6 Contoh Konflik Internasional, Pelajari Pemicu, Dampak, dan Resolusinya

Contoh-contoh konflik internasional saat ini

oleh Woro Anjar Verianty diperbarui 18 Sep 2024, 14:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2024, 14:00 WIB
Potret Anak-anak dan Perempuan di Gaza
Seorang mahasiswa seni membawa sebuah lukisan yang mengutuk konflik antara Israel dan kelompok milisi Palestina, Hamas, di Mumbai pada tanggal 5 Maret 2024. Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day (IWD) diperingati setiap tanggal 8 Maret. (Punit PARANJPE/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Dalam panggung global yang semakin terhubung, contoh konflik internasional menjadi sorotan penting dalam studi hubungan antarnegara. Konflik internasional dapat terjadi karena berbagai faktor, mulai dari sengketa wilayah hingga perbedaan ideologi. Memahami contoh-contoh konflik internasional ini penting untuk menganalisis dinamika politik global dan upaya perdamaian dunia.

Sepanjang sejarah, kita telah menyaksikan berbagai contoh konflik internasional yang memiliki dampak signifikan terhadap tatanan dunia. Dari Perang Dunia hingga perang dingin, setiap contoh konflik internasional memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya diplomasi dan kerja sama antarnegara. Mempelajari contoh-contoh ini membantu kita memahami kompleksitas hubungan internasional dan pentingnya resolusi konflik yang damai.

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi beberapa contoh konflik internasional kontemporer yang masih berlangsung atau baru-baru ini terjadi. Dengan menelaah contoh konflik internasional ini, kita dapat memperoleh wawasan tentang faktor-faktor yang memicu konflik, dampaknya terhadap masyarakat global, serta upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai resolusi. 

Mari kita telusuri lebih dalam tentang contoh-contoh konflik internasional yang membentuk lanskap geopolitik dunia saat ini, yang telah Liputan6.com rangkum pada Rabu (18/9).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


1. Konflik Ukraina-Rusia

Ilustrasi perang Rusia Ukraina. (Unsplash/Ahmed Zalabany @zalab8)
Ilustrasi perang Rusia Ukraina. (Unsplash/Ahmed Zalabany @zalab8)

Konflik Ukraina-Rusia merupakan salah satu contoh konflik internasional yang paling signifikan di era modern. Berakar pada sejarah panjang hubungan kedua negara, konflik ini mencapai titik kritis pada 2014 dengan aneksasi Crimea oleh Rusia. Ketegangan semakin meningkat dengan dukungan Rusia terhadap separatis di wilayah Donbas, Ukraina timur. Eskalasi dramatis terjadi pada Februari 2022 ketika Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina.

Dampak konflik ini meluas jauh melampaui kedua negara yang terlibat. Secara geopolitik, konflik ini telah mengubah lanskap keamanan Eropa, mendorong penguatan NATO dan perubahan kebijakan pertahanan di banyak negara Eropa. Sanksi ekonomi berat terhadap Rusia oleh negara-negara Barat telah mengguncang ekonomi global, mempengaruhi pasokan energi, komoditas, dan rantai pasokan internasional.

Krisis kemanusiaan yang timbul sangat besar, dengan jutaan warga Ukraina mengungsi ke negara-negara tetangga, menciptakan tantangan baru dalam penanganan pengungsi di Eropa. Upaya resolusi konflik melibatkan berbagai pihak internasional, termasuk PBB, OSCE, dan negara-negara mediator. Namun, kompleksitas konflik, yang melibatkan isu kedaulatan, keamanan regional, dan pertarungan pengaruh global, membuat proses perdamaian menjadi sangat sulit.


2. Konflik Israel-Palestina

Israel Palestina AS
Seiring memanasnya situasi konflik Israel dan Palestina beberapa hari belakangan, simpati internasional muncul baik dari pihak pro-Israel maupun pro-Palestina. Kedua kubu kelompok menggelar demonstrasi di Amerika Serikat. (AP Photo/D. Ross Cameron)

Konflik Israel-Palestina adalah salah satu contoh konflik internasional paling lama dan kompleks dalam sejarah modern. Berakar pada klaim historis dan religius atas wilayah yang sama, konflik ini telah berlangsung selama lebih dari tujuh dekade sejak pembentukan negara Israel pada 1948.

Isu-isu utama dalam konflik ini meliputi status Yerusalem yang diperebutkan, pemukiman Israel di Tepi Barat, blokade Gaza, hak kembali pengungsi Palestina, dan keamanan Israel. Konflik ini ditandai dengan siklus kekerasan yang berulang, termasuk intifada, operasi militer Israel di Gaza, dan serangan roket dari kelompok militan Palestina.

Dampak kemanusiaan konflik ini sangat besar. Di Gaza, blokade yang berlangsung lama telah mengakibatkan krisis ekonomi dan kesehatan yang akut. Di Tepi Barat, pembangunan pemukiman Israel dan pembatasan pergerakan membatasi pembangunan ekonomi Palestina. Trauma psikologis akibat konflik mempengaruhi generasi di kedua sisi.

Upaya perdamaian telah melibatkan berbagai inisiatif internasional, termasuk Perjanjian Oslo, Peta Jalan Perdamaian, dan proposal solusi dua negara. Namun, ketidakpercayaan yang mendalam, polarisasi internal di kedua pihak, dan kompleksitas isu-isu inti membuat resolusi konflik menjadi sangat sulit. 


3. Ketegangan Amerika Serikat-China

Ilsutrasi bendera China dan Amerika Serikat (AP/Andy Wong)
Ilsutrasi bendera China dan Amerika Serikat (AP/Andy Wong)

Ketegangan antara Amerika Serikat dan China merupakan contoh konflik internasional yang multidimensi dan berpotensi mendefinisikan ulang tatanan global abad ke-21. Konflik ini meliputi aspek ekonomi, teknologi, dan geopolitik, mencerminkan persaingan dua kekuatan besar dunia.

Dalam aspek ekonomi, perang dagang yang dimulai pada 2018 telah mengakibatkan pengenaan tarif tinggi oleh kedua negara, mempengaruhi perdagangan global dan rantai pasokan internasional. Persaingan teknologi, terutama dalam pengembangan 5G, kecerdasan buatan, dan teknologi kuantum, telah mendorong kebijakan proteksionis dan pembatasan transfer teknologi.

Secara geopolitik, kedua negara bersaing untuk memperluas pengaruh, terutama di kawasan Indo-Pasifik. Isu-isu seperti status Taiwan, klaim teritorial di Laut China Selatan, dan pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang menjadi titik-titik panas dalam hubungan bilateral. Konflik ini juga berdampak pada tata kelola global, dengan kedua negara sering mengambil posisi berlawanan dalam isu-isu internasional seperti perubahan iklim dan non-proliferasi nuklir.

Upaya manajemen konflik dilakukan melalui dialog bilateral tingkat tinggi dan forum multilateral seperti G20. Namun, perbedaan fundamental dalam sistem politik, nilai, dan visi global membuat resolusi penuh menjadi sangat menantang. Konflik AS-China ini memiliki implikasi luas, memaksa negara-negara lain untuk menyeimbangkan hubungan mereka dengan kedua kekuatan besar ini.


4. Konflik di Afghanistan

Bom Mobil Taliban Tewaskan Empat Orang di Afganistan
Suasana lokasi sehari setelah serangan di Kabul, Afghanistan (15/1). Menurut pejabat setempat, seorang pembom bunuh diri Taliban meledakkan kendaraan bermuatan bahan peledak pada Senin malam. (AP Photo/Rahmat Gul)

Konflik di Afghanistan merupakan salah satu contoh konflik internasional yang paling kompleks dan berkepanjangan di era modern. Berakar pada invasi Soviet tahun 1979, konflik ini telah mengalami berbagai fase, melibatkan beragam aktor lokal dan internasional. Setelah penarikan Soviet pada 1989, Afghanistan mengalami perang saudara yang berujung pada naiknya Taliban ke kekuasaan pada 1996. Intervensi AS dan NATO pasca serangan 11 September 2001 menandai fase baru dalam konflik ini.

Selama dua dekade berikutnya, upaya pembangunan negara dan pemberantasan terorisme menjadi fokus utama keterlibatan internasional di Afghanistan. Miliaran dolar diinvestasikan dalam rekonstruksi, pembangunan institusi pemerintahan, dan pelatihan pasukan keamanan Afghanistan. Namun, tantangan seperti korupsi, ketidakstabilan politik, dan keberlanjutan pemberontakan Taliban tetap menjadi hambatan besar.

Perkembangan terkini yang paling signifikan adalah penarikan pasukan AS dan NATO pada 2021, diikuti dengan pengambilalihan kekuasaan yang cepat oleh Taliban. Peristiwa ini menandai kegagalan upaya pembangunan negara selama dua dekade dan menciptakan krisis kemanusiaan baru. Jutaan warga Afghanistan menghadapi ancaman kelaparan, sementara hak-hak perempuan dan kelompok minoritas kembali terancam di bawah pemerintahan Taliban.

Upaya resolusi konflik dan stabilisasi Afghanistan terus berlanjut, meski dalam konteks yang sangat berbeda pasca 2021. Komunitas internasional dihadapkan pada dilema antara kebutuhan untuk terlibat dengan pemerintahan Taliban demi mengatasi krisis kemanusiaan, dan keengganan untuk memberikan legitimasi pada rezim yang tidak menghormati hak asasi manusia. Negosiasi dan dialog dengan berbagai faksi Afghanistan, termasuk Taliban, serta keterlibatan konstruktif negara-negara regional, menjadi kunci dalam upaya mencapai stabilitas jangka panjang.

 

5. Sengketa Teritorial di Laut China Selatan

klaim tumpang tindih negara-negara Asia Tenggara, China, dan Taiwan atas Laut China Selatan (VOA Wikimedia Commons) 2
klaim tumpang tindih negara-negara Asia Tenggara, China, dan Taiwan atas Laut China Selatan (VOA Wikimedia Commons) 2

Sengketa di Laut China Selatan merupakan contoh konflik internasional yang melibatkan multiple stakeholders dan berfokus pada isu kedaulatan maritim. Konflik ini melibatkan klaim tumpang tindih antara beberapa negara Asia Tenggara (Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei) serta China dan Taiwan atas berbagai fitur geografis di Laut China Selatan, termasuk Kepulauan Spratly dan Paracel.

Akar konflik ini dapat ditelusuri ke sejarah klaim teritorial yang kompleks dan interpretasi berbeda atas hukum laut internasional. China, dengan klaimnya yang dikenal sebagai "nine-dash line", mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, sementara negara-negara lain mendasarkan klaim mereka pada kedekatan geografis dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mereka sesuai UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea).

Intensitas konflik meningkat dalam beberapa tahun terakhir dengan aktivitas reklamasi dan pembangunan infrastruktur oleh China di beberapa pulau dan karang, yang oleh banyak pihak dilihat sebagai upaya militarisasi wilayah. Hal ini telah memicu ketegangan diplomatik dan sesekali konfrontasi militer kecil antara kapal-kapal negara yang terlibat.

Implikasi dari sengketa ini sangat luas. Secara ekonomi, Laut China Selatan merupakan jalur pelayaran vital bagi perdagangan global, dengan triliunan dolar nilai perdagangan melewati perairan ini setiap tahunnya. Wilayah ini juga kaya akan sumber daya alam, termasuk cadangan minyak dan gas serta perikanan. Secara strategis, kontrol atas wilayah ini dianggap krusial bagi proyeksi kekuatan militer di kawasan Asia-Pasifik.

Tantangan utama dalam penyelesaian konflik ini terletak pada perbedaan kekuatan dan kepentingan strategis antara pihak-pihak yang terlibat, serta keengganan untuk mengompromikan klaim teritorial. Peran Amerika Serikat sebagai pihak eksternal yang berkepentingan dalam kebebasan navigasi juga menambah kompleksitas dinamika regional. Resolusi jangka panjang kemungkinan akan memerlukan kombinasi antara negosiasi diplomatik, pengaturan pengelolaan bersama sumber daya, dan komitmen terhadap prinsip-prinsip hukum internasional.


6. Konflik di Yaman

Houthi Yaman
Kiprah kelompok Houthi menyita perhatian publik usai mendeklarasikan blokade terhadap kapal laut yang menuju Israel di Laut Merah. Blokade itu diklaim hanya akan berakhir jika Israel mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. (AP Photo)

Konflik di Yaman adalah contoh konflik internasional yang menggambarkan kompleksitas perang saudara yang diperparah oleh intervensi kekuatan asing. Dimulai sebagai pemberontakan internal pada 2014, konflik ini dengan cepat berkembang menjadi krisis regional dan humaniter yang besar.

Akar konflik dapat ditelusuri ke ketidakstabilan politik pasca Arab Spring dan transisi kekuasaan yang bermasalah dari Presiden Ali Abdullah Saleh. Pemberontakan Houthi, kelompok yang berafiliasi dengan Syiah dari Yaman utara, berhasil mengambil alih ibu kota Sana'a pada 2014 dan kemudian menggulingkan pemerintahan Presiden Abdrabbuh Mansur Hadi pada awal 2015. Hal ini memicu intervensi koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi untuk mendukung pemerintah Hadi, mengubah konflik internal menjadi proxy war regional.

Konflik ini memiliki dimensi sektarian dan geopolitik yang kompleks. Arab Saudi dan sekutunya melihat Houthi sebagai proksi Iran, sementara Iran membantah keterlibatan langsung namun mendukung Houthi secara politik. Akibatnya, Yaman menjadi arena pertarungan pengaruh antara kekuatan regional utama di Timur Tengah.

Upaya resolusi konflik telah melibatkan berbagai inisiatif yang dimediasi PBB, termasuk perundingan di Swedia pada 2018 yang menghasilkan Perjanjian Stockholm. Namun, implementasi perjanjian ini dan upaya gencatan senjata lainnya sering kali gagal karena ketidakpercayaan antar pihak dan dinamika konflik yang kompleks di lapangan. Fragmentasi politik di dalam Yaman, dengan munculnya berbagai faksi dan milisi lokal, semakin mempersulit upaya perdamaian.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya