Liputan6.com, Jakarta Apakah muntah membatalkan puasa? Dalam pelaksanaan ibadah puasa, umat Muslim seringkali dihadapkan pada berbagai situasi yang memunculkan pertanyaan mengenai hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Salah satu kondisi yang kerap menjadi perhatian adalah muntah. Topik ini menjadi penting untuk dibahas, mengingat muntah bisa terjadi secara tiba-tiba dan di luar kendali seseorang.
Apakah muntah membatalkan puasa? Menurut pandangan Islam, terdapat perbedaan signifikan antara muntah yang terjadi secara sengaja dan yang terjadi secara tidak sengaja atau alami. Ketika seseorang dengan sengaja memuntahkan isi perutnya, misalnya dengan memasukkan jari ke dalam tenggorokan atau mengonsumsi sesuatu yang diketahui dapat memicu muntah, maka tindakan tersebut dianggap membatalkan puasa.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini didasarkan pada pemahaman, bahwa tindakan sengaja tersebut bertentangan dengan esensi puasa yang mengharuskan seseorang menahan diri dari memasukkan, atau mengeluarkan sesuatu dari tubuhnya. Apakah muntah membatalkan puasa? Di sisi lain, jika muntah terjadi secara alami atau di luar kendali seseorang, misalnya karena sakit atau mabuk perjalanan, maka pada umumnya hal tersebut tidak membatalkan puasa.
Dalam situasi ini, orang yang berpuasa diperbolehkan untuk melanjutkan puasanya jika kondisi tubuhnya memungkinkan. Namun, penting untuk diperhatikan bahwa jika muntah yang terjadi menyebabkan kondisi fisik seseorang menjadi lemah atau sakit, maka dianjurkan untuk membatalkan puasa dan menggantinya di hari lain demi menjaga kesehatan. Berikut ini penyebab dan hal-hal yang membatalkan puasa dirangkum Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (23/9/2024).
Apakah Muntah Membatalkan Puasa? Simak Haditsnya
Muntah adalah suatu kondisi ketika isi lambung dikeluarkan melalui mulut, biasanya karena adanya rangsangan yang memicu reaksi tubuh untuk mengeluarkan makanan atau cairan yang berada di dalam perut. Proses muntah ini melibatkan kontraksi otot-otot di perut yang mendorong isi lambung naik melalui esofagus dan keluar melalui mulut. Kondisi muntah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gangguan kesehatan, infeksi, gangguan pencernaan, atau respons tubuh terhadap makanan atau zat yang tidak cocok.
Dalam konteks ibadah puasa, salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah muntah membatalkan puasa. Jawaban atas pertanyaan ini sangat bergantung pada situasi dan niat yang melatarbelakangi muntah tersebut. Dalam ajaran Islam, puasa dianggap batal jika seseorang dengan sengaja memaksakan dirinya untuk muntah. Hal ini disebabkan karena tindakan muntah secara sengaja dianggap sebagai upaya untuk mengeluarkan sesuatu dari dalam tubuh yang berlawanan dengan prinsip puasa, yakni menahan diri dari memasukkan atau mengeluarkan apapun dari tubuh secara sengaja.
Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i, dijelaskan bahwa apabila seseorang muntah dengan sengaja, maka puasanya batal. Sedangkan, apabila seseorang tiba-tiba mengalami mual kemudian muntah, maka puasanya tidak batal.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ, وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ اَلْقَضَاءُ - رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ
Artinya: “Siapa saja yang muntah, maka ia tidak berkewajiban qadha (puasa). Tetapi siapa saja yang sengaja muntah, maka ia berkewajiban qadha (puasa),”.
Dari sini para ulama menarik simpulan bahwa orang yang terlanjur muntah saat berpuasa dapat meneruskan puasanya karena muntahnya tidak membatalkan puasanya.
من غلبه القيء وهو صائم فلا يفطر، قال الأئمة لا يفطر الصائم بغلبة القيء مهما كان قدره
Artinya, “Siapa saja yang (tak sengaja) muntah saat berpuasa, maka puasanya tidak batal. Para imam mazhab berpendapat bahwa orang yang berpuasa tidak menjadi berbuka (batal puasa) karena muntah berapapun kadarnya,’” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 305-306).
Adapun insiden seseorang yang merasa mual, lalu sesuatu bergerak naik dari dalam perutnya, dan hampir muntah, perlu dilihat terlebih dahulu. Karena di sini juga para ulama berbeda pendapat perihal status puasanya.
قال الجمهور إذا رجع شيء إلى حلقه بعد إمكان طرحه فإنه يفطر وعليه القضاء، والصحيح عند الحنفية إن عاد إلى حلقه بنفسه لا يفطر وذهب أبو يوسف إلى فساد الصوم بعوده كإعادته إن كان ملء الفم
Artinya, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa, jika muntahan bergerak turun kembali ke tenggorokan seseorang padahal ia sebenarnya bisa memuntahkannya, maka puasanya batal dan ia wajib mengqadhanya. Tetapi yang benar menurut Mazhab Hanafi, jika muntahan bergerak kembali ke tenggorokan seseorang dengan sendirinya, maka puasanya tidak batal. Abu Yusuf berpendapat bahwa puasa menjadi batal sebab muntahan kembali bergerak masuk (ke dalam perut) sebagaimana kembalinya muntahan sepenuh mulut,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 306).
Advertisement
Penyebab Muntah saat Puasa
Berikut ini beberapa penyebab umum muntah yang perlu diketahui agar kita bisa lebih waspada dan siap untuk mengatasinya.
1. Keracunan Makanan
Keracunan makanan terjadi ketika seseorang menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, atau toksin. Bakteri seperti Salmonella dan Escherichia coli adalah penyebab umum keracunan makanan. Selain itu, virus gastrointestinal seperti norovirus atau rotavirus juga dapat menyebabkan infeksi usus yang mengarah pada muntah. Gejala keracunan makanan biasanya termasuk mual, muntah, diare, dan sakit perut. Keracunan makanan bisa terjadi dengan cepat setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi atau bisa memakan waktu beberapa jam hingga gejala muncul.
2. GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)
GERD adalah kondisi di mana asam lambung naik kembali ke kerongkongan, menyebabkan sensasi terbakar yang dikenal sebagai heartburn. GERD terjadi ketika katup yang memisahkan lambung dari kerongkongan (sfingter esofagus bagian bawah) tidak berfungsi dengan baik, memungkinkan isi perut kembali ke kerongkongan. Ini menyebabkan iritasi pada kerongkongan, yang memicu rasa mual dan akhirnya muntah. Makanan pedas, berlemak, atau makan dalam jumlah besar sering menjadi pemicu GERD, dan penderita sering mengalami gejala setelah makan.
3. Gastroparesis
Gastroparesis adalah gangguan yang menyebabkan lambatnya pengosongan isi lambung. Normalnya, makanan yang masuk ke lambung diproses dan kemudian didorong ke usus kecil. Pada gastroparesis, proses ini melambat atau bahkan berhenti. Ini menyebabkan makanan bertahan lebih lama di lambung, yang dapat memicu rasa mual, muntah, kembung, dan perasaan cepat kenyang meskipun hanya makan sedikit. Gastroparesis sering dikaitkan dengan diabetes atau kerusakan saraf yang mengontrol otot-otot perut.
4. Gastritis
Gastritis adalah peradangan pada lapisan pelindung lambung yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi bakteri, penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), atau konsumsi alkohol berlebihan. Infeksi bakteri Helicobacter pylori (H. pylori) adalah penyebab paling umum dari gastritis kronis. Bakteri ini dapat menyerang lapisan lambung, menyebabkan gejala seperti mual, muntah, rasa penuh di perut bagian atas, dan gangguan pencernaan setelah makan. Jika tidak diobati, infeksi H. pylori dapat menyebabkan masalah pencernaan yang lebih serius.
5. Mabuk Perjalanan (Motion Sickness)
Mabuk perjalanan atau mabuk laut terjadi ketika gerakan yang dialami selama perjalanan membuat otak menerima sinyal yang tidak sinkron dari mata dan telinga dalam. Hal ini menyebabkan otak menjadi bingung, memicu mual dan muntah sebagai respons terhadap ketidakseimbangan tersebut. Gerakan kendaraan yang bergelombang atau berbelok tajam sering kali memperburuk kondisi ini. Mabuk perjalanan sering terjadi saat melakukan perjalanan jauh dengan mobil, kapal laut, atau pesawat, terutama pada individu yang peka terhadap perubahan gerakan.
Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
Puasa dalam agama Islam bukan hanya sekadar menahan diri dari lapar dan haus, melainkan juga mengendalikan hawa nafsu dan menjaga diri dari perbuatan yang dapat merusak pahala puasa. Selain menahan fisik, aspek spiritual juga sangat ditekankan dalam ibadah ini. Rasulullah SAW dalam sebuah hadis mengingatkan bahwa ada banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa selain rasa lapar dan haus. Ini terjadi ketika seseorang gagal menjaga akhlak dan perilakunya selama berpuasa, sehingga amal ibadahnya menjadi sia-sia. Kondisi ini tentu sangat merugikan, sebab esensi puasa tidak tercapai dengan sempurna.
Berpuasa sejatinya adalah upaya menyucikan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan atau mengurangi nilai ibadah tersebut. Ada beberapa hal yang secara khusus bisa membatalkan puasa jika dilakukan dengan sengaja, dan penting bagi setiap Muslim untuk mengetahuinya agar puasanya tetap sah dan diterima. Salah satu hal yang membatalkan puasa adalah masuknya sesuatu ke dalam tubuh melalui lubang yang terhubung dengan organ dalam, seperti mulut, hidung, atau telinga. Apabila terjadi tanpa disengaja, maka puasa tetap sah. Namun, jika dilakukan dengan sengaja, maka puasanya batal. Contoh lainnya adalah pengobatan dengan cara memasukkan benda melalui qubul (lubang depan) atau dubur (lubang belakang), seperti penggunaan kateter atau pengobatan untuk ambeien.
Selain itu, muntah yang disengaja juga dapat membatalkan puasa, sedangkan jika muntah tidak disengaja dan tidak ada muntahan yang tertelan, maka puasanya tetap sah. Melakukan hubungan suami istri di siang hari dengan sengaja saat berpuasa tidak hanya membatalkan puasa, tetapi juga mewajibkan pelakunya membayar kafarat berupa puasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang fakir miskin. Di sisi lain, jika air mani keluar akibat bersentuhan kulit atau melakukan onani, maka puasa juga batal. Namun, jika mani keluar karena mimpi basah, puasa tidak batal. Ini menegaskan bahwa segala bentuk aktivitas yang melibatkan syahwat harus dijauhi selama berpuasa. Hal lain yang membatalkan puasa adalah keluarnya darah haid atau nifas bagi wanita. Wanita yang mengalami haid atau nifas saat berpuasa wajib menggantinya (qadha) setelah Ramadhan berakhir. Selain itu, jika seseorang mengalami gangguan jiwa atau menjadi gila di siang hari selama puasa, maka puasanya juga batal dan wajib diqadha setelah sembuh. Yang terakhir, murtad atau keluar dari agama Islam juga membatalkan puasa. Jika seseorang melakukan tindakan yang menyebabkan dirinya keluar dari Islam, seperti menyekutukan Allah atau mengingkari hukum syariat yang telah disepakati ulama, maka puasanya batal.
Advertisement