Fidyah Puasa Ibu Menyusui dan Cara Menghitung: Masih Wajib Qadha atau Tidak?

Pahami aturan fidyah puasa ibu menyusui: besaran, cara menghitung, dan apakah masih wajib qadha? Ketahui ketentuan lengkapnya di sini!

oleh Laudia Tysara Diperbarui 25 Mar 2025, 12:20 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2025, 12:20 WIB
tips diet ibu menyusui
tips diet ibu menyusui ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Ibu menyusui yang meninggalkan puasa Ramadhan karena alasan medis, seperti khawatir terhadap kesehatan dirinya atau bayinya (dengan rekomendasi dokter), diwajibkan membayar fidyah. Fidyah merupakan tebusan atas kewajiban puasa yang ditinggalkan.

Namun, apakah setelah membayar fidyah masih wajib mengganti puasa (qadha)?

Pendapat ulama berbeda mengenai hal ini, ada yang mewajibkan qadha, ada pula yang tidak. Perbedaan pendapat ini juga berlaku pada besaran fidyah itu sendiri. Memahami hal ini penting bagi ibu menyusui agar ibadah puasanya tetap sah dan sesuai syariat Islam.

Banyak ibu menyusui yang memiliki pertanyaan seputar fidyah puasa. Mereka ingin memastikan kewajiban mereka terpenuhi dengan benar dan sesuai tuntunan agama. Ketidakpahaman mengenai aturan fidyah dapat menimbulkan keraguan dan kekhawatiran dalam menjalankan ibadah. Oleh karena itu, penting bagi setiap ibu menyusui untuk memahami seluk beluk fidyah, termasuk cara menghitungnya dan ketentuan setelah membayar fidyah.

Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang fidyah puasa ibu menyusui, mulai dari besaran fidyah, cara menghitungnya, apakah masih wajib qadha setelah membayar fidyah, serta waktu pembayaran yang tepat.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Selasa (25/3/2025).

Promosi 1

Fidyah Puasa Ibu Menyusui Berapa?

mimpi membeli beras
mimpi membeli beras ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Besaran fidyah puasa ibu menyusui beragam pendapat di kalangan ulama. Melansir dari berbagai sumber seperti buku "Kupas Tuntas FIDYAH" karya Luki Nugroho, Lc. (2018), dan baznas.jogjakota.go.id serta baznas.slemankab.go.id, terdapat beberapa pendapat mengenai takaran fidyah:

Pendapat pertama: 1 mud gandum (sekitar 6-7 ons atau 675-850 gram) per hari. Ini adalah pendapat Imam Malik dan Imam Syafi'i.

Pendapat kedua: 2 mud atau ½ sha' gandum (sekitar 1,5 kg) per hari. Ini adalah pendapat ulama Hanafiyah. Pendapat ini sering digunakan untuk beras.

Pendapat ketiga: 1 mud burr atau ½ sha' kurma atau gandum per hari. Ini adalah pendapat ulama Hambali. Satu sha' umumnya setara dengan 2,5 kg. Satu mud sekitar 6-7 ons.

Namun, ukuran ini bisa disesuaikan dengan kebiasaan setempat ('urf).

Perbedaan pendapat ini menunjukkan bahwa tidak ada satu ukuran pasti untuk fidyah. Ibu menyusui dapat memilih pendapat ulama mana yang akan dianut, asalkan tetap memperhatikan prinsip keadilan dan kemampuan ekonomi. Terpenting adalah niat yang ikhlas dan penyaluran fidyah kepada yang berhak menerimanya.

Beberapa informasi juga menjelaskan bahwa besaran fidyah dapat dihitung berdasarkan takaran mud, dengan kisaran 0,51 kg hingga 0,8125 kg beras per hari, tergantung pada pendapat ulama yang dianut.

Selain beras, fidyah juga dapat dibayarkan dalam bentuk makanan pokok lain yang setara, seperti gandum atau kurma. Alternatif lain adalah dengan memberikan uang senilai harga makanan pokok tersebut, sesuai harga pasar setempat. Pembayaran fidyah dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus, sesuai dengan kemudahan masing-masing.

Penting untuk memastikan bahwa fidyah yang diberikan benar-benar sampai kepada fakir miskin yang berhak menerimanya. Salurkan fidyah melalui lembaga zakat resmi seperti BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) atau lembaga zakat terpercaya lainnya untuk memastikan transparansi dan penyaluran yang tepat sasaran. Konsultasikan dengan ulama atau tokoh agama terpercaya untuk memastikan kesesuaian dengan keyakinan dan pemahaman agama Anda.

 

Cara Menghitung Fidyah Puasa Ibu Menyusui

Cara menghitung fidyah puasa ibu menyusui relatif sederhana. Melansir dari berbagai sumber, seperti buku "Panduan Ibadah Puasa Wajib dan Sunnah" karya Ahmad Zacky dan artikel dari baznas.go.id, perhitungan fidyah didasarkan pada jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Setiap hari puasa yang ditinggalkan diwajibkan membayar fidyah untuk satu orang fakir miskin.

Besarnya fidyah per hari bervariasi, tergantung pada pendapat ulama yang dianut. Jika menggunakan takaran 1,5 kg beras per hari (pendapat ulama Hanafiyah), dan ibu tersebut meninggalkan puasa selama 10 hari, maka ia harus memberikan 15 kg beras kepada fakir miskin.

Jika menggunakan takaran 0,75 kg (pendapat Imam Malik dan Imam Syafi'i), maka ia harus memberikan 7,5 kg beras. Fidyah juga dapat dibayarkan dalam bentuk uang yang setara dengan harga makanan pokok tersebut di pasaran.

Berikut beberapa contoh perhitungan fidyah puasa dengan kasus berbeda-beda pada ibu menyusui:

Contoh 1: Ibu A meninggalkan puasa selama 5 hari, menggunakan takaran 1,5 kg beras/hari. Maka ia harus memberikan 7,5 kg beras kepada fakir miskin atau setara dengan nilai uangnya.

Contoh 2: Ibu B meninggalkan puasa selama 10 hari, menggunakan takaran 0,75 kg beras/hari. Maka ia harus memberikan 7,5 kg beras kepada fakir miskin atau setara dengan nilai uangnya.

Contoh 3: Ibu C meninggalkan puasa selama 15 hari, menggunakan takaran 1 kg beras/hari. Maka ia harus memberikan 15 kg beras kepada fakir miskin atau setara dengan nilai uangnya.

Contoh 4: Ibu D meninggalkan puasa selama 20 hari, menggunakan takaran 0,5 kg beras/hari. Maka ia harus memberikan 10 kg beras kepada fakir miskin atau setara dengan nilai uangnya.

Contoh 5: Ibu E meninggalkan puasa selama 30 hari, menggunakan takaran 1,5 kg beras/hari. Maka ia harus memberikan 45 kg beras kepada fakir miskin atau setara dengan nilai uangnya.

Apakah Selain Bayar Fidyah Ibu Menyusui Masih Wajib Qadha Puasa?

tips untuk ibu hamil agar bayi cerdas
tips untuk ibu hamil agar bayi cerdas ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Melansir dari berbagai sumber, termasuk buku "Kupas Tuntas FIDYAH" karya Luki Nugroho, Lc. (2018) dan baznas.jogjakota.go.id, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kewajiban qadha setelah membayar fidyah. Jumhur ulama (mayoritas ulama) berpendapat bahwa jika ibu menyusui meninggalkan puasa karena khawatir terhadap dirinya sendiri, maka hanya wajib qadha tanpa fidyah. Namun, jika khawatir terhadap bayinya, maka wajib qadha dan membayar fidyah.

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa ibu menyusui hanya wajib qadha tanpa fidyah, terlepas dari alasannya. Mazhab Maliki membedakan antara khawatir terhadap diri sendiri dan khawatir terhadap bayi. Khawatir terhadap diri sendiri hanya wajib qadha, sedangkan khawatir terhadap bayi wajib qadha dan fidyah. Mazhab Syafi'i dan Hambali berpendapat bahwa jika khawatir terhadap bayi, wajib qadha dan fidyah.

Imam Qardhawi berpendapat bahwa jika ibu menyusui tidak memungkinkan untuk qadha karena melahirkan dan menyusui berturut-turut, ia cukup membayar fidyah. Perbedaan pendapat ini menunjukkan pentingnya konsultasi dengan ulama atau tokoh agama terpercaya untuk mendapatkan penjelasan yang sesuai dengan pemahaman agama masing-masing.

Hadits dari Anas, dari Nabi SAW yang diriwayatkan an-Nasaai menyebutkan: "Sesungguhnya Allah menggugurkan bagi musafir setengah sholat dan puasa, begitu juga bagi wanita hamil dan menyusui." Namun, penafsiran hadits ini berbeda-beda di antara mazhab.

Kesimpulannya, apakah masih wajib qadha setelah membayar fidyah tergantung pada mazhab yang dianut dan alasan meninggalkan puasa. Sebaiknya konsultasikan dengan ulama atau tokoh agama terpercaya untuk memastikan kesesuaian dengan keyakinan dan pemahaman agama Anda.

Waktu Pembayaran Fidyah Puasa yang Tepat

Waktu pembayaran fidyah yang tepat adalah setelah bulan Ramadhan berakhir hingga bulan Syaban berikutnya. Melansir dari berbagai sumber seperti buku "125 Masalah Puasa" karya Muhammad Anis Sumaji, pembayaran fidyah dapat dilakukan kapan saja selama periode tersebut. Tidak ada batasan waktu yang spesifik, asalkan sebelum Ramadhan berikutnya.

Pembayaran fidyah dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus. Jika dilakukan bertahap, setiap hari puasa yang ditinggalkan dapat langsung dibayarkan fidyahnya. Jika dilakukan sekaligus, total fidyah dibayarkan setelah Ramadhan berakhir. Kedua cara ini diperbolehkan, sesuai dengan kemudahan masing-masing individu.

Berikut beberapa contoh kasus pembayaran fidyah:

Contoh 1: Ibu X membayar fidyah setiap hari setelah berbuka puasa selama Ramadhan.

Contoh 2: Ibu Y membayar fidyah sekaligus setelah lebaran Idul Fitri.

Contoh 3: Ibu Z membayar fidyah secara bertahap selama bulan Syawal.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya