Liputan6.com, Jakarta Riuh pengunjung pameran seni adalah suasana yang menghuni relung hati Sentot T. Raharjo dari tahun ke tahun. Terhitung sejak 1982, lulusan Universitas Sebelas Maret (UNS) ini aktif menyertai berbagai pameran yang digelar di Tanah Air.
Duduk di depan buku presensi kehadiran di acara Pameran Mbangun Svarga Rupa, pria berambut putih ini menyapa pengunjung yang masuk ke galeri seni dengan senyum merekah di wajahnya. Seniman kelahiran Surabaya yang terjun ke dunia seni di Solo ini terlihat akrab dengan para pengunjung.
Di usianya yang tak lagi muda, Sentot T. Raharjo selalu bergairah dengan acara pameran seni rupa. Selain memamerkan karyanya, Sentot sedang membangun citra dirinya lewat lukisan di pameran yang digelar pada 7-12 September 2024 lalu.
Advertisement
Sentot mengenalkan dirinya sebagai sosok seniman seni rupa abstrak figuratif. Sentot menjadikan pameran ini sebagai ajang menonjolkan citra diri yang sudah lama dibangun.
"Kalau saya sering pameran, pasti dikenal. Karena saya nggak perlu bicara, yang bicara karyanya," kata Sentot saat ditemui Liputan6.com di selasar Galeri Seni Rupa Taman Budaya Jawa Tengah, Minggu (8/9/2024).
Lukisannya Dikenal Sampai Mancanegara
Sentot adalah salah satu seniman seni rupa yang punya nama di wilayah Yogyakarta dan Surakarta. Pria kelahiran 20 Desember 1962 ini menggeluti seni rupa sejak muda. Sentot mengawali kariernya di bangku perkuliahan jurusan Pendidikan Seni Rupa. Meski jurusan tersebut kerap melahirkan tenaga pengajar, namun Sentot memilih jadi praktisi.
Terhitung sudah ada 70 pameran gabungan dan 5 pameran tunggal ia lakoni. Karya Sentot bahkan menarik minat warga negara asing. Beberapa hasil sketsanya sudah dikirim ke mancanegara.
“Filandia, Australia, Malaysia ada, Inggris ada. Dia (pembeli asing) datang ke pameran mau dikirimkan ke kampung halamannya,” ungkap Sentot.
Meski dibungkus sederhana memakai pipa paralon dikirim ke luar negeri, pembeli karya Sentot merasa puas lukisan bisa sampai dengan aman.
Advertisement
Membangun Citra Sebagai Pelukis
Di era digitalisasi dan teknologi modern, Sentot masih mempertahankan cara lama dalam menggeluti seni rupa. Sentot lebih memilih membuat pasar dengan gaya lukisannya ketimbang menunggu hal-hal viral kemudian dijadikan ide lukisan. Namun seniman, pembuat karya berjudul "Kuda" yang pernah dibeli Presiden Joko Widodo saat jadi Walikota Solo 2005 silam itu tidak menafikan langkah seniman lainnya yang melukis dengan cara kekinian sesuai tren terbaru.
“Saya nggak di ranah itu, kalau yang lain monggo. Soalnya mereka punya policy sendiri, punya pasar sendiri,” kata Sentot.
Lebih lanjut, ia membeberkan menjadi seorang seniman harus siap mental dan fisik demi memamerkan karyanya. Layaknya modal dagang, seniman juga harus punya modal keterampilan, jam terbang, hingga finansial. Sentot menyebut kebanyakan pameran berbayar, apalagi pameran tunggal.
“Kalau pengen dikenal ya ikuti pameran di mana-mana. Kalau belum bisa tunggal, ya bersama, karena tunggal harus siap mental, semangat dan biaya,” kata Sentot.
Dengan rajin mengikuti pameran, selain karyanya bisa dikenal, identitas diri bisa didapatkan.
Diungkapkan kurator “Mbangun Svarga Rupa”, Hajar Permadi, gelaran pameran seni rupa jadi panggung seniman dalam mencurahkan gagasan-gagasan baru yang luar biasa.
“Seorang seniman itu memiliki gagasan luar biasa. Maka tidak heran ketika Leonardo da vinci bisa menggagas hadirnya pesawat terbang. Bukan seorang insinyur, bukan ahli teknik, tapi seorang seniman,” kata Hajar Permadi dalam sambutan Pameran Seni Rupa Svarga Rupa.
Penghasilan Seniman Lukis
Kiprahnya selama 42 tahun ini jadi bukti bapak 3 anak ini merupakan maestro seni lukis. Meski demikian, ia dikenal rendah hati di antara seniman lainnya.
Berbicara di acara Pameran Seni Rupa Svarga Rupa 2024, kepada seniman muda, Sentot menuturkan menjadi seniman tak bisa lepas dari menjadikannya sumber penghasilan.
Selain jadi hobi dan jadi ladang menuangkan kreativitas, melukis merupakan pekerjaan utamanya. Ia bisa membawa ketiga anaknya ke jenjang perkuliahan hingga menikahkan anak.
Seperti bisnis pada umumnya, seni rupa lukisan juga bertujuan mencari pendapatan. Namun bedanya, seniman punya cara sendiri mengatur keuangan. Pasalnya, menjual karya seni tak seperti menjual camilan yang tiap hari ada yang membeli.
Sentot menyebut satu bulan minimal karyanya laku satu lukisan dengan harga 4 juta. Ia juga menjelaskan tidak setiap pameran yang ia ikuti langsung bisa mendatangkan pembeli. Kembali lagi, ia membangun citra diri dan relasi agar dikenal orang banyak lewat lukisannya.
“Kalau punya uang banyak jangan boros, kalau uangnya dikit jangan ngoyo. Makanya ada istilah kalau sakit jangan nangis, kalau suka jangan ketawa-tawa, tengah-tengah aja”
Terhitung sudah ada lebih dari 20 karya lukisan yang dijual Sentot semasa hidupnya. Harganya bervariasi mulai dari Rp 3 juta hingga yang termahal Rp 40 Juta.
Salah satu pengunjung Pameran Seni Rupa Svarga Rupa, Dawam yang berasal dari Solo mengatakan, banyak karya-karya bisa didapatkan di pameran gabungan. Punya latar belakang ekonomi, Dawam mendapat inspirasi di setiap lukisan dengan makna berbeda-beda. Hal ini jadi bukti pameran menghubungkan seniman dengan pembeli.
Di pameran ini, Sentot T Raharjo memamerkan lukisan abstrak berjudul “Lima Sempurna”. Alih-alih langsung memasang harga di keterangan lukisannya, Sentot menanti orang yang berminat menghubunginya langsung.
Advertisement