Tantrum Adalah Ledakan Emosi, Ketahui Penyebab dan Cara Menanganinya

Tantrum adalah ledakan emosi atau perilaku yang mengganggu lingkungan sekitar, merupakan fase perkembangan yang normal bagi anak-anak, terutama bagi mereka yang berusia di bawah lima tahun.

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 03 Okt 2024, 12:45 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2024, 12:45 WIB
Penyebab Tantrum
Ilustrasi Penyebab Tantrum Credit: pexels.com/Eve

Liputan6.com, Jakarta Menjadi orang tua adalah perjalanan yang penuh dengan tantangan, dan salah satu tantangan yang sering dihadapi adalah tantrum anak. Tantrum adalah ledakan emosi atau perilaku yang mengganggu lingkungan sekitar, merupakan fase perkembangan yang normal bagi anak-anak, terutama bagi mereka yang berusia di bawah lima tahun. Orang tua pasti pernah menghadapi situasi di mana si kecil tiba-tiba menangis, merengek, berguling-guling, melempar barang, atau bahkan memukul-mukul sesuatu.

Tantrum sering kali muncul ketika anak sulit mendeskripsikan perasaan atau keinginan mereka. Hal ini dapat terjadi pada usia satu hingga empat tahun, saat anak sedang belajar mengelola emosi dan berkomunikasi. Dalam fase ini, mereka mungkin merasa frustrasi ketika keinginan mereka tidak terpenuhi atau saat menghadapi situasi yang tidak mereka pahami.

Penting bagi orang tua untuk memahami penyebab tantrum agar dapat merespons dengan tepat. Dalam dunia parenting, pengetahuan tentang cara mengatasi tantrum menjadi sangat berharga. Mengelola dan merespons perilaku anak dengan tepat dapat membantu menciptakan suasana yang lebih harmonis dalam keluarga. Berikut ulasan tentang Tantrum adalah ledakan emosi yang biasanya ditunjukkan oleh anak-anak dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (3/10/2024).

Apa Itu Tantrum?

Bukan Diabaikan, Begini Tips Menghadapi Anak Tantrum di Tempat Umum
Credit via Pexels.com/Trần Long

Tantrum adalah kondisi emosional yang umum terjadi pada anak-anak, terutama di usia prasekolah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tantrum didefinisikan sebagai kemarahan yang disertai amukan karena ketidakmampuan anak untuk mengungkapkan keinginan atau kebutuhan mereka dengan kata-kata. Biasanya, perilaku ini muncul ketika anak merasa frustrasi, terutama ketika mereka ingin sesuatu tetapi ditolak, sering kali oleh orang tua.

Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Psikologi Proyek oleh Wenny A. Lestari dkk., tantrum dapat dianggap sebagai masalah perilaku, di mana anak mengekspresikan rasa frustrasi mereka dalam bentuk yang tidak terkontrol dan berlebihan. Ini bisa terlihat dalam berbagai perilaku, seperti merengek, menangis, berteriak, menendang, atau bahkan berguling-guling di lantai.

Tantrum sering terjadi ketika anak tidak dapat menyampaikan apa yang mereka inginkan, biasanya karena keterbatasan kosakata. Pada usia satu tahun, anak mulai menunjukkan tanda-tanda tantrum, dan perilaku ini cenderung meningkat antara usia dua hingga tiga tahun. Meskipun tantrum biasanya tidak menjadi masalah serius, frekuensinya cenderung berkurang saat anak mencapai usia empat tahun.

Namun, penting untuk dicatat bahwa tantrum bisa juga menjadi tanda adanya gangguan perkembangan. Dalam kasus ini, tantrum mungkin memburuk atau bahkan baru muncul pada usia di atas empat tahun. Berbagai bentuk tantrum dapat terjadi, mulai dari teriakan histeris hingga perilaku yang lebih ekstrem seperti memecahkan barang atau melukai diri sendiri.

Memahami tantrum dan penyebabnya sangat penting bagi orang tua, agar mereka dapat memberikan dukungan yang tepat dan mengelola situasi ini dengan lebih efektif. Tantrum bukan hanya sekadar perilaku mengganggu, tetapi juga merupakan cara anak untuk mengekspresikan emosi yang sulit mereka ungkapkan.

Apakah Tantrum Berbahaya?

Anak tantrum. Foto: Famlii
Anak tantrum. Foto: Famlii

Tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak, terutama pada usia prasekolah, di mana mereka masih belajar mengendalikan emosi. Menurut informasi dari Northern Territory Government, tantrum sendiri tidak berbahaya, tetapi penting untuk memahami konteks dan dampak yang mungkin timbul.

Meskipun tantrum umumnya dianggap sebagai ekspresi frustrasi atau ketidakmampuan untuk mengekspresikan kebutuhan, ada beberapa situasi di mana tantrum bisa menjadi tanda adanya masalah yang lebih serius. Terutama pada anak usia sekolah, tantrum yang sering dan tidak dapat diatasi dapat menandakan bahwa ada hal yang perlu diperhatikan. Ini bisa mencakup masalah emosional, perilaku, atau bahkan kesehatan yang lebih serius.

Dampak dari tantrum yang tidak ditangani dengan baik bisa cukup merugikan, baik bagi anak maupun lingkungan sekitar. Tantrum yang terus-menerus dapat menyebabkan stres bagi orang tua dan mengganggu dinamika keluarga. Selain itu, jika tantrum sering terjadi, anak mungkin tidak belajar cara yang tepat untuk mengelola emosi mereka, yang dapat berdampak negatif pada perkembangan sosial dan emosional mereka.

Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi penyebab tantrum dan mencari cara untuk membantu anak mengelola emosi mereka. Jika tantrum terjadi secara teratur dan sulit untuk menemukan penyebabnya, berkonsultasi dengan profesional kesehatan atau konselor dapat menjadi langkah yang bijak. Mereka dapat memberikan wawasan dan strategi untuk menangani masalah yang mendasari, sehingga anak dapat belajar cara yang lebih sehat untuk mengekspresikan dan mengelola perasaannya.

Penyebab Tantrum pada Anak

Ilustrasi Tantrum
Ilustrasi tantrum. (Photo by Jep Gambardella: https://www.pexels.com/photo/mother-holding-her-baby-on-a-bed-6224242/)

Tantrum adalah fenomena yang umum terjadi pada anak-anak, terutama mereka yang berusia di bawah empat tahun. Meskipun merupakan bagian normal dari perkembangan, ada sejumlah faktor yang dapat memicu tantrum. Berikut adalah beberapa penyebab utama tantrum yang sering dialami anak/

1. Keterbatasan Kemampuan Berbahasa

Pada usia ini, kemampuan berbahasa anak masih berkembang dan kosakata mereka sering kali terbatas. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan perasaan atau keinginan dapat menyebabkan frustrasi, yang kemudian diekspresikan melalui tantrum.

2. Kelelahan dan Kelaparan

Ketika anak merasa lelah atau lapar, mereka menjadi lebih rewel dan lebih rentan terhadap tantrum. Kondisi fisik yang tidak nyaman ini dapat mempengaruhi suasana hati mereka dan membuat mereka sulit untuk mengendalikan emosi.

3. Keinginan yang Tidak Terpenuhi

Tantrum sering terjadi ketika anak menginginkan sesuatu tetapi tidak bisa mendapatkannya. Misalnya, ketika mereka meminta mainan baru tetapi ditolak oleh orang tua, atau ketika mereka merasa tidak ada teman untuk bermain.

4. Frustrasi dan Kesulitan dalam Tugas

Ketika anak mengalami kesulitan, seperti tidak bisa menyelesaikan permainan atau aktivitas, mereka bisa merasa frustrasi. Hal ini menjadi pemicu untuk tantrum, terutama jika mereka tidak tahu cara untuk meminta bantuan.

5. Kebutuhan akan Perhatian

Beberapa anak mungkin tantrum sebagai cara untuk menarik perhatian orang tua atau pengasuh. Ini bisa terjadi ketika mereka merasa diabaikan atau kurang mendapat perhatian.

6. Rasa Khawatir atau Kesal

Perasaan negatif yang muncul, seperti kecemasan atau kesedihan, dapat menyebabkan anak meluapkan emosinya dalam bentuk tantrum.

7. Kondisi Medis dan Gangguan Perilaku

Dalam beberapa kasus, tantrum bisa terkait dengan kondisi kesehatan tertentu, seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), gangguan kecemasan, atau autisme. Anak-anak yang memiliki kesulitan belajar atau gangguan perilaku, seperti oppositional defiant disorder, juga cenderung lebih sering mengalami tantrum.

Cara Mengatasi Anak yang Tantrum

Ketahui Tips Terbaik untuk Mengatasi Tantrum Pada Anak
Berikan reaksi tenang dan positif pada saat mengatasi tantrum pada anak (pexels.com/Ba Phi)

Menghadapi anak yang mengalami tantrum bisa menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua. Namun, ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengatasi situasi ini dengan lebih efektif. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil.

1. Bawa Anak ke Tempat yang Tenang

Ketika anak mulai menunjukkan tanda-tanda tantrum, coba bawa mereka ke tempat yang lebih tenang. Di rumah, Anda bisa mengarahkan mereka ke kamar tidurnya atau ruang yang nyaman. Jika berada di tempat umum, cari sudut sepi untuk memberi mereka waktu meredakan emosinya. Menyediakan waktu sekitar satu hingga lima menit di tempat yang tenang dapat membantu menstabilkan perasaan anak.

2. Diamkan Anak Sejenak

Jika tantrum terjadi karena anak ingin mencari perhatian, mendiamkannya sejenak dapat menjadi strategi yang efektif. Dengan bersikap tenang dan tidak menanggapi perilaku tersebut, Anda dapat mengalihkan fokus anak dari tantrum. Setelah mereka tenang, berikan pengertian bahwa perilaku tersebut tidak dapat diterima. Jika anak berperilaku agresif, pastikan untuk menyingkirkan barang-barang berbahaya di sekitarnya hingga kemarahan mereda.

3. Mengalihkan Perhatian Anak

Mengalihkan perhatian anak ke aktivitas lain dapat membantu menghentikan tantrum. Ajak anak untuk menggambar, membaca buku cerita, atau bermain mainan. Jika perlu, tunjukkan sesuatu menarik di sekitar mereka, seperti mobil yang melintas atau hewan peliharaan, untuk memindahkan fokus dari emosi negatif mereka.

4. Validasi Perasaan Anak

Penting untuk memvalidasi perasaan anak meskipun Anda tidak memenuhi keinginannya. Menunjukkan bahwa Anda memahami perasaannya dapat membantu anak merasa didengar. Misalnya, katakan, "Mama mengerti kamu ingin beli mainan itu, tetapi sekarang bukan waktu yang tepat." Dengan cara ini, anak tahu bahwa perasaannya diakui sebelum Anda menjelaskan alasan tidak bisa memenuhi keinginannya.

5. Buat Anak Merasa Nyaman

Selain mendiamkan anak, Anda juga dapat membuat mereka merasa nyaman. Memberikan pelukan atau berbicara dengan lembut dapat membantu menenangkan anak. Ini terutama penting jika tantrum terjadi karena anak lapar atau lelah. Menyediakan dukungan emosional yang tenang akan membantu anak meredakan perasaannya secara bertahap.

Upaya untuk Mencegah Anak Tantrum

Kenali 5 Fase Tantrum pada Anak (NadyaEugene/Shutterstock)
Kenali 5 Fase Tantrum pada Anak (NadyaEugene/Shutterstock)

Mencegah anak mengalami tantrum juga merupakan langkah penting bagi orang tua dalam menjaga kesehatan emosional anak. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi frekuensi tantrum pada anak.

1. Puji Anak Ketika Perilakunya Baik

Memberikan pujian ketika anak menunjukkan perilaku yang baik sangat penting. Pujian ini tidak hanya meningkatkan kepercayaan diri anak, tetapi juga membantu mereka memahami perilaku mana yang diterima dan dihargai. Dengan mengetahui bahwa mereka diperhatikan saat berperilaku baik, anak akan lebih termotivasi untuk tidak mengulangi perilaku buruk di masa depan.

2. Konsisten Memberi Tahu Perilaku yang Membahayakan

Anak seringkali tidak menyadari bahwa perilaku tertentu, seperti memukul atau melempar barang, dapat berbahaya. Oleh karena itu, penting untuk memberi tahu mereka tentang bahaya perilaku tersebut dengan cara yang konsisten. Jika hanya diberi tahu sekali, mereka mungkin akan lupa dan mengulangi tindakan tersebut. Dengan pengulangan dan penjelasan yang jelas, anak akan lebih memahami konsekuensi dari perilaku mereka.

3. Buat Anak Merasa Dicintai

Rasa cinta dan perhatian yang cukup dari orang tua dapat mengurangi kemungkinan tantrum. Luangkan waktu untuk berinteraksi dengan anak, seperti mengobrol, membaca buku bersama, atau melakukan aktivitas lainnya. Ketika anak merasa diperhatikan dan dicintai, mereka akan lebih mampu mengelola emosi mereka dan merasa lebih aman.

4. Membangun Rutinitas

Rutinitas yang konsisten memberikan anak gambaran yang jelas tentang aktivitas sehari-hari mereka. Ketika anak tahu apa yang diharapkan, mereka akan merasa lebih nyaman dan terhindar dari kebingungan yang bisa memicu tantrum. Pastikan untuk mengikuti jadwal yang telah ditentukan agar anak terbiasa dengan rutinitas tersebut.

5. Beri Contoh

Anak cenderung meniru perilaku orang dewasa di sekitar mereka. Oleh karena itu, tunjukkan bagaimana cara menghadapi masalah dengan tenang. Jika Anda memperlihatkan ketenangan dalam menghadapi situasi yang sulit, anak akan belajar untuk menanggapi masalah dengan cara yang serupa. Sikap positif dan sabar dari orang tua akan memberi pengaruh besar pada cara anak merespons emosi mereka.

6. Pastikan Anak Tidur Tepat Waktu

Kelelahan seringkali menjadi pemicu tantrum pada anak. Pastikan anak memiliki jadwal tidur yang konsisten dan tepat waktu setiap hari. Dengan tidur yang cukup, anak akan lebih bertenaga dan mampu mengelola emosi dengan lebih baik, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya tantrum.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya