Liputan6.com, Jakarta Musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan apa? Pertanyaan ini sering kita dengar. Secara umum, musim hujan sangat dipengaruhi oleh letak geografis Indonesia yang berada di wilayah tropis serta pergerakan angin muson. Kondisi ini menyebabkan perubahan cuaca yang signifikan, membawa curah hujan yang tinggi ke berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa musim hujan di Indonesia dipengaruhi oleh angin muson barat yang membawa uap air dari Samudra Hindia ke wilayah daratan. Teori ini didukung oleh pengamatan dan data meteorologi yang menunjukkan peningkatan kelembapan udara dan tekanan atmosfer yang rendah selama periode tersebut. BMKG juga mencatat bahwa fenomena global seperti La Niña dapat memperkuat intensitas musim hujan di Indonesia, menyebabkan curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya.
Advertisement
Berikut ini Liputan6.com ulas mengenai musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan apa yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (1/8/2024).
Advertisement
Musim Hujan di Indonesia Terjadi pada Bulan Apa Saja
Pertanyaan terkait musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan apa saja sering kali kita dengar. Musim hujan atau musim basah adalah musim dengan ciri meningkatnya curah hujan di suatu wilayah dibandingkan biasanya dalam jangka waktu tertentu secara tetap. Biasanya, musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan Oktober hingga bulan Maret.
Ini bertepatan dengan adanya angin muson barat yang berhembus dari benua Asia ke benua Australia, melewati Laut China Selatan dan Samudra Hindia sehingga membawa banyak uap air yang menyebabkan turunnya hujan di Indonesia.
Ciri-ciri terjadinya musim hujan adalah sebagai berikut ini:
- Adanya peningkatan curah hujan dengan pola yang tetap dalam kurun waktu tertentu.
- Angin menjadi lebih kencang dan sering terjadi cuaca mendung.
- Suhu menjadi lebih panas karena adanya awan tebal.
- Tingkat kesuburan tanah meningkat.
- Terjadi hujan deras yang sering diikuti petir.
Advertisement
Prediksi Musim Hujan di Indonesia pada Periode 2024/2025
Dikutip dari laman resmi BMKG, perkiraan terjadinya musim hujan di Indonesia dapat berbeda-beda setiap tahunnya. Pada umumnya, musim hujan terjadi pada bulan Oktober 2024 hingga Maret 2025 mendatang. Namun hal ini dapat berubah karena adanya perubahan iklim.
Perlu diketahui bahwa awal musim hujan, ditetapkan berdasar jumlah curah hujan dalam satu dasarian (10 hari) sama atau lebih dari 50 milimeter dan diikuti oleh 2 (dua) dasarian berikutnya. Permulaan musim hujan, bisa terjadi lebih awal (maju), sama, atau lebih lambat (mundur) dari normal.
Meski begitu, berdasarkan data dari BMKG saat ini Indonesia tengah berada dalam musim kemarau. Walaupun masih musim kemarau, sebagian wilayah di Indonesia sudah mengalami hujan di bulan Juli.
Hal ini dipengaruhi oleh pengaruh La Nina. Namun, yang saat ini terjadi adalah bahwa awal musim kemarau di beberapa daerah pada pertengahan 2024 mengalami kemunduran sebanyak dua dasarian, atau sekitar dua minggu, seperti yang terjadi di sebagian kecil wilayah Papua dan sebagian Kalimantan. Sebaliknya, beberapa daerah lainnya mengalami musim kemarau yang datang lebih awal, maju sebanyak tiga dasarian, atau sekitar tiga minggu, seperti yang terjadi di sebagian kecil Papua, Sulawesi, dan Papua. Meskipun fenomena La Nina biasanya menyebabkan peningkatan curah hujan, kali ini dampaknya berlangsung lemah sehingga tidak terlalu signifikan dalam mempengaruhi pola cuaca di Indonesia.
Kondisi ini menunjukkan adanya variabilitas dalam pola cuaca yang dapat mempengaruhi aktivitas pertanian dan keseharian masyarakat di daerah-daerah tersebut. Kemunduran awal musim kemarau dapat memberikan waktu tambahan bagi tanaman untuk mendapatkan air sebelum memasuki periode kering, sementara kemajuan musim kemarau dapat mempersingkat masa tanam dan memaksa petani untuk beradaptasi lebih cepat.
Meski La Nina dikenal sebagai fenomena yang membawa hujan lebih banyak, kekuatannya yang lemah kali ini berarti bahwa dampaknya terhadap peningkatan curah hujan tidak sekuat biasanya. Hal ini memberikan sedikit kelonggaran dalam menghadapi potensi banjir atau genangan air yang sering kali menyertai La Nina yang lebih kuat.
Terlepas dari hal tersebut, pada bulan Agustus hingga Oktober 2024 mendatang, wilayah  Indonesia umumnya diprakirakan mengalami curah hujan kategori rendah hingga menengah. Pada bulan Agustus 2024, sejumlah 17,63% wilayah Indonesia diprakirakan mengalami curah hujan kategori rendah (0–100 mm/bulan), 73,69% diprakirakan menengah(100 –300 mm/bulan) dan 8,68% diprakirakan mengalami curah hujan kategori tinggi hingga sangat tinggi (>300 mm/bulan). Pada bulan September 2024, sejumlah 14,73% wilayah Indonesia diprakirakan mengalami curah hujan kategori rendah, 75,33% diprakirakan menengahdan 9,94% diprakirakan tinggi hingga sangat tinggi. Sedangkan pada bulan Oktober 2024, sejumlah 7,50% wilayah Indonesia diprakirakan mengalami curah hujan kategori rendah, 63,81% diprakirakan menengah dan 28,69% diprakirakan tinggi hingga sangat tinggi.
Kondisi Dinamika Atmosfer
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa BMKG secara aktif melakukan pemantauan terhadap kondisi dinamika atmosfer yang mempengaruhi cuaca global dan regional. Salah satu parameter yang dipantau adalah Indeks Osilasi Selatan (SOI), yang merupakan ukuran perbedaan tekanan udara di wilayah Samudra Pasifik dan memiliki dampak signifikan terhadap pola cuaca global. Selain itu, BMKG juga memantau Madden Julian Oscillation (MJO), yaitu pola angin dan hujan yang bergerak di wilayah tropis dan dapat mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia.
BMKG telah mendeteksi SOI dengan nilai indeks -5,9, yang menunjukkan adanya pergerakan suplai uap air dari Pasifik Barat ke Pasifik Timur. Pergerakan ini sangat penting karena dapat membawa perubahan signifikan pada kondisi cuaca, termasuk peningkatan curah hujan di wilayah tertentu. Dengan pemantauan yang terus menerus, BMKG berusaha untuk memberikan informasi yang akurat dan terkini tentang perubahan dinamika atmosfer kepada masyarakat.
Selain SOI dan MJO, BMKG juga menggunakan berbagai alat dan metode lainnya untuk memantau kondisi atmosfer secara komprehensif. Pemantauan ini mencakup analisis data satelit, model prediksi cuaca, dan pengamatan langsung dari berbagai stasiun cuaca di seluruh Indonesia. Dengan pendekatan yang holistik ini, BMKG dapat mengantisipasi perubahan cuaca yang signifikan dan memberikan peringatan dini yang penting untuk mengurangi dampak buruk dari fenomena cuaca ekstrem.
Advertisement