Apa Arti Resesi? Krisis Ekonomi yang Juga Dialami Oleh Indonesia

Reresi adalah penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dalam waktu yang stagnan dan lama.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 04 Jul 2024, 18:00 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2024, 18:00 WIB
Resesi
Ilustrasi Grafik Resesi Credit: pexels.com/Burka

Liputan6.com, Jakarta Apa arti resesi? Resesi adalah kondisi yang sangat tidak diinginkan dalam perekonomian sebuah negara. Saat terjadinya resesi, perekonomian mengalami penurunan yang signifikan dalam jangka waktu yang cukup lama. Reresi memungkinkan terjadi penurunan secara menyeluruh pada berbagai sektor ekonomi, seperti pasar saham yang melemah, tingkat pengangguran yang tinggi, serta menurunnya produksi dan permintaan barang dan jasa.

Apa arti resesi? Pada umumnya, resesi terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan dalam perekonomian. Ketika permintaan menurun, produsen cenderung mengurangi produksi, yang berdampak pada rendahnya penjualan dan pendapatan. Akibatnya, perusahaan cenderung melakukan pemutusan hubungan kerja, sehingga mengakibatkan tingkat pengangguran jadi tinggi.

Apa arti resesi? Dalam kondisi resesi, masyarakat juga akan merasakan dampaknya secara nyata. Oleh sebab itu, pemerintah perlu melakukan intervensi dalam perekonomian. Langkah-langkah seperti peningkatan pengeluaran pemerintah, stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang longgar, dapat diambil untuk mengatasi resesi. Pemerintah juga perlu mendorong sektor industri dan usaha kecil menengah, agar menghidupkan kembali perekonomian dan menciptakan lapangan kerja.

Berikut ini arti reresi dan penyebabnya yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (4/7/2024). 

Pengertian Resesi dan Penyebabnya

Ilustrasi resesi. Foto: Freepik
Ilustrasi resesi. Foto: Freepik

Apa arti resesi? Resesi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan di mana perputaran ekonomi suatu negara melambat atau mengalami kemerosotan. Perputaran ekonomi yang melambat ini bisa berlangsung cukup lama bahkan tahunan, sebagai akibat dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara yang menurun selama dua kuartal berturut-turut. PDB sendiri dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi suatu negara selama satu periode tertentu. Jadi, apabila suatu negara mengalami penurunan aktivitas ekonomi secara terus-menerus selama dua periode, maka negara tersebut dapat dikatakan mengalami resesi.

National Bureau of Economic Research (NBER) yang terletak di Amerika Serikat mendefinisikan resesi sebagai kondisi, di mana suatu negara mengalami penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan dalam kurun waktu beberapa bulan. Penurunan ini dilihat dari beberapa indikator seperti PDB riil, pendapatan, tingkat pengangguran, produksi industri, serta penjualan grosir dan eceran.

Dikutip dari laman OJK, resesi ekonomi atau resesi adalah suatu kondisi di mana perekonomian suatu negara sedang memburuk. Hal ini ditandai dengan adanya penurunan PDB, meningkatnya pengangguran, serta pertumbuhan ekonomi riil yang bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut. Berikut adalah beberapa penyebab resesi:

1. Guncangan Ekonomi

Guncangan ekonomi adalah kejutan yang menimbulkan kerusakan finansial yang serius. Contohnya, pada tahun 1970-an, OPEC memutus pasokan minyak ke AS tanpa peringatan, menyebabkan resesi dan antrean panjang di pompa bensin. Wabah virus corona yang mematikan ekonomi di seluruh dunia adalah contoh terbaru dari guncangan ekonomi yang tiba-tiba. Guncangan ekonomi seperti ini dapat menghentikan aktivitas ekonomi secara mendadak, menyebabkan penurunan drastis dalam produksi dan konsumsi, yang pada gilirannya mengarah pada resesi.

2. Utang yang Berlebihan

Ketika individu atau bisnis memiliki terlalu banyak utang, biaya untuk membayar utang bisa meningkat sampai ke titik di mana mereka tidak mampu membayar tagihan mereka. Meningkatnya utang tak terbayar dan kebangkrutan kemudian membalikkan perekonomian. Gelembung perumahan yang menyebabkan Resesi Hebat adalah contoh utama dari utang yang berlebihan yang menyebabkan resesi. Ketika terlalu banyak kredit yang diberikan, baik kepada konsumen maupun bisnis, risiko default meningkat dan ketika banyak utang gagal bayar, hal ini dapat meruntuhkan kepercayaan pasar dan memicu krisis keuangan.

3. Inflasi

Inflasi adalah tren kenaikan harga yang stabil dari waktu ke waktu. Inflasi sebenarnya bukan hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya. Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi dapat menekan aktivitas ekonomi. Inflasi yang tidak terkendali adalah masalah yang berkelanjutan di AS pada tahun 1970-an. Untuk memutus siklus tersebut, Federal Reserve dengan cepat menaikkan suku bunga, yang menyebabkan resesi. Inflasi yang tinggi mengurangi daya beli konsumen dan meningkatkan biaya produksi bagi perusahaan, yang dapat mengarah pada pengurangan investasi dan produksi.

4. Deflasi

Meskipun inflasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk. Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu, menyebabkan upah menyusut dan menekan harga lebih lanjut. Ketika lingkaran umpan balik deflasi lepas kendali, orang dan bisnis berhenti berbelanja, yang pada akhirnya merusak ekonomi. Deflasi membuat nilai utang relatif meningkat, menambah beban bagi debitur, dan menyebabkan pengeluaran konsumen dan investasi bisnis menurun, yang memperdalam resesi.

Dampak di Berbagai Sektor

Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock
Ilustrasi resesi ekonomi. Foto: Freepik/wirestock

Resesi adalah kondisi yang sangat tidak menguntungkan bagi perekonomian suatu negara. Ketika resesi terjadi, hampir semua jenis bisnis, baik yang berskala besar maupun kecil, akan terkena dampaknya. Kondisi ini diperparah dengan kredit yang semakin ketat, di mana permintaan atau pengajuan permohonan kredit menurun atau menjadi lebih lambat, sehingga menciptakan kekhawatiran, ketidakpastian, dan ketakutan secara umum. Berikut ini dampak reresi di berbagai sektor:

Pemerintahan

Resesi memberikan dampak signifikan pada pemerintahan, salah satunya adalah peningkatan jumlah pengangguran. Ketika tingkat pengangguran meningkat, pemerintah dituntut untuk segera menemukan solusi yang efektif untuk mengakhiri resesi sehingga lapangan kerja dapat kembali terbuka dan tenaga kerja dapat terserap. Peningkatan jumlah pengangguran ini tidak hanya menciptakan beban ekonomi bagi negara tetapi juga masalah sosial yang kompleks.

Selain itu, pinjaman pemerintah juga akan melonjak tinggi, karena negara membutuhkan dana yang cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan pembangunan dan pemulihan ekonomi. Pemerintah mungkin harus mencari sumber pendanaan tambahan, melalui pinjaman luar negeri atau domestik yang akan menambah beban utang negara.

Pendapatan negara yang berasal dari pajak dan nonpajak juga menurun drastis selama resesi. Ketika resesi terjadi, pekerja menerima penghasilan lebih rendah, yang berarti pajak penghasilan yang diterima pemerintah juga lebih rendah. Harga properti yang menurun mengakibatkan pajak dari jual beli properti berkurang, dan pengeluaran masyarakat yang lebih rendah berdampak pada penurunan pendapatan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

2. Perusahaan

Resesi sangat mungkin menyebabkan kebangkrutan bisnis akibat berbagai faktor seperti ekonomi negatif, tergerusnya sumber daya riil, krisis kredit, dan jatuhnya harga aset berbasis utang. Ketika bisnis gagal, perusahaan mengalami penurunan pendapatan yang drastis, yang pada akhirnya memicu efek domino terhadap kehidupan ekonomi pekerjanya.

Bagi pekerja yang terkena PHK, kehilangan pendapatan adalah konsekuensi yang paling nyata. Sementara pekerja yang mengalami penurunan upah akan kehilangan sebagian pendapatannya, yang turut mempengaruhi daya beli mereka. Penurunan daya beli masyarakat mengakibatkan permintaan terhadap barang dan jasa menurun, yang berpengaruh pada penurunan laba perusahaan.

Jika permintaan benar-benar hilang, perusahaan berisiko mengalami kerugian besar hingga bangkrut. Untuk mengatasi situasi ini, perusahaan mungkin mengambil langkah strategis seperti perang harga, di mana mereka memotong harga secara signifikan untuk menarik minat konsumen. Namun, langkah ini mengurangi profitabilitas dan memaksa perusahaan melakukan efisiensi dengan menutup area bisnis yang kurang menguntungkan dan memotong biaya operasional.

2. Pekerja

Resesi memberikan dampak nyata pada para pekerja, terutama dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), yang menyebabkan mereka menjadi pengangguran dan kehilangan pendapatan utama. Pengangguran ini tetap harus memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk diri sendiri maupun keluarga. Ketidakstabilan ekonomi ini menciptakan tekanan finansial yang signifikan bagi banyak rumah tangga.

Masalah pengangguran tidak hanya berdampak pada perekonomian tetapi juga pada ranah sosial. Tingkat pengangguran yang tinggi menjadi salah satu faktor penyebab ketidakstabilan sosial, yang bisa mengarah pada vandalisme dan kerusuhan di masyarakat. Pengangguran massal bahkan dapat mengancam tatanan sosial kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesejahteraan mental dan emosional individu juga terpengaruh, dengan meningkatnya tingkat stres, kecemasan, dan depresi.

Pekerja yang masih memiliki pekerjaan mungkin mengalami penurunan upah atau pengurangan jam kerja. Hal ini berdampak pada kualitas hidup mereka, karena mereka harus menyesuaikan pengeluaran dengan pendapatan yang lebih rendah. Pengurangan manfaat dan tunjangan juga menjadi tantangan tambahan bagi pekerja selama resesi.

Daftar Negara Terancam Resesi Ekonomi,

Ilustrasi resesi, ekonomi
Ilustrasi resesi, ekonomi. (Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay)

Perusahaan keuangan terkemuka Amerika Serikat, Bloomberg, telah merilis daftar 15 negara yang berpotensi mengalami resesi ekonomi. Berikut adalah negara-negara yang berisiko menghadapi krisis ekonomi:

  1. Sri Lanka
  2. Selandia Baru
  3. Korea Selatan
  4. Jepang
  5. China
  6. Hong Kong
  7. Australia
  8. Taiwan
  9. Pakistan
  10. Malaysia
  11. Vietnam
  12. Thailand
  13. Filipina
  14. Indonesia
  15. India

Indonesia seringkali dikaitkan dengan banyak negara yang dianggap terjerat krisis dan resesi. Bahkan, beberapa analisis mengkhawatirkan bahwa Indonesia akan terjerat krisis seperti yang dialami oleh Sri Lanka. Kekhawatiran ini muncul karena adanya beberapa indikator yang menunjukkan potensi kelemahan dalam perekonomian Indonesia. 

Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia, beberapa indikator ekonomi Indonesia seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, transaksi berjalan, neraca pembayaran, serta ekspor dan impor masih menunjukkan kinerja yang positif. Namun, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan dan menunjukkan kinerja yang kurang baik, yang bisa menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakat.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya