Liputan6.com, Jakarta Bagaimana stres memengaruhi kesehatan? Bayangkan Anda sedang terjebak dalam kemacetan, terlambat untuk menghadiri rapat penting, sementara detik-detik jam terus berdetak. Dalam situasi ini, bagian otak yang dikenal sebagai hipotalamus, berfungsi seperti menara pengendali kecil, mengirimkan perintah untuk mengeluarkan hormon stres.
Baca Juga
Advertisement
Hormon-hormon ini adalah yang memicu respons tubuh "fight or flight" atau "lawan atau lari". Detak jantung meningkat, napas semakin cepat, dan otot-otot bersiap untuk bertindak. Respons ini dirancang untuk melindungi tubuh dalam keadaan darurat dengan mempersiapkan untuk bereaksi dengan cepat.
Namun, apa yang terjadi jika respons stres ini terus-menerus terjadi dan bagaimana stres memengaruhi kesehatan? Inilah yang sering kita sebut sebagai stres kronis. Ketika respons ini terus menyala tanpa henti, hal ini dapat menempatkan kesehatan dalam risiko serius. Stres kronis memiliki efek negatif yang dapat merusak kesehatan mental dan fisik. Kondisi ini dapat mempengaruhi suasana hati, sistem kekebalan tubuh, sistem pencernaan, dan kesehatan kardiovaskular. Berikut ulasan lebih lanjut tentang Bagaimana stres memengaruhi kesehatan yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (15/8/2024).
Stres Merupakan Reaksi Fisik dan Mental
Stres adalah reaksi fisik dan mental alami terhadap pengalaman hidup. Semua orang mengalami stres dari waktu ke waktu. Pemicunya pun beragam, mulai dari tanggung jawab sehari-hari seperti pekerjaan dan keluarga hingga peristiwa kehidupan yang serius seperti diagnosis penyakit baru, perang, atau kehilangan orang tercinta.
Untuk situasi jangka pendek, stres bisa bermanfaat bagi kesehatan. Stres dapat membantu dalam mengatasi situasi yang berpotensi serius. Tubuh merespons stres dengan melepaskan hormon yang meningkatkan detak jantung dan laju pernapasan serta mempersiapkan otot-otot untuk bereaksi.
Namun, saat stres berubah menjadi kronis, dampaknya bisa sangat merugikan. Memahami bagaimana stres dapat memengaruhi kesehatan kita adalah langkah pertama untuk mengelolanya dan melindungi diri dari bahaya yang ditimbulkannya.
Bagaimana Stres Terjadi
Sistem saraf pusat (SSP) bertanggung jawab atas respons “fight or flight” atau "lawan atau lari". Hipotalamus di dalam otek memulai proses dengan memberi tahu kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon stres adrenalin dan kortisol. Hormon-hormon ini mempercepat detak jantung dan mengalirkan darah ke area-area yang paling membutuhkannya dalam keadaan darurat, seperti otot, jantung, dan organ penting lainnya.
Ketika rasa takut atau ancaman telah hilang, hipotalamus seharusnya memerintahkan semua sistem tubuh untuk kembali normal. Namun, jika sistem saraf pusat gagal kembali ke kondisi normal atau jika pemicu stres tidak hilang, respons stres akan terus berlanjut. Stres kronis juga menjadi faktor dalam perilaku seperti makan berlebihan atau kurang makan, penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, serta penarikan diri dari kehidupan sosial.
Advertisement
Dampak Stres pada Sistem Pernapasan dan Kardiovaskular
Selama respons stres, tubuh akan bernapas lebih cepat dalam upaya untuk mendistribusikan darah kaya oksigen ke seluruh tubuh. Jika seseorang sudah memiliki masalah pernapasan seperti asma atau emfisema, stres dapat membuat pernapasan menjadi lebih sulit.
Ketika stres terjadi, jantung juga akan berdetak lebih cepat. Hormon stres menyebabkan pembuluh darah menyempit dan mengalihkan lebih banyak oksigen ke otot-otot sehingga tubuh memiliki kekuatan lebih untuk bertindak. Namun, hal ini juga meningkatkan tekanan darah. Akibatnya, stres yang sering atau kronis akan membuat jantung bekerja terlalu keras dalam waktu yang lama. Ketika tekanan darah naik, risiko Anda untuk mengalami stroke atau serangan jantung juga meningkat.
Dampak Stres pada Sistem Pencernaan
Ketika stres terjadi, organ hati menghasilkan gula darah (glukosa) ekstra untuk memberikan dorongan energi. Jika \mengalami stres kronis, tubuh mungkin tidak dapat mengimbangi lonjakan glukosa ini. Stres kronis dapat meningkatkan risiko Anda mengembangkan diabetes tipe 2.
Lonjakan hormon, pernapasan cepat, dan peningkatan detak jantung juga dapat mengganggu sistem pencernaan. Seorang yang mengalami stres kronis lebih mungkin mengalami mulas atau asam lambung berkat peningkatan asam lambung. Meskipun stres tidak menyebabkan tukak lambung (yang sering disebabkan oleh bakteri bernama H. pylori), stres dapat meningkatkan risiko terjadinya tukak dan menyebabkan tukak yang sudah ada menjadi lebih parah.
Stres juga dapat mempengaruhi cara makanan bergerak melalui tubuh yang menyebabkan diare atau sembelit. Anda mungkin juga mengalami mual, muntah, atau sakit perut.
Dampak Stres pada Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot menegang untuk melindungi diri dari cedera saat seseorang sedang stres. Otot-otot tersebut akan kembali rileks ketika tubuh merasa santai, tetapi jika terus-menerus mengalami stres, otot-otot mungkin tidak mendapat kesempatan untuk rileks.
Otot-otot yang tegang dapat menyebabkan sakit kepala, nyeri punggung dan bahu, serta nyeri tubuh. Seiring waktu, hal ini dapat memicu siklus tidak sehat karena orang yang mengalami stres tersebut berhenti berolahraga dan beralih ke obat penghilang rasa sakit untuk meredakan ketegangan.
Dampak Stres pada Sistem Reproduksi
Stres sangat melelahkan bagi tubuh dan pikiran. Bukan hal yang aneh jika seseorang kehilangan hasrat seksual saat berada di bawah stres yang konstan. Meskipun stres jangka pendek dapat menyebabkan pria memproduksi lebih banyak hormon testosteron, efek ini tidak bertahan lama.
Jika stres berlanjut untuk waktu yang lama, kadar testosteron pria dapat mulai menurun. Hal ini dapat mengganggu produksi sperma dan menyebabkan disfungsi ereksi atau impotensi. Stres kronis juga dapat meningkatkan risiko infeksi pada organ reproduksi pria seperti prostat dan testis.
Bagi wanita, stres dapat mempengaruhi siklus menstruasi. Stres dapat menyebabkan menstruasi menjadi tidak teratur, lebih berat, atau lebih menyakitkan. Stres kronis juga dapat memperburuk gejala fisik menopause.
Dampak Stres pada Sistem Imun
Stres merangsang sistem kekebalan tubuh, yang bisa menjadi keuntungan dalam situasi langsung. Stimulasi ini dapat membantu tubuh menghindari infeksi dan menyembuhkan luka. Namun, seiring waktu, hormon stres akan melemahkan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi respons tubuh terhadap penyerang asing.
Orang yang mengalami stres kronis lebih rentan terhadap penyakit virus seperti flu dan pilek, serta infeksi lainnya. Stres juga dapat memperlambat waktu pemulihan dari suatu penyakit atau cedera.
Advertisement
Apakah Stres Selalu Buruk?
Stres tidak selalu merupakan hal yang buruk. Stres adalah reaksi alami tubuh yang membantu nenek moyang kita, para pemburu-pengumpul, bertahan hidup. Dalam konteks modern, stres masih memainkan peran penting. Stres bisa menjadi sehat ketika membantu seseorang menghindari kecelakaan, menyelesaikan tenggat waktu yang ketat, atau tetap waspada di tengah kekacauan.
Setiap orang pasti pernah mengalami stres pada waktu-waktu tertentu, tetapi yang dianggap stres oleh seseorang bisa sangat berbeda dari yang dirasakan orang lain. Misalnya, berbicara di depan umum bisa menjadi sumber stres yang menyenangkan bagi sebagian orang, sementara bagi yang lain, hanya memikirkannya saja bisa membuat mereka panik. Demikian juga, hari pernikahan Anda mungkin dianggap sebagai bentuk stres yang positif.
Namun, stres seharusnya hanya bersifat sementara. Setelah melewati momen "lawan atau lari," detak jantung dan pernapasan Anda harus melambat, dan otot-otot Anda harus kembali rileks. Dalam waktu singkat, tubuh Anda seharusnya kembali ke keadaan alami tanpa efek negatif yang berkepanjangan.
Di sisi lain, stres yang parah, sering, atau berkepanjangan dapat berbahaya secara mental dan fisik. Hal ini cukup umum terjadi. Ketika ditanya, 80 persen orang Amerika melaporkan bahwa mereka mengalami setidaknya satu gejala stres dalam sebulan terakhir. 20 persen melaporkan berada di bawah tekanan yang ekstrem.
Tidak mungkin untuk menghilangkan stres sepenuhnya. Namun, kita dapat belajar menghindarinya bila memungkinkan dan mengelolanya ketika tidak dapat dihindari. Stres adalah reaksi biologis normal terhadap situasi yang berpotensi berbahaya.
Ketika mengalami stres mendadak, otak akan membanjiri tubuh dengan bahan kimia dan hormon seperti adrenalin dan kortisol. Hal ini membuat jantung berdetak lebih cepat dan mengalirkan darah ke otot-otot dan organ penting. Tubuh terasa berenergi dan memiliki kesadaran yang lebih tinggi sehingga dapat fokus pada kebutuhan mendesak Ini adalah berbagai tahap stres dan bagaimana manusia beradaptasi.
Pada akhirnya, memahami stres dan bagaimana mengelolanya dapat membantu kita menavigasi tantangan hidup dengan lebih baik dan menjaga kesejahteraan kita.