperti Save the Children, Oxfam, American for Justice in Palestine Action, Jewish Voice for Peace, dan Palestine Solidarity Campaign turut menggemakan seruan ini dalam aksi-aksi mereka. Mereka menyuarakan pentingnya dunia internasional memberikan perhatian dan bantuan kepada warga Rafah yang sedang menderita akibat serangan.
Melansir dari Al Jazeera, serangan udara yang diluncurkan oleh Israel pada 26 Mei 2024 telah menewaskan setidaknya 50 warga Palestina di Rafah, termasuk banyak anak-anak. Hal ini membuat situasi di Rafah semakin genting dan memicu lebih banyak seruan "All Eyes on Rafah" di media sosial dan aksi-aksi protes di berbagai kota besar seperti Paris, London, New York, dan Los Angeles.
Popularitas gerakan "All Eyes on Rafah" di media sosial sangat besar. Menurut pantauan tim Hot.Liputan6.com, terdapat lebih dari 200.000 postingan dengan tagar #AllEyesOnRafah di TikTok, serta hampir satu juta cuitan di X. Tagar ini juga menjadi trending di Instagram dengan lebih dari 40 juta postingan tentang "All Eyes on Rafah" telah dibuat. Fenomena ini menunjukkan besarnya dukungan dan perhatian masyarakat dunia terhadap krisis yang terjadi di Rafah.
Asal usul gerakan "All Eyes on Rafah" mencerminkan kekuatan media sosial sebagai alat untuk menggalang solidaritas dan perhatian global terhadap isu-isu kemanusiaan. Melalui seruan ini, masyarakat dunia diajak untuk tidak berpaling dari tragedi yang menimpa warga Rafah dan berpartisipasi dalam upaya-upaya untuk menghentikan kekerasan serta memberikan bantuan yang dibutuhkan.
Advertisement
Arti Gerakan All Eye on Rafah di Media Sosial
Gerakan "All Eyes on Rafah" di media sosial adalah seruan global yang bertujuan untuk menarik perhatian dunia terhadap tragedi kemanusiaan yang terjadi di Rafah, sebuah kota padat penduduk di Palestina. Secara harfiah, ungkapan ini berarti "Semua mata tertuju pada Rafah," mengisyaratkan ajakan untuk fokus pada penderitaan yang dialami oleh warga kota tersebut akibat konflik dan serangan.
Mengutip buku "Bangkit dan Runtuhnya Daulah Fathimiyah" oleh Dr. Muhammad Suhail Thaqqusy, Rafah terletak di bagian paling selatan wilayah Gaza dengan luas 64 km persegi dan populasi sekitar 275.000 orang sebelum perang.
Di media sosial, arti gerakan "All Eyes on Rafah" tidak hanya sebagai sebuah tagar, tetapi juga sebagai simbol solidaritas dan kepedulian global, sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya. P
Rafah sendiri merupakan kota yang memiliki signifikansi strategis dan historis, namun kini menjadi simbol penderitaan akibat konflik berkepanjangan. Wilayah ini, yang sebelumnya dianggap aman, kini dipenuhi pengungsi yang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat serangan.
Melalui gerakan "All Eyes on Rafah," masyarakat global diajak untuk tidak mengabaikan situasi tragis yang dialami warga Rafah.
Arti gerakan "All Eyes on Rafah" di media sosial lebih dari sekadar kampanye online. Ini adalah bentuk nyata dari solidaritas internasional. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa organisasi kemanusiaan seperti Save the Children, Oxfam, dan Jewish Voice for Peace juga turut menyuarakan seruan ini dalam aksi-aksi mereka.
Menggemakan seruan ini, dunia diingatkan untuk memberikan perhatian, bantuan, dan mendesak dihentikannya kekerasan yang menimpa warga Rafah. Seruan "All Eyes on Rafah" menegaskan bahwa dalam era digital, solidaritas dan kepedulian bisa menjangkau luas dan mempengaruhi perubahan.