Faktor Risiko Kehamilan Ektopik, Ketahui Gejala dan Cara Pengobatannya yang Tepat

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi ketika hasil pembuahan menempel di luar rahim.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 05 Jun 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2024, 20:00 WIB
Kehamilan Ektopik
Kehamilan Ektopik

Liputan6.com, Jakarta Kehamilan ektopik adalah kelainan pada kehamilan yang terjadi, ketika hasil pembuahan antara sel telur dengan sperma tidak menempel di rahim, melainkan di tempat lain seperti saluran tuba falopi atau ovarium. Hal ini menyebabkan perkembangan janin yang tidak normal dan dapat membahayakan kesehatan ibu. 

Sebagai seorang wanita, penting bagi kita untuk memahami faktor risiko kehamilan ektopik. Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik meliputi riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, penyumbatan atau kerusakan pada saluran tuba falopi, adanya infeksi pada saluran reproduksi seperti penyakit menular seksual, serta perkembangan kelainan pada saluran tuba falopi atau rahim.

Faktor risiko kehamilan ektopik memiliki gejala yang berbeda-beda pada setiap individu. Namun beberapa gejala umum yang sering muncul antara lain nyeri perut yang tajam dan kronis, pendarahan vagina yang tidak normal, pusing atau pingsan, serta nyeri bahu atau leher. Jika mengalami gejala-gejala tersebut, segera hubungi tenaga medis untuk mendapatkan evaluasi dan penanganan yang tepat.

Untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan tes darah guna memantau tingkat hormon kehamilan. Jika kehamilan ektopik terkonfirmasi, pengobatannya dapat dilakukan melalui pemberian obat atau melalui operasi pengangkatan sel telur yang tidak normal. Berikut ini faktor risiko kehamilan ektopik yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (5/6/2024). 

Kehamilan Ektopik dan Faktor Risikonya

[Seri Kehamilan] Apa Itu Kehamilan Ektopik di Trimester Pertama?
risiko keguguran dan hamil luar kandungan bisa terjadi.

Kehamilan ektopik yang terjadi di luar rahim, adalah kondisi serius yang memerlukan penanganan medis segera. Proses kehamilan dimulai ketika sel telur yang telah dibuahi oleh sel sperma menetap di saluran indung telur (tuba falopi) sebelum akhirnya menempel di rahim dan berkembang menjadi janin. Namun, pada kehamilan ektopik, sel telur yang telah dibuahi tidak menempel di rahim, seringkali terjadi di tuba falopi, namun juga bisa terjadi di tempat lain seperti indung telur, leher rahim (serviks), atau rongga perut.

Penyebab pasti kehamilan ektopik masih belum diketahui sepenuhnya, tetapi kerusakan pada tuba falopi menjadi salah satu pemicunya. Adapun beberapa faktor risikonya: 

1. Wanita yang pernah mengalami kehamilan ektopik memiliki risiko yang lebih tinggi, untuk mengalami kondisi ini lagi di masa depan. Ini mungkin karena adanya kerusakan pada tuba falopi atau faktor lain yang memengaruhi penempatan dan perkembangan sel telur yang telah dibuahi.

2. Infeksi pada saluran reproduksi, seperti tuba falopi, rahim, atau indung telur, dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan pada jaringan. Hal ini dapat mengganggu pergerakan sel telur yang telah dibuahi, meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.

3. Klamidia adalah salah satu infeksi menular seksual yang dapat menyebabkan kerusakan pada tuba falopi. Bakteri Chlamydia trachomatis, penyebab klamidia, dapat menyebabkan peradangan pada saluran reproduksi, yang pada gilirannya meningkatkan risiko kehamilan ektopik.

4. Adanya kerusakan pada organ reproduksi, seperti tuba falopi atau rahim, misalnya akibat operasi sebelumnya atau trauma, dapat mengganggu pergerakan sel telur yang telah dibuahi menuju rahim, meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.

5. Beberapa obat yang digunakan untuk meningkatkan peluang kehamilan, seperti hormon atau prosedur fertilisasi in vitro (IVF), dapat memengaruhi pergerakan sel telur yang telah dibuahi. Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kehamilan di luar rahim.

6. Adanya jaringan parut pada tuba falopi, baik akibat infeksi atau tindakan pembedahan sebelumnya, dapat menyebabkan penyumbatan atau perubahan struktur tuba falopi. Ini dapat menghambat perjalanan sel telur yang telah dibuahi dan meningkatkan risiko kehamilan ektopik.

7. Faktor-faktor hormonal dan genetik dalam tubuh seseorang juga dapat memengaruhi kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik. Kondisi medis tertentu atau ketidakseimbangan hormon dapat memengaruhi fungsi tuba falopi dan perkembangan sel telur.

8. Wanita dengan usia antara 34-44 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik. Selain itu, riwayat kesehatan termasuk kelainan genetik atau cacat lahir juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini.

9. Merokok dan konsumsi alkohol sebelum atau selama kehamilan dapat mengganggu fungsi tuba falopi dan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.

Dengan memahami faktor risiko ini, wanita dapat lebih waspada terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik dan mencari bantuan medis jika diperlukan. Langkah-langkah pencegahan dan penanganan dini, dapat membantu mengurangi risiko komplikasi serius dan menjaga kesehatan ibu.

Gejala dan Diagnosis

[Seri Kehamilan] Apa Itu Kehamilan Ektopik di Trimester Pertama?
risiko keguguran dan hamil luar kandungan bisa terjadi.

Meskipun pada awalnya gejalanya dapat tercampur dengan gejala kehamilan normal, seperti mual, payudara mengeras, dan terhentinya menstruasi, beberapa tanda tambahan muncul pada tahap lanjut yang perlu diperhatikan:

  1. Nyeri yang terjadi pada area perut bawah seringkali menjadi lebih intens, dan bisa mirip dengan nyeri yang dirasakan pada kasus radang usus buntu. Sensasi ini mungkin dirasakan lebih kuat pada satu sisi tubuh.
  2. Perdarahan dari vagina dapat terjadi, mulai dari ringan hingga berat, dan warna darahnya bisa berbeda dari darah menstruasi biasa. Darah yang keluar mungkin lebih gelap atau memiliki tekstur yang berbeda.

Selain gejala-gejala tersebut, ada juga keluhan lain yang perlu diwaspadai, seperti nyeri hebat di area panggul, bahu, atau leher, serta perasaan pusing atau lemas. Gejala-gejala ini perlu diperhatikan dengan serius karena bisa menjadi tanda bahwa kehamilan ektopik telah mencapai tahap yang lebih serius.

Proses Diagnosis Kehamilan Ektopik

Diagnosis kehamilan ektopik dimulai dengan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik oleh dokter. Informasi mengenai tanggal terakhir haid sangat penting untuk menentukan kemungkinan kehamilan. Setelah itu, beberapa tes dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis:

1. Tes kehamilan dengan menggunakan tes urine atau darah dapat memberikan petunjuk awal adanya kehamilan.

2. USG transvaginal dan perut dilakukan untuk memeriksa lokasi sel telur yang telah dibuahi. Dengan bantuan USG, dokter dapat melihat apakah kehamilan terjadi di luar rahim atau tidak.

Tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi kehamilan ektopik juga dapat menyebabkan beban emosional dan mental yang besar bagi orang tua yang terkena dampaknya. Keguguran atau kehilangan kehamilan secara keseluruhan bisa memicu perasaan duka yang mendalam dan tekanan mental yang signifikan. Penting bagi mereka untuk mencari dukungan emosional dari keluarga, teman, atau profesional kesehatan mental untuk membantu mereka mengatasi perasaan tersebut.

 

Pengobatan Kehamilan Ektopik

Ilustrasi konsultasi ke dokter kandungan
Ilustrasi konsultasi ke dokter kandungan/Shutterstock-all_about_people.

Perlu dipahami bahwa kehamilan ektopik membawa risiko serius bagi ibu hamil. Janin yang berkembang di luar rahim tidak dapat tumbuh secara normal dan dapat mengancam jiwa ibu jika tidak segera ditangani dengan tepat. Dokter akan menentukan pendekatan pengobatan tergantung pada tahap perkembangan kehamilan dan lokasi penempatan sel telur yang abnormal. Berikut adalah beberapa metode pengobatan yang mungkin dilakukan:

1. Obat Suntik (Suntik Methotrexate)

Suntikan methotrexate digunakan untuk menghentikan perkembangan kehamilan ektopik pada tahap awal. Setelah pemberian suntikan, dokter akan memantau kadar hormon hCG dalam darah secara berkala. Penurunan kadar hCG menandakan bahwa kehamilan sudah tidak berkembang lagi.

2. Operasi Laparoskopi

Operasi laparoskopi dilakukan untuk mengangkat tuba falopi yang rusak atau jaringan sekitarnya akibat kehamilan ektopik. Meskipun demikian, jika memungkinkan, dokter akan berusaha memperbaiki tuba falopi tanpa harus mengangkatnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemungkinan kehamilan yang sehat di masa depan.

3. Operasi Laparotomi

Jika pasien mengalami perdarahan berat, dokter akan melakukan operasi darurat yang disebut laparotomi. Prosedur ini melibatkan pembuatan sayatan besar di perut untuk mengangkat janin dan memperbaiki kerusakan tuba falopi yang pecah.

Kehilangan kehamilan meskipun singkat, bisa menimbulkan perasaan sedih yang mendalam dan tekanan mental yang berkepanjangan. Orang tua yang mengalami kehamilan ektopik dapat mencari dukungan dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan yang memiliki pengalaman serupa. Jika perlu, konsultasi dengan seorang psikolog atau psikiater juga bisa membantu dalam mengatasi perasaan yang teramat sedih dan tekanan mental yang mungkin timbul. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya