Liputan6.com, Jakarta Dalam sejarah sosial dan budaya, terdapat berbagai praktik pernikahan yang tidak selalu didasarkan pada cinta romantis atau ketertarikan seksual. Salah satu fenomena yang menarik perhatian adalah konsep "lavender marriage" atau pernikahan lavender.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Apa itu lavender marriage? Istilah ini merujuk pada sebuah pengaturan pernikahan yang dilakukan bukan atas dasar ketertarikan romantis atau seksual, melainkan sebagai strategi untuk menutupi orientasi seksual salah satu atau kedua pihak yang terlibat.
Apa itu lavender marriage? Lavender marriage sering kali muncul, dalam konteks masyarakat yang belum sepenuhnya menerima keberagaman orientasi seksual. Dalam situasi seperti ini, individu yang memiliki orientasi seksual berbeda dari norma yang berlaku mungkin merasa tertekan, untuk menyembunyikan identitas mereka demi menghindari stigma, atau bahkan ancaman terhadap karier dan kehidupan sosial mereka.
Apa itu lavender marriage? Pernikahan lavender menjadi semacam "topeng" yang digunakan, untuk memenuhi ekspektasi sosial dan menjaga citra publik. Meskipun lavender marriage tampak sebagai solusi pragmatis bagi beberapa orang, praktik ini juga menimbulkan dilema etis dan emosional yang kompleks. Berikut ini Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber, tentang istilah pernikahan lavender yang viral di media sosial, Rabu (18/9/2024).
Apa Itu Lavender Marriage?
Apa itu lavender marriage yang kini viral di medsos? Lavender marriage adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah pernikahan yang dilakukan bukan berdasarkan cinta romantis, melainkan untuk tujuan tertentu, seperti melindungi reputasi sosial atau karier, terutama bagi individu yang memiliki orientasi seksual non-heteroseksual. Istilah ini pertama kali muncul pada awal abad ke-20 di Amerika Serikat, dan umumnya merujuk pada pernikahan antara individu LGBTQ+ dengan pasangan heteroseksual, untuk menutupi identitas seksual mereka dari tekanan sosial atau politik.
Lavender marriage menjadi fenomena yang cukup umum di kalangan selebriti Hollywood pada era 1920-an hingga 1950-an, ketika homoseksualitas masih dianggap tabu dan bisa menghancurkan karier seseorang. Dengan demikian, para aktor dan aktris terutama yang memiliki status tinggi dalam masyarakat, sering kali memilih untuk menikah dengan lawan jenis untuk menjaga citra publik mereka, meskipun sebenarnya mereka memiliki orientasi seksual yang berbeda. Fenomena lavender marriage bukan hanya terjadi di kalangan selebriti, tetapi juga di masyarakat luas, terutama pada masa-masa ketika norma sosial dan hukum tidak mengizinkan hubungan sesama jenis. Di beberapa kasus, pernikahan ini diatur oleh agen atau manajer demi melindungi karier seseorang, sementara di situasi lainnya, pernikahan tersebut diinisiasi oleh pasangan itu sendiri untuk menghindari stigma sosial.
Meskipun istilah "lavender marriage" berhubungan dengan masa lalu, konsep ini masih relevan di beberapa tempat hingga saat ini, terutama di negara-negara atau komunitas yang belum menerima orientasi seksual non-heteroseksual secara terbuka. Di dunia modern, meskipun semakin banyak orang yang bisa hidup lebih terbuka tentang identitas seksual mereka, masih ada individu yang memilih untuk masuk ke dalam pernikahan heteroseksual sebagai cara untuk menghindari diskriminasi, tekanan keluarga, atau alasan lain. Seiring dengan perkembangan waktu, lavender marriage juga sering kali menjadi sorotan dalam media dan budaya populer. Beberapa novel, film dan serial televisi telah mengeksplorasi tema ini, memberikan gambaran tentang dilema personal yang dihadapi oleh individu yang harus menyembunyikan orientasi seksual mereka demi tuntutan sosial.Â
Advertisement
Bagaimana Lavender Marriage Berakhir?
Lavender marriage biasanya berakhir karena berbagai faktor yang sering kali terkait dengan kehidupan pribadi, profesional, atau perubahan sosial. Berikut adalah beberapa cara umum bagaimana lavender marriage bisa berakhir:
Perceraian
Salah satu cara paling umum lavender marriage berakhir adalah melalui perceraian. Setelah bertahun-tahun menjaga citra publik, pasangan yang terlibat mungkin akhirnya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan karena berbagai alasan, seperti tekanan batin dari menjalani hubungan tanpa cinta sejati, keinginan untuk hidup lebih jujur, atau karena alasan praktis lainnya. Dalam beberapa kasus, perceraian mungkin juga terjadi karena karier atau situasi sosial pasangan tersebut sudah tidak lagi bergantung pada citra heteroseksual yang mereka tampilkan. Sebagai contoh, Rock Hudson dan Phyllis Gates akhirnya bercerai setelah tiga tahun menikah, meskipun Hudson tetap merahasiakan orientasi seksualnya hingga tahun-tahun terakhir hidupnya.
Salah Satu Pasangan Meninggal Dunia
Lavender marriage kadang berakhir ketika salah satu pasangan meninggal. Hal ini terjadi dalam kasus Cole Porter dan Linda Lee Thomas, yang menikah selama lebih dari 30 tahun. Meskipun Porter seorang gay, pernikahan mereka tetap berjalan harmonis sampai Linda meninggal dunia pada 1954. Pernikahan ini bertahan lama karena keduanya memiliki persahabatan yang kuat, meskipun hubungan mereka tidak didasarkan pada cinta romantis.
Pengungkapan Identitas Seksual
Seiring berjalannya waktu, beberapa pasangan dalam lavender marriage memilih untuk mengungkapkan identitas seksual mereka kepada publik, baik secara langsung maupun melalui tindakan yang menunjukkan orientasi seksual mereka yang sebenarnya. Perubahan sikap sosial dan hukum terhadap komunitas LGBTQ+ memungkinkan beberapa individu untuk akhirnya hidup lebih terbuka. Setelah pengungkapan ini, banyak lavender marriage berakhir dengan perceraian, atau pasangan tersebut hidup secara terpisah. Dengan berkembangnya hak-hak LGBTQ+, semakin banyak orang yang memilih untuk keluar dari pernikahan semacam ini dan hidup sesuai dengan orientasi seksual mereka yang sebenarnya.
Perubahan Sosial dan Budaya
Lavender marriage juga bisa berakhir seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Ketika pandangan terhadap homoseksualitas dan orientasi seksual lainnya mulai lebih diterima oleh masyarakat, tekanan untuk mempertahankan pernikahan palsu berkurang. Di era modern, ketika hak-hak LGBTQ+ lebih diakui dan stigma terhadap orientasi non-heteroseksual mulai menurun di banyak negara, lavender marriage menjadi lebih jarang, dan pernikahan yang sudah ada mungkin berakhir karena pasangan merasa lebih nyaman untuk hidup terbuka.
Pernikahan yang Bertahan Meski Tidak Romantis
Ada juga beberapa kasus lavender marriage yang bertahan meskipun tidak didasarkan pada cinta romantis. Beberapa pasangan tetap bersama karena memiliki hubungan yang kuat sebagai teman, partner bisnis, atau karena alasan praktis lainnya, seperti menjaga status sosial atau finansial. Meskipun pernikahan mereka mungkin tidak konvensional, mereka tetap bersama karena adanya komitmen atau saling mendukung satu sama lain dalam hal non-romantis.